Part 6 (Repost)

2.2K 487 47
                                    

"Udah kamu tidur gih," Larisa tanpa banyak bicara langsung naik ke ranjang di ikuti Wira. Gadis itu menaruh guling ditengah-tengah mereka sebagai batas wilayah tidur. Larisa menarik selimut hingga dadanya. "Yakin cuma satu guling aja?" goda Wira.

"Kalau kamu macem-macem tinggal teriak aja. Ada Mama sama Papa ini!" ucapnya lalu memelet.

"Aish, dasar anak kecil!." Wira membaringkan tubuhnya. Matanya masih menyalang menatap langit-langit kamar.

"Ka?"

"Eum," sahut Wira sambil mencari posisi nyaman ketika berbaring. Larisa diam sejenak. Ada yang ingin ditanyakannya mengenai ucapan Wira yang menganggu dirinya. 'Impian yang tidak akan pernah terjadi'. Apa itu maksudnya?. Ia sempat berpura-pura untuk tidak menggubrisnya namun kebalikannya hati kecilnya ingin tahu.

"Nggak jadi, lupa."

"Kamu banyak dosanya kalau gitu."

"Dosa apa?"

"Nggak bisa disebutin terlalu banyak. Apalagi sama aku." Larisa berdecak. "Hadi udah ngelamar Risa. Mereka bakal nikah." Informasinya.

"Aku tau.." sahut Larisa singkat. "Kak Hadi udah ngomong. Kak, gimana kalian bisa sahabatan?" Wira tersenyum mengingatnya. Ada kegetiran dibalik senyuman itu.

"Kami satu sekolah SMA. Dari situ mulainya."

"Sampai kuliah nggak?"

"Iya. Aku sempat lost kontak pas Hadi udah nggak kuliah."

"Saat itu ayah meninggal. Kak Hadi mutusin buat berenti kuliah dan kerja." Wira memiringkan tubuhnya menghadap Larisa. "Kak Hadi banting tulang untuk kami. Menyekolahkanku dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sampai dia menyampingkan urusan pribadinya termasuk menikah." Mata Larisa berkaca-kaca. "Aku berhutang banyak juga sama Kak Hadi."

"Aku juga,"

"Eum?" Larisa menggerakkan kepalanya.

"Dulu waktu SMA aku hutang nyawa sama dia."

"Maksudnya?"

"Hadi pernah nolongin waktu aku nyoba bunuh diri." Mata Larisa terbelalak. "Aku dulu pernah pakai narkoba. Sakau, nggak punya uang buat beli lagi. Putus asa terus nyoba bunuh diri." Wira mengenang masa lalunya. Rahangnya mengeras. "Dia yang pertama nemuin aku dengan keadaan yang memperihatinkan. Hadi menghentikan pendarahan di pergelangan tanganku dengan baju sekolah yang dipakainya. Dan dia juga yang ngegendong aku ke rumah sakit." Larisa memperhatikan raut wajah Wira yang sendu. "Kalau aja aku nggak ditolongnya. Mungkin aku nggak ada disini sekarang." Terbayang kengerian peristiwa itu. Wajahnya memucat.

Narkoba, percobaan bunuh diri dan memiliki tato. Wira memiliki masa lalu yang kelam.

"Tuhan ngasih kesempatan buat Kak Wira. Untuk ngelanjutin hidup dan juga ngebahagiain orangtua Kak Wira."

"Ngebahagiain orangtua itu yang kayaknya aku nggak mampu."

"Aish, Mama sama Papa cuma minta cucu. Itu aja udah buat mereka seneng."

"Cucu dari siapa?" Wira menampilkan wajah datarnya.

"Dari istri kamulah!" seru Larisa tanpa sadar.

"Istriku sekarang kan kamu," napas Larisa terhenti. Lagi-lagi dirinya salah bicara. Ia memukul bibirnya berulang-ulang. Wira tertawa terbahak-bahak. Tubuhnya sampai bergetar. Ia merubah posisinya berbaring kembali.

"Kamu lucu, Riri.." ucapnya pelan. "Anak? Cucu untuk mereka?" lirihnya. Hatinya nyeri dan kesesakan menyelimuti dirinya. Entah ini karma atau kesalahannya dimasa lalu. Wira meyakinkan diri bahwa semua itu adalah jalan hidupnya. Tidak ada yang perlu disesali. Memperbaiki diri dan membantu orang lain itu lebih penting saat ini.

Last Love (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang