_
Ada yang menarik perhatian Disa saat ia hendak pergi ke kantin. Perempuan itu bahkan menghentikan langkahnya di ambang pintu perpustakaan ketika seorang siswa dengan seragam acak - acakan berjalan sempoyongan ke arahnya. Wajahnya penuh luka dan lebam. Disa yakin, Siswa itu pasti habis bertengkar atau tawuran. Wajahnya sedikit tidak asing di penglihatannya. Seperti pernah melihat namun, Disa lupa dimana. Disa mencoba tidak perduli. Toh, Dia juga tidak kenal siapa lelaki itu.
"Tolongin gue."
Baru saja kakinya terayun satu langkah. Suara serak nan basah menginterupsi pendengarannya. Hingga membuat Disa mau tak mau berhenti melangkah dan menoleh ke belakang.
"Kenapa?" Bukannya menjawab, Lelaki itu justru menaruh sebelah tangannya ke bahu milik Disa. Terkesan seperti merangkul.
"Pliss, Siapa pun elo. Gue udah gak kuat lagi buat jalan. "
Disa mendesah berat. Bingung harus bagaimana. Sebentar lagi bel tanda masuk akan berbunyi. Sementara, Perutnya sudah meronta ingin di isi. Tapi, Pria di sampingnya itu meminta untuk di tolong.
"Yaudah."
Tanpa berpikir dua kali, Disa melingkarkan tangannya ke pinggang lelaki yang tidak dia tahu siapa namanya. Padahal, Bisa saja Disa pergi tanpa memperdulikan lelaki itu. Tapi, Entah kenapa Disa tidak tega melihatnya kesulitan berjalan.
Saat sepatu hitam milik Disa mulai melangkah. Disa tak pernah tahu, lelaki di sampingnya tersenyum sambil menatap ke arahnya.
***
Bel tanda pulang sekolah berbunyi dua menit yang lalu. Hampir semua Siswa dan Siswi SMA Bina Pendidikan berhamburan. Keluar berdesak - desakan. Berbeda dengan Disa. Perempuan itu malah memandang orang-orang yang berhamburan lewat kaca jendela kelasnya. Di temani Ana, perempuan berambut gelombang dengan panjang sepunggung yang sudah menjadi sahabatnya, Sejak Disa mulai masuk ke SMA Bina Pendidikan.
"Mau sampai kapan kita nunggu orang - orang yang lewat trus nyampe sepi, Baru kita keluar?" Tanya Ana, Kesal. Perempuan itu duduk di atas meja lalu menyandarkan tubuhnya di tembok.
Disa yang semula sudah membuka mulutnya hendak menjawab Tapi terkatup kembali, Saat lelaki yang tadi siang di tolongnya berjalan dengan kedua lelaki di sampingnya.
"Na, Lihat sini."
"Apaan?,"
"Cepetan ngapa, Elah."
Ana berdiri sambil berdecak. "Apaan si?"
"Gak jadi, Lo nya si telat ah."
"Hiih, Kenapa lu jadi marah ke gua?"
Disa mendelik. Perempuan itu berdiri lalu berjalan sambil memeluk dua buah buku paket yang di bawanya hari ini. Ana ikut turun dari meja saat melihat Disa sudah mulai keluar dari pintu kelasnya.
"Sa, Lu lagi PMS bukan?" Tanya Ana Pelan sambil menyamakan langkahnya dengan langkah Disa. Lalu sedetik kemudian, Ana nyengir lebar ketika Disa mendelik tajam lagi ke arahnya.
"Na, Gue gak tau cowok yang tadi siang minta tolong ke gue."
"Emangnya, Kenapa?"
"Gak kenapa-napa sih. Gue kaya udah ngelihat dia aja gitu. Tapi Gue lupa di mana." Jawab Disa sambil menoleh ke arah lapangan. Ada dua orang Siswa lelaki di sana sedang bermain menendang - nendang botol bekas aqua seperti di jadikan bola. Perempuan itu menatap lagi ke depan lalu menyelipkan anak rambutnya.
"Mungkin dia punya kemiripan sama orang terdekat lo."
Disa menatap Ana. "Tanpa lo sadari, Mungkin." Ana menghedikan bahunya. Tidak perduli.
Disa menghela napas. Sebenarnya, Ada sesuatu yang terpatri dalam benaknya ketika tadi siang setelah menolong lelaki itu. Bahkan ketika sampai di UKS, Disa sendiri tidak percaya apa yang di lakukannya tadi siang. Tentang Disa yang dengan cekatan membersihkan beberapa goresan luka di lengan dan wajah lelaki itu, lalu mengobatinya. Dan ketika Disa akan pergi membelikan makanan, Lelaki itu memegang lengan Disa lalu bertanya,
"Mau kemana?,"
"Lo di sini aja. Gue ke kantin sebentar."
Disa sendiri heran. Kenapa bisa, Dia terlihat begitu perduli kepada Lelaki itu? Padahal Dia tidak pernah memberikan perhatiannya kepada lelaki manapun. Itu untuk yang pertama kalinya. Dan saat Disa kembali ke ruangan UKS lelaki itu tidak lagi ada di ruangan. Saat itu, Ada secarik kertas di atas meja.
Gue ucapin terimakasih. Maaf tadi kalo kesannya maksa. Tapi, tadi gue bener-bener butuh bantuan lo. Semoga di lain waktu, kita ketemu lagi.
You,
-Disa Oktaviana.Dan pertanyaan yang terakhir, Sejak kapan lelaki itu mengenalnya? Mungkin nanti, Disa akan mencari tahu siapa lelaki itu. Entah kenapa, Disa rasa ia perlu mencari tahu itu.
"Sa, Lo kenapa? Gue udah di jemput."
"Eh?.."
Ana terkekeh. Perempuan itu menepuk pelan bahu milik Disa, "Lagian jangan ngelamun mulu. Kalo emang lo jodoh sama tuh cowok, Nanti juga ketemu kok."
"Ngaco lo." Disa menatap sekelilingnya, Ada mobil merah honda Jazz milik ayah Ana. "Na, Lo duluan aja. Gue mau jalan."
Ana mengernyit, "Loh, kenapa? Bareng aja kali Sa."
"Gak perlu. Lo duluan aja, Sono. Kesian ayah lo nungguin." Disa mendorong Ana agar cepat pulang.
"Yaudah. Gue duluan. Hati-hati."
Disa menganggukkan kepalanya ketika Ana melambaikan tangan ke arahnya. Perempuan itu menatap sekilas Ana yang kini sudah berada dalam mobil. Tanpa berkata apa-apa, Disa mencoba melanjutkan lagi langkahnya dengan sorot mata penuh lelah.***
KAMU SEDANG MEMBACA
SELF AWARENESS
Teen Fiction"Kepedihan mendalam membuat kepala kita tertunduk. Kepedihan itu datang ketika cinta hadir, Tapi kita tidak punya harapan pada cinta itu." Lord George Byron(1788-1824)