4

17 1 1
                                    

Kara B : Lo tau kan sebenernya!
Denta Athalia : Gue gak tau!
Kara B : Pokoknya gue benci sama temen lo!
Denta Athalia : Oh
Kara B : Mereka PDKT!
Denta Atahalia : Sok tau!!
Kara B : ya buktinya Radif suka tuh!!!
Denta Athalia : Radif buka tipenya Kintan!!
Kara B : O.

Aku kesal membaca pesan dari Kara, bagaimana tidak? Dia sudah menjelek-jelekkan sahabatku sendiri!

"Gila," aku berucap sendiri.

Kenapa aku harus sekelas dengan orang-orang yang nyebelin?! Kenapa?! Aku tidak kuat! Lebay kamu Ta!

Alopa : Hei
Denta Athalia : Ya
Alopa : Tadi gue cari lo, lo kelas apa sih?
Denta Athalia : 11 IPA 7
Alopa : Jauh ye kelasnya
Denta Athalia : Haha

Entah kenapa aku tenggelam dalam percakapan singkat nan sederhana ini, tidak biasanya, lalu kenapa dia mencariku?

Alopa : Hm
Denta Athalia : ??
Alopa : Lo nanya ke gue dong, garing nih!

Aku tertawa membaca pesan dari Alfa, entah kenapa aku sebahagia ini.

Denta Athalia : Apa ya? Kenapa dn lo Alopa?
Alopa : Haha gue baru ganti pas mau chat lo
Denta Athalia : Knp?
Alopa : Kalo dn gue Alfa takutnya lo gak mau buka, soalnya pas ketemu lo keliatan jutek banget
Denta Athalia : Haha
Alopa : Apalagi nih cuma Haha doang
Denta Athalia : Sent a sticker

Aku tidak tahu rasanya kesedihanku tadi berangsur sembuh, karena? Karena Alfa. Aku tidak mengerti kenapa hal ini terjadi, Alfa adalah sosok yang menyenangkan, aku suka.

Drtt...drt...drtt...

Ponselku bergetar pertanda telepon masuk. Aku membaca nomor yang tertera, tidak aku tahu.

"Ya?"

"Denta," aku sempat menebak suara pria dewasa ditelepon ini, siapa? Apa aku menjadi incaran penculik?

"Siapa?"

"Ini Papa Ivan," papaku—kalau masih pantas menjadi papa, memiliki nama Winata, bukan Ivan. Salah sambung kali ya.

"Maaf?"

"Maaf, ini Papa Ivan, suami dari Mama Davira," Davira? Apa ini suami mama yang baru? Lancangnya dia sebut dirinya sebagai papaku!

"Kamu bukan papaku," aku berkata tanpa berpikir dahulu.

"Maaf, Denta. Papa em maksud saya, Oom, ya Oom, hanya ingin memberitahukan kalau kamu akan punya adik baru,"

Aku mencerna kalimatnya, mama sudah mau punya anak? Oke. Itu bukan adikku.

"Itu bukan adikku," jawabku.

"Tapi..." Aku buru-buru menutup teleponku dan termenung di samping ranjangku.

Ini bukanlah berita bagus untukku, bukan. Aku memang membenci mama, tapi dengan keberadaan anak mama yang baru, tentu mama akan lupa denganku, seutuhnya. Aku hanyalah mimpi buruk miliknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Who Stuck in The SadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang