- Di tempat yang berbeda -
Seorang wanita paruh baya duduk di sebelah ranjang dalam ruangan serba putih yang dipenuhi bau obat obatan dan bunyi mesin pendeteksi kehidupan.
Sedari tadi ia hanya menggenggam dan menciumi tangan lemah milik seseorang yang terlihat terdidur sangat lelap.
Sudah dua hari sang putri terbaring sambil menutup matanya, sejak kejadian yang menimpanya.
"Nak, kamu harus kuat, ayo bangun supaya kita bisa berkumpul bersama lagi.." Gumaman kecil bentuk semangat terus diberikan, berharap putrinya segera membuka mata.
Namun nihil, tidak ada jawaban.
Terkadang air mata sudah tidak dapat ditahan lagi, "mengapa ini terjadi padamu nak? mengapa kamu belum bangun juga?" batinnya.
Ia menyesali kejadian yang menimpa anaknya, dan terus menyalahkan dirinya sendiri.
Sebagai seorang ibu dia telah lalai menjaga putrinya."Kriett.."
Terdengar suara pintu dibuka perlahan, disusul oleh dua orang yang memasuki ruangan.
Salah satu mulai mendekat menghampirinya.
"Ma, mama pulang ya, istirahat di rumah, biar aku sama papa yang gantian jaga.." Ucapnya sambil mengusap usap punggung mamanya."Gak nak, mama mau jaga sampe dia bangun, mama gak mau ninggalin dia.." Lirihnya dengan air mata yang kembali membasahi pipinya.
Laki laki paruh baya yang berdiri tak jauh, mulai menghampiri istrinya.
"Sudahlah sayang, jangan menangis, dia pasti sedih melihatmu menangis seperti ini, Vino dan aku akan menjaganya, ayo, kamu harus istirahat juga, aku akan mengantarkan kamu pulang." Ucapnya sambil memeluk istrinya, setelah itu merangkul sambil menggiringnya meninggalkan kamar.Vino melihat kepergian kedua orang tuanya dan mulai mengalihkan pandangannya pada ranjang tempat adiknya.
Melihat adiknya terbaring lemah membuat hatinya perih, ditambah lagi melihat mamanya yang terlihat sangat terpukul atas kejadian ini.
Vino mulai mendekati, menatap lekat wajah yang terlihat amat tenang seperti sedang tertidur, tangannya mulai terulur mengusap pelan rambut adiknya.
"Dek, kenapa belum bangun juga? Kakak kangen kamu, kangen senyum kamu, ayo dong bangun, ntar kita jalan bareng lagi.." Ia tak sanggup melanjutkan kata-kata nya lagi, berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh.
Saat ini ia merasa lemah, bersalah, dan kesal, kesal pada dirinya sendiri.
Seandainya ia selalu berada di samping adiknya, mungkin ini tidak akan terjadi.
Mungkin sekarang kami akan berkumpul bersama sama sambil tertawa, atau mungkin sekarang dia akan marah karena kejahilanku.
Membayangkannya saja membuatnya tersenyum getir.
Dia sangat merindukan adiknya.
Adiknya yang sangat manis dengan senyum yang tidak pernah lepas dari wajahnya, dengan tawanya yang membuat orang lain selalu ikut tertawa. Dia merindukannya."Aku merindukanmu adikku, cepatlah pulang, cepatlah kembali, kami semua merindukanmu.."
Niiitt.. Niiittt...
Mesin berbentuk kotak itu mulai mengeluarkan bunyi yang berbeda."Apa arti bunyi itu?"
Dengan cepat Vino segera bangkit dan berlari keluar ruangan.
"Dokterrrr!! Susteeerrr!!! Adik saya tolong..!! Adik saya!!" Teriaknya dengan sekuat tenaga.
Suster mulai menghampirinya, nafasnya sudah mulai habis.
"Tolong adiik saya, mesinnya berbunyi, tolong!"Suster tersebut segera memanggil dokter dan memasuki ruangan adiknya.
Saat ia ingin masuk, langkahnya ditahan oleh salah satu suster.
"Anda tunggu disini.. " ucap suster tersebut.Rasanya jantungnya mulai berdetak tidak normal, otaknya mulai dipenuhi oleh pemikiran tak masuk akal.
Ini lebih menegangkan daripada apapun.
Entah apa yang dia pikirkan, pandangan nya kosong.
Satu hal yang pasti.
Ia belum siap kehilangan adiknya..-----------------------------
Terimakasih yang sudah mau baca
Jangan lupa vote ya!
1 vote = lebih semangat lanjutin.
#cei:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth
FantasyNostalgia atas cerita Telah melekat di lubuk hatiku Hariku terasa lebih berwarna Bahkan bermakna Aku percaya Kisah kita nyata Cinta kita nyata Juga kamu benar adanya Jika ini sebuah mimpi Tak ada penyesalan Bertemu denganmu Kebahagiaan Jika ada yang...