__
Terkadang, Disa berpikir. Apa seluruh waktu sang ayah di gunakan untuk bekerja? Disa pernah tanya kepada Ana. Perempuan itu bilang, "Gak juga sih, Tapi ayah gue selalu ada waktu buat gue." Dan Disa ingin, Ayahnya lebih memperhatikannya lagi. Terkadang Disa Rindu Prita, Perempuan yang sudah rela melahirkannya ke dunia, Perempuan yang memberikan ASI saat Disa masih kecil, Perempuan yang mengantarkan Disa ketika Disa masih SD, Perempuan yang selalu membuat Disa merasa bahagia.
Dulu, Ketika Prita masih hidup. Disa selalu menghabiskan waktu sorenya untuk bercanda ria bersama Doni dan Prita. Tapi, Semuanya berubah ketika Prita harus pulang selama - lamanya. Bukan tanpa alasan. Saat itu, Disa Berumur 15 tahun. Disa tidak pernah tahu, jika ibunya memiliki penyakit darah tinggi. Saat itu, Disa hendak ke kamar mandi sehabis pulang sekolah. Tapi, Disa terkejut saat melihat ibunya sudah tergeletak dengan kepala penuh darah. Nyawa ibunya sudah hilang. Dokter bilang, Ibunya di duga meninggal karena terjatuh dari kamar mandi saat penyakit darahnya sedang menaik. Dan semenjak insiden itulah, Keluarganya tak sebahagia dulu.
Ayahnya, Kini menjadi gila kerja. Berangkat pagi, pulang malam.
Seperti, Tak ada waktu untuk mempertanyakan hal yang di harapkan Disa. Paling tidak, Ayahnya hanya bertanya,"Bagaimana sekolah kamu?," atau "Kamu baik-baik aja'kan?" Sudah. Tak ada lagi pertanyaan yang lainnya. Itu sebabnya Disa selalu merasa nyaman jika bersama Ana. Hanya Ana lah yang mau mendengarkan keluh kesah Disa. Disa ingin, Jika suatu saat nanti, Pertemanan yang terikat antara Disa dan Ana akan selalu tetap berjalan mulus.***
"Pagi Bi," Sapa Disa ramah pada seorang perempuan paruh baya yang kini sedang menyiapkan beberapa jenis sarapan di kursi meja makan, Bi Asih.
"Pagi juga Non." Balas Bi Asih pelan.
"Ayah mana, Bi?"
"Ohh. Tuan tadi masih ada di kamar. Katanya masih sibuk, Non."
Selalu.
Disa menghela napasnya, Berat. Sejak kapan ayahnya mau sarapan pagi bersamanya? Setiap pagi selalu seperti ini. Tidak ada yang indah. Semuanya terasa hambar.
"Yaudah, Kalo gitu. Bikinin aku bekel aja ya Bi. Aku mau ke Ayah dulu." Disa melangkahkan kakinya lagi ke atas. Dia berhenti di depan kamar Ayahnya. Baru saja dia akan mengetuk pintu, Tapi pintu malah terbuka. Dan pergerakan tangan Disa masih berada di udara.
"Ayah..." Ucap Disa pelan.
Kepalanya menggeleng, Tak percaya. Bagaimana bisa, Ayahnya yang dulu sangat mencintai Ibunya kini sedang bergandeng mesra dengan seorang perempuan berpakaian kurang bahan.
"Siapa dia, Sayang?..." Kata perempuan berpakaian kurang bahan itu dengan nada menjijikkan.
Namun yang di tanya hanya bisa terdiam kaku. Terlebih ketika sorot mata Disa yang terlihat berkaca-kaca dan terluka juga kecewa."Aku gak pernah tahu, Apa yang ayah lakuin selama ini. Yang jelas untuk hari ini, Besok dan mungkin seterusnya. Aku kecewa." Air mata itu tak terbendung lagi. Kini, Disa melangkah cepat dengan air mata yang terus mengalir. Dia tidak perduli saat suara Ayahnya terus memanggilnya. Yang jelas hanya satu, Disa kecewa.
***
Disa menghentikan laju mobil yang tadi di kendarainya di parkiran sekolah. Perempuan itu tidak langsung keluar, Dia menyenderkan punggungnya ke kursi mobil. Bayangan kejadian tadi pagi, Dimana ayahnya keluar dengan seorang perempuan yang tidak di kenalnya terus berputar dalam otaknya. Disa pikir, Selama ini Ayahnya memang selalu bekerja Pagi hingga malam. Disa masih bisa memaklumi Ayahnya yang tak ada waktu untuk bersama, Jika itu di gunakan untuk bekerja. Tapi tadi pagi, Ayahnya justru berhasil membuat dia kecewa teramat dalam. Bisa saja, selama ini Ayahnya pulang seperti dulu. Tapi sisa waktunya di gunakan untuk bersama dengan si perempuan jalang tadi, Pikir Disa.
Tuk. Tuk. Tuk.
Ketukan pintu dari luar kaca mobil menyadarkan Disa dari lamunannya. Disa berdecak pelan ketika melihat ternyata Ana yang mengetuk kaca mobilnya.
"Apaan?," Ucap Disa sedikit sewot, Sambil menurunkan kaca mobil sebelah kanannya.
"Yeh, Masih nanya apaan. Sepuluh menit lagi masuk, Dodol. Cepetan keluar. Jam pertama pak Syarif. Lo mau korek kuping di rumah lo habis gara-gara harus dengerin wejangan dari pak Syarif,? Walau gue gak yakin, pak Syarif bakalan hukum lo nantinya."
Disa terkekeh. Aneh - aneh saja sahabatnya ini. Setidaknya ocehan Ana tadi telah menghiburnya.
Disa keluar dari mobilnya. Perempuan itu kini sudah berada di samping Ana.
"Ohh iya Sa! Gue lupa. Ada yang salam sama lo." Pekik Ana histeris. Disa yang semula sedang membenarkan tali tasnya, Terhenti begitu saja. Sebelum akhirnya terkekeh pelan.
"Aduhh Ana. Mana ada zaman sekarang pake salam - salaman kaya gitu. " Kata Disa sambil terus terkekeh.
"Ihhh! Lo tuh gimana sih Dis!Bilang salam balik kek! Bukannya malah ketawa ketiwi kaya kunti begitu. Mit amit dah." Ana menghentak hentakkan kakinya seperti anak kecil. Lucu sekali.
"Iya. Dia kan ngasih salam ke gue. Ntar gue bales pake sereh."
"Ish! Dasar dodol Garut!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SELF AWARENESS
Teen Fiction"Kepedihan mendalam membuat kepala kita tertunduk. Kepedihan itu datang ketika cinta hadir, Tapi kita tidak punya harapan pada cinta itu." Lord George Byron(1788-1824)