Bagian 1

27 1 1
                                    

Author POV

Tuk tuk tuk

Suara anak tangga yang tengah dilewati terdengar sampai meja makan.
Arisa, ibu Alena kini menjajarkan lauk pauk yang sudah ia masak bersama bi isah.

"Makan dulu, nak"

Kedua bola matanya melirik sekilas mendengar panggilan tersebut lalu kembali melajutkan langkahnya.

"Alena Frianda!"

Kali ini bukan suara lembut yang memanggilnya. Namun suara tegas yang berasal dari pria berkepala empat berdiri dari tempat duduknya menatap Alena dengan kesal.

Tentunya Alena menoleh dengan wajah datar tanpa dosa, seperti biasa.

"Papah ga pernah ngajarin kamu kaya gitu!"

Lagi-lagi Alena tidak menjawab. Ia kembali berjalan menuju sekolah. Ingin rasanya ia cepat-cepat kuliah agar bisa keluar dari rumah itu.

"Alena!"

"Kamu..."

Dion, papah Alena mulai emosi. Cepat-cepat Arisa memungut tangannya supaya emosinya kembali normal. Begitu juga Reffa yang menahan ayah nya agar tidak menghiraukan kelakuan Alena.

Sedangkan Alena?

Ia tidak peduli papah memanggilnya walau berteriak sekalipun. Toh, papah tidak peduli dengan Alena, jadi untuk apa Alena peduli dengannya.

Sebuah mobil mulus mengkilat yang tidak asing bagi Alena berhenti didekatnya. Saat itu Alena sedang menunggu bis yang datangnya sekira lima menit lagi.

"Naik"

Begitu kaca mobil dibuka, tampak sosok pria yang Alena benci muncul disana.

Itu Reffa, kakak Alena.

Sudah cukup sejak insiden tadi mood Alena hancur, walau sebenarnya hal itu memang sering terjadi.

Ditambah sekarang bertemu pria kedua yang paling dibencinya,

Ah, tidak, bukan kedua. Karena tingkat kebencian Alena sama saja.

Alena hanya memalingkan wajah, menghadap lurus kedepan seperti anggota paskibra yang hendak mengibarkan bendera merah putih.

Reffa mendengus melihat kelakuan adik tirinya yang super dingin dan jutek ini.

Sabar Reff...sabarrr..

"Yaudah kalo ga mau ikut kakak, gapap-"

"Kakak tiri"
Ucap Alena membenarkan.

Reffa mendongak mendengar ucapan Alena. Memang benar dia hanyalah saudara tiri, tapi setidaknya Alena bisa menghargainya, bukan?

Lagi-lagi Reffa mendengus. Jika saja bukan karena mamahnya yang selalu meminta Reffa bersabar menghadapi Alena, mungkin Reffa akan balik membalas sikap jutek Alena.

"Yaudah gue duluan"

Mobil Reffa kembali melaju dengan membunyikan klakson seolah meledek Alena yang masih menunggu bis.

"Bodo amat"

❤💛💚

Kenan menggantung tasnya dibahu dengan satu tangan.
Banyak tatapan kagum disepanjang jalan mulai dari parkiran hingga koridor sekarang. Namun, seperti biasa ia bersikap seolah tidak ada seorangpun yang melihatnya.

Langkahnya berbelok ketika melewati ruangan dengan tulisan XII IPA 1

"NOMOR EMPAT BELAS WOI EMPAT BELAS"

Two Ice [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang