Seberapa lama aku menunggu cintamu, tidak masalah kalau pada akhirnya pilihan terakhirmu jatuh pada namaku. -Tytan
S
aat itu larut malam dan semua orang beranjak meninggalkan café tersebut, kecuali Iluvia yang masih berkutat didepan laptopnya. Minggu depan adalah deadline presentasi tugas kelompoknya. Mengingat ia sudah menyerahkan sebagian tugas itu kepada Feu, sahabatnya. Tugas presentasi ini hanya dilakukan dua orang saja. Beruntung Iluvia bisa satu kelas lagi dengan Feu.
Bunyi sepasang lonceng saling bertabrakan. Sehingga menimbulkan bunyi nyaring yang langsung ditangkap oleh kedua telinga Iluvia.
"Mbak pesen Frapuccino satu ya di meja nomer 24. Makasih"
Iluvia yang mengenal suara itu langsung menutup laptopnya cepat. Kepalanya ditolehkan kearah sebelah kasir. Benar-benar sial.
Iluvia dengan segera memasukkan laptop ke tasnya sebelum satu lalat menjijikkan ini mengganggu konsentrasinya.
Tapi Iluvia kalah cepat dengan gerakan lalat satu ini. Orang yang dipanggil lalat ini pun segera duduk di sebelah Iluvia. Lebih tepatnya memojokkannya.
Iluvia gerah dan tidak bisa bergerak karena ia terkunci.
"Heh. Bisa nggak lo minggir dari depan gue?" Iluvia berkata se-tenang mungkin pada lalat didepannya. Sedangkan lalat yang dimaksud Iluvia hanya duduk diam sambil menyesap Frapuccino didepannya.
"Heh. Lo denger nggak sih?" Iluvia mengulangi ucapannya.
Bahkan lalat didepannya malah mengambil ponselnya dan menonton kartun Upin Ipin lewat youtube.
Iluvia habis kesabaran. Dia kembali duduk. Meletakkan kembali tas punggungnya diatas meja.
"Tytan Natanegara. Lo dengerin omongan gue barusan enggak?"
Merasa namanya dipanggil, Tytan menoleh. Mendapati perempuan dengan muka merah menahan kesalnya sedang melihat ke dirinya.
Lucu. Kalimat itu yang pertama diucapkan Tytan dalam hatinya. Tapi dia menahannya dan bersikap sok acuh.
"Sorry ya gue enggak denger. Lagian lo ganggu acara nonton kartun kesukaan gue tau nggak" elak Tytan cepat. Wajahnya kembali menatap layar berisi nenek-nenek sedang menonton tv. Opah.
Rasanya Iluvia ingin menjambak rambut lelaki didepannya ini. Namun ia tahan. Nggak enak juga kan kalo nanti dilihatin sama mbak-mbak cafènya.
Dengan sekali gerakan, Iluvia berhasil mengambil ponsel Tytan. Menyebabkan Tytan langsung menatap Iluvia dengan heran.
"Kenapa diambil?"
"Lo itu ngeselin banget ya. Gue udah ngomong berapa kali sih? Tapi lo ga respon gue"
Tytan tersenyum jahil. Ia suka melihat wajah Iluvia yang kesal.
"Mau banget ya gue respon? Biasanya juga gue yang engga lo respon tuh" Tytan meletakkan siku tangan kanannya ke meja dan menopang wajahnya menghadap ke Iluvia.
"Apaan sih lo. Nggak mutu tau nggak"
Tytan terdiam. Menatap lekat bola mata hitam Iluvia ternyata mengasikkan.
Merasa diperhatikan, Iluvia menghembuskan nafasnya kasar. Dia paling benci diperhatikan seperti yang dilakukan Tytan saat ini.
"Woeeeee. Gue tau gue cantik. Tapi nggak usah air liur sampe netes juga kali" Iluvia sengaja menjauhkan wajahnya. Agar Tytan berhenti menatapnya dengan tatapan menjijikkan seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Hass You
FanfictionMatahari sangat panas. Hujan begitu dingin. Tapi dalam dunia, mereka sama-sama bergantung satu sama lain. Namun di kehidupan cinta sangatlah berbeda. Sebutlah begini, Matahari suka kepada Hujan yang bisa menenangkan segala sesuatu. Sedangkan Hujan m...