Hari ini hari pertama Adhara masuk disekolah barunya. Dan juga menjadi hari terakhir ia berada dirumah Gallen, pasalnya semua barang-barang sudah ia pindahkan ke apartemen barunya kemarin sore. Jadi, pulang sekolah ia langsung menuju apartemen tersebut.
"Ma, Gallen berangkat dulu !" ucap Gallen sambil mencium tangan wanita itu.
"Iya, sekali lagi inget pesan mama buat jagain Adhara, pergaulan disini beda sama di Jogja!" ucap Anita dengan sarkas.
"Iya-iya ma." sahut Gallen.
Sekarang Adhara yang gantian mencium tangan Anita dengan sopan. "Ma, Ara juga berangkat , ya. Sekalian pamit sama mama, nanti Ara langsung pulang ke apartemen!"
"Sebenarnya mama berat buat kasih ijinnya, tapi kalau itu memang tekad kamu, mama cuma bisa bilang hati-hati ya disana, kalo butuh apa-apa kamu langsung hubungi Mama atau Gallen!" Adhara mengangguk tersenyum.
****
Hening, itulah suasana yang tergambar dalam mobil hitam saat ini. Gadis itu sebenarnya sangat ingin untuk memulai pembicaraan, tetapi rasa takut sekaligus canggung mengurungnya, jadi ia lebih memilih untuk diam.
"Ehm...Ra!"
Adhara menoleh ke arah Gallen, "Eh-, iya Len!"
"Gue mau nanti lo jangan buka status kita disekolah, dan jangan deket-deket ama gue. Kalo soal pulang, gue tunggu di warung depan sekolah. Intinya anggep kita gak saling kenal!" ucap Gallen yang terkesan sedikit membentak.
Kalo untuk tidak buka status, tak masalah bagi Adhara. Tetapi untuk tidak saling mengenal, dan harus jauh-jauh darinya, Adhara mungkin tidak bisa.
"Tap-""Gue gak terima bantahan!" sanggah Gallen.
"Hemm...iya deh Len, serah kamu aja!" ucap Adhara dengan kesal.
Gallen melirik lalu tersenyum miring, "Bagus, dan satu lagi kalo melanggar lo harus dapet hukuman dari gue!"
"HAHH!!"
Gallen langsung menatap Adhara dengan tatapan elangnya. Siapapun yang melihatnya pasti akan takut , begitupun bagi Adhara saat ini. Ia lebih memalingkan wajahnya keluar jendela.
Arogan, galak, tetapi suka jahil itulah Gallen. Ia juga sebenarnya memiliki sisi humor yang besar, akan tetapi sisi arogannya lebih menguasai itu semua. Sedangkan Adhara lebih terlihat pemdiam selama di Jakarta, padahal dulunya dia dukenal gadis cerewet dan sangat periang. Mungkin sangat sulit untuk menyatukan keduanya.
Selang beberapa menit mobil Gallen menepi disebuah pepohonan dekat sokolahnya, SMA Cempaka. Adhara nampak kebingungan, mungkin mogok pikirnya.
"Turun!"
"Eh- kenapa mobil kamu mogok?" ucap Adhara sambil menoleh ke arah Gallen.
"Iya, cepetan turun!"
Gadis itu kemudian turun dengan tas punggungnya. Setelah menutup pintu, tiba-tiba mobilnya melaju meninggalkan dirinya.
Adhara membulatkan mata.Kepala Gallen keluar dari jendela, lalu menunggingkan senyuman jahilnya. "Lo jalan aja nyampek gerbang! Bye!"
Adhara benar-benar tidak habis pikir dengan Gallen, yang sangat tega menurunkan dirinya di pinggir jalan. Dengan perasaan kesalnya, ia meremas pagangang tasnya.
"Gallen Nyebelin!"
"Punya tunangan, gak punya hati!!"
"Nyebelin, kenapa aku juga harus suka sama dia sih!!"
Gerutu Adhara sambil melanjutkan perjalanannya dengan jalan kaki.
******
Adhara kini akhirnya menginjakkan kakinya didepan gedung bertingkat, yaitu SMA Cempaka. Ia kelihatan bingung, apalagi ia sangat merasa asing berada disini. Semua pasang mata tertuju padanya, pasalnya gadia itu masih memakai seragam sekolahnya dulu. Ia tetaplah gadis yang polos, juka ditatap maka ia akan menunduk. Rambutnya yang terurai sempurna menutupi wajah malunya. Langkah Adhara semakin cepat, sambil sesekali ia melirik sekitar.
BRUKK...
Tubuh Adhara tiba-tiba menabrak sesuatu yang tidak empuk ataupun keras, apa itu? Punggung seseorang. Laki-laki bertubuh jangkung tersebut kemudian memutar tubuhnya.
"Sorry..sorry eh-Adhara!" gadis itu kemudian mendongak setelah namanya disebut.
Adhara yang ternyata sudah mengenal laki-laki tersebut, iya...cowok ini adalah teman Gallen, tetapi ia lupa dengan namanya.
"I-idoi..." Adhara mulai menebaknya.
Celetuk gadis itu langsung mengundang gelak tawa laki-laki didepannya. "Ralat Dio, bukan Idoi ...hehe lucu ya lo!"
"Eh-hehe ...maaf!" cengir Adhara.Dio menghentikan tawanya, dan langsung balik ke topik, "Sorry ya tadi gue berhenti ditengah jalan, jadi lo nambrak deh!"
Adhara menggeleng, "Iya gak papa, lagian bukan salah Dio juga, aku juga salah jalan gak liat-liat!"
Keduanya pun saling melempar senyum. Cantik, pikir Dio.
"Oh, ya Gallen mana?" Dio tampak mengerutkan kening.Adhara kebingungan harus menjawab apa. Kalau dia mengatakan yang sebenarnya, maka nama Gallen menjadi buruk dimata teman-temannya. Dan Adhara tidak mau itu semua terjadi.
"Eumm...Gallen tadi langsung ke kelasnya!" ucap Adhara sambil menggaruk hidung mungilnya.'Bohong' Dio tau semua yang dikatakan Adhara adalah kebohongan. Dari cara bicara gadis itu sangat terlihat dia sedang berbohong.
"Oh okey...""Yo, kamu mau gak nganterin aku ke ruang guru, soalnya aku mau tanya kelas!" pinta Adhara.
Dio tersenyum mengangguk, "Ayo gue anter!" ucapnya sambil meraih tangan Adhara.
"Makasih ya, Yo!"
Dio menoleh kebelakang lalu tersenyum.
********
.
.
.
Sebelum bel masuk tiba , Gallen dan teman-temannya memilih nongkrong di gazebo depan kelas. Bagas dan Niko sibuk dengan permainan ular tangga, sementara Gallen sibuk berkutat dengan game yang berada diponselnya.
"Lah, lo turun goblok!" ucap Bagas sambil menunjuk ke sebuah kertas persegi yang berisikan angka.
"Bodo, pokoknya gue naik!" teriak Niko.
"Lah, mana ada sejarahnya ada ular malah naik. Bang Niko begonya jangan dipelihara dong!" cibir Bagas.
Gallen melirik sahabatnya itu, hanya menggeleng. Kocak dan konyol memang ciri kedua sahabatnya ini.
"Salahin ularnya dong, kenapa dia naikin pion gue!"
"Lo-nya aja yang bego Nik!"
"Kok lo malah gue ngatain gue, nyet!"
"Lo malah nyolot sih!!"
Karena merasa terganggu akhirny Gallen ikut angkat bicara. "STOP, Sesama bego jangan berantem!"
Bagas dan Niko diam, tapi kali ini ia diam sambil melongo menatap kedua orang yang berada didepannya lebih tepatnya dibelakang Gallen.
"Dio Ara!" ucap keduanya.Sontak membuat Gallen membalikkan tubuhnya.
TBC
****
Semoga suka ya....
Jangan lupa Vote dan Komen
Makasih😘
KAMU SEDANG MEMBACA
MY GALLEN
Teen FictionAdhara Puteri Diningrat , gadis berdarah Jogja akhirnya menuruti orang tuanya untuk bersekolah di kota sang Tunangannya Jakarta. Gadis berusia 18 tahun ini, sangat mengikuti ajaran-ajaran eyang dan para sesepuh lainnya. Tentang tata krama, adat isti...