Prolog

157 1 1
                                    

"Jika kamu percaya akan mukjizat Tuhan, maka mukjizat yang lebih besar akan terjadi padamu"Kalimat itu yang selalu ia gunakan dalam hidupnya, dan ia percaya bahwa sesuatu yang lebih indah akan terjadi di masa depan. Ia tak tahu kapan tapi ia percaya.

Aurelia Dinda. Indah, sapaan keluarga, sahabat, dan juga teman-temannya. Bukan Aurelia ataupun Dinda. Tetapi, Indah. Ntahlah apa maksud kedua orang tuanya menggunakan nama panggilan itu kepadanya. Tetapi ia menyukainya, dari artinya sampai ketika orang-orang menyebut kata "indah". Itu seperti menyebut sesuatu yang menurut mereka memukau.

Gadis yang sedang duduk di bangku kelas 3 SMA ini begitu percaya akan mukjizat atau keajaiban yang Tuhan berikan padanya. Menurutnya, hidup tak selalu tentang kebahagiaan dan kesedihan. Akan ada saatnya kita berada di atas kebahagiaan itu sampai tak bisa dijelaskan dengan kata-kata hanya bisa tersenyum tanpa henti. Dan ada saatnya kita berada di titik kesedihan yang teramat dalam sampai air mata tak mampu lagi mengalir hanya lamunan dan keterpurukan. Begitulah menurut gadis berambut panjang sepunggung dengan poni rata yang hampir menutupi alisnya. Intinya level kebahagiaan dan kesedihan itu ada seperti halnya permainan.

*

"Tumben kamu ke sini, sendiri lagi." Ucap lelaki berambut klimis yang sepertinya menggunakan pomade tetapi tidak banyak seperti anak alay kebanyakan. Ia menghampiri Indah yang tengah duduk di sebuah cafe bernuansa klasik di dekat rumahnya itu.

"Kenapa emang?ini tempat umum kan?" ucap Indah ketus, lebih tepatnya ia berusaha menjadi ketus.Karena saat ini ia gugup, sangat gugup. Ia harus bisa mengubah raut mukanya saat berhadapan dengan laki-laki ini.Harus."Lah kamu juga sendiri?" lanjut gadis yang berusaha untuk tidak kelihatan gugup ini.

"Oh, aku nggak sendirian kok. Kita abis selesai main futsal jadi ke sini, ntar mereka nyusul."

"0h." Dan saat itu juga teman-temannya datang menghampiri laki-laki itu. Tanpa mengucapkan sepatah katapun lelaki itu pergi. Yah, dia selalu begitu. Pergi dan datang sesuka hatinya. Lelaki itu tak sombong ataupun cuek, ia lebih membatasi hubungannya dengan orang-orang. Begitu kata teman sekelasnya. Tapi apa bedanya dengan sombong?. Kalau ia sombong mungkin ia tak menegur indah seperti tadi. Arggh, susah dimengerti. Yang penting ia mengenal Indah. Mungkin dia membatasi hubungan mereka yang tidak boleh lebih dari sekedar mantan teman sekelas.

Indah sekilas melirik laki-laki yang tengah memakai baju club arsenal. Lelaki itu tersenyum, tertawa, bahkan memasang wajah konyolnya di depan teman-temannya. Kelihatan menyenangkan sekali. Andaikan ia bisa masuk ke dalam pertemanan lelaki yang pernah menyukainya itu. 

*

Hai readers!! 

Ini adalah cerita pertama ku di wattpad. Aku harap kalian suka sama ceritanya. 

Terimakasih..

If You WonderWhere stories live. Discover now