PROLOG

94 12 8
                                    

Seorang kakek dan bocah kecil masih duduk di bangku bambu yang mengkilat diterpa cahaya lampu yang baru saja menyala. Meski orang-orang lain sudah masuk ke rumah, keduanya masih belum menyelesaikan pembicaraan mereka yang seru di pelataran rumah.

Matahari akan segera terbenam di ufuk barat. Hembusan angin menjelang petang mulai menyerbu desa kecil di lereng timur Gunung Lawu itu. Samar-samar satu per satu lampu dari rumah-rumah mulai menyala, menerangi keremangan di seluru penjuru desa, mengikuti lampu yang sudah lebih dulu menyala di pelataran rumah di mana sang kakek dan bocah kecil itu berada.

"Siapapun yang menemukan Rumah Kunang-kunang dan berpetualang di dalam negeri rahasia di baliknya, lalu dia mau membantu orang lain dengan tulus, dia pasti akan mendapatkan keberuntungan," ujar sang Kakek.

"Rumah Kunang-kunang?" tanya Andhanu kecil ingin tahu.

"Dahulu, orang-orang pernah menyebutnya Rumah Kunang-kunang, karena ada yang pernah melihat rumah itu dan menyaksikan berkas-berkas cahaya berkilauan seperti kunang-kunang di ambang pintu rumah pohon."

Andhanu mengangguk-angguk mengerti.

Setengah jam yang lalu bocah kecil itu termenung sendiri di pelataran rumah. Dia tengah bersedih karena besok dia harus pindah untuk tinggal bersama orang tuanya di Jogjakarta. Padahal Andhanu sudah sangat nyaman tinggal bersama Mbah Kakung dan Mbah Puteri di kota kecil di lereng Gunung Lawu, Magetan. Dia senang dengan cerita-cerita yang sering disampaikan Mbah Kakung padanya, termasuk kisah barusan.

Kakek itu bercerita bahwa ada sebuah rahasia besar yang tak pernah diceritakan oleh orang-orang. Di tengah hutan belantara di sebelah barat daya rumah Kakek terdapat sebuah pohon misterius. Sebetulnya bukan pohon itu yang menjadi rahasia. Namun rumah yang melekat di pohon itu yang sesungguhnya menyimpan misteri. Rumah itu tak bisa dilihat oleh sembarang orang. Rumah itu muncul tanpa ada yang tahu bagaimana mencarinya. Rumah itu seakan hanya menampakkan diri pada orang yang memang dipilihnya.

"Nanti kalau liburan, kamu bisa main lagi ke rumah Mbah Kakung. Mbah Kakung janji akan menceritakan kisah-kisah lainnya," hibur Mbah Kakung.

Andhanu tersenyum. Dalam hati dia ingin sekali suatu saat nanti memiliki sebuah buku yang berisi kumpulan kisah yang pernah diceritakan Mbah Kakung.

"Ayo, masuk. Sudah gelap," ajak Mbah Kakung.

FIREFLIES WISHESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang