Keano sudah diperbolehkan beraktivitas seperti biasa. Dan yang paling penting, Keano diperbolehkan untuk pulang ke apartemennya asalkan ia diawasi oleh bodyguard dua puluh empat jam yang telah Leonor siapkan. Mereka benar-benar masih khawatir pada keselamatan Keano. Ya, mau bagaimana lagi.
Dan lagi sepengetahuan Keano, bocah tengik bernama Jevas itu sudah tidak ingin berurusan dengannya. Keano juga tidak perduli, toh dia sudah berterima kasih. Apapun itu mereka sudah tak memiliki urusan satu sama lain. Harusnya begitu.
Namun ketika Keano tengah menunggu kedatangan bodyguard suruhan Leonor, malah si bocah tengik yang muncul dibalik pintu apartemenya. Lengkap dengan tampang hidup segan mati enggan dan sebuah koper hitam di belakangnya. Seperti akan bepergian jauh.
Keano cukup terkejut.
"Mau apa?" Keano memperhatikan Jevas dari atas kebawah, berusaha menilai penampilan bocah itu.
"Menurut Anda?" Wajah Jevas berubah datar, nadanya masih mencerminkan rasa tidak suka. Keano diam-diam terhibur melihat tingak si bocah tengik.
"Kau ingin pindahan keluar negri? Baik sekali ingin mengucap pamit dengan repot-repot padaku. Jadi mau kemana? Prancis? Italia? Mesir? Atau Indonesia? Kudengar makanan di Indonesia menarik." Keano berkata cepat seperti seorang tour guide. Sama sekali tak memberi kesempatan pada orang di depannya untuk bicara. Jevas sudah tak tahan lagi, ia langsung mendorong Keano agar tubuhnya bisa masuk kedalam apartemen. Tapi sebelum benar-benar menginjakkan kaki di dalamnya, pergelangan tangan Jevas di cekal erat oleh Keano.
"Mau apa?" Keano sudah jengah melihat tingkah kurang sopan Jevas. Hei! Dia masuk kedalam apartemennya tanpa permisi. Itu menganggu privasi Keano yang selama ini dia jaga.
"Apa tuan Aristide tidak memberitahu mu, paman?" tanya Jevas malas.
"Hah? Maksudmu?" Wajah tampan Keano terperangah, antara tidak paham dan rasa heran yang tinggi.
"Tak kusangka, pria cerdas macam Keano Aristide bisa terlihat dungu juga." Jevas menghempaskan tangan Keano, lalu mencoba masuk secara paksa walau harus mendorong tubuh jangkung Keano lagi.
Lagi-lagi Keano menghentikan Jevas di tempat. Kali ini pria itu terlihat cukup marah dan tersinggung. Ups, Jevas tak mengira akan jadi seperti itu sekarang.
"Mau apa kau bocah?! Ini masih jam sembilan pagi dan kau sudah berkeliaran. Menganggu orang pula. Kau ini punya sopan santun tidak?" Keano menatap dingin wajah manis Jevas. Kedua tangannya mencengkeram bahu si bocah tengik penuh penekanan. Jevas sedikit meringis. Tenaga Keano tidak bisa diremehkan. Jevas sangsi kalau kenyataannya Keano itu jauh lebih kuat daripadanya.
"Paman ingin membunuh bodyguard mu sendiri? Awawaw!" ringisan Jevas terdengar keras saat tak sengaja kedua tangan Keano lebih kuat mencengkeram, terlalu kuat sebab Keano terkejut mendengar penuturan Jevas.
"Jadi kau bodyguard-nya?" Keano melepas bahu Jevas lalu menatap bocah di depannya meminta penjelasan.
"Iya. Aku yang disuruh menjadi pengawal mu untuk enam bulan kedepan."
Air muka Keano menampakan raut berpikir. Jevas menunggu. Dengan malas dan rasa tidak sabaran.
"SMA-mu bagaimana?"
Jevas meradang. Dia dikira anak SMA. Bersyukur saja tidak dikira anak SMP seperti waktu dia jalan-jalan ke taman bermain bersama para koki restoran ayahnya sebagai acara pelepasan Jevas dari bekerja di Restoran; tugas itu membuat Jevas harus berhenti dari pekerjaannya. Sangat disayangkan memang. Argh! Yang lebih penting Jevas tak terima disangka masih anak ingusan. Dia sudah besar. Sudah dewasa. Sudah umur dua puluh tiga tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Criminal Boy ✔
Teen Fiction"My criminal boy, you can't run from me"-Keano Aristide ------------------------------------------------------------- Hello... Saya kembali dengan sebuah ide baru hahahaha :v lagi...temanya itu b x b dengan nuansa berbeda. Yang berminat silahkan bac...