14

51 6 6
                                    

Hai,

Bagaimana kabarmu?Ah, aku yakin kamu pasti baik-baik saja. Kemarin aku melihatmu sedang bercengkrama dengan dia di balkon sekolah. Kamu tertawa dan tersenyum. Syukurlah, aku ikut senang.

Jujur, semenjak hari itu, aku belum mampu mengubah perasaanku sedikitpun padamu. Ya, nyatanya hati ini masih sama seperti dulu.

Aku tak tau apa maksud dari tatapanmu ketika itu. Kala itu kita tengah bersiap menyambut seorang tamu penting negara di pinggiran jalan. Dan posisimu berdiri, terletak tepat di seberang ku. Lalu, tak lama setelah itu, titik-titik hujan perlahan mulai menampakan dirinya. Ya, aku ingat, sangat ingat betapa pelupa nya kamu dalam mengingat hal-hal kecil seperti ini.

Yang jelas, dari sudut pandang ku, kamu seperti sedang menatapku dari seberang sana. Bukan bermaksud membawa perasaan, tapi itu yang aku tangkap dari sorot matamu.

Juga ketika kita acap kali berpapasan di koridor sekolah. Tatapan mata kita bertemu, namun seolah berusaha acuh dan saling memalingkan wajah. Tetapi, entah kenapa hatiku masih merasakan getaran yang sama. Seperti dulu, ketika mata ku jatuh menatap ke arahmu, untuk yang pertama kali.

Bukannya aku terlalu perasa, bukan. Barangkali masih ada rasamu yang tertinggal walau hanya sekecil biji sawi. Atau mungkin intuisi ku yang selalu mengarah padamu?

Entahlah. Bahkan luka yang kamu goreskam belum sepenuhnya sembuh. Malah, luka itu berubah menjadi luka lebam. Kamu tahu, kan? biarpun sudah sembuh, pasti akan meninggalkan bekas.

Seperti halnya percakapan kita di telepon genggam. Semuanya terlihat baik-baik saja. Katamu, aku teman terbaikmu dikala sepi. Silahkan saja jika kamu beranggapan seperti itu. Tapi, satu hal yang perlu kamu tahu, seiring berjalannya waktu, perasaanku bisa saja berubah.

Sebut saja aku gadis yang menyedihkan karena tak mampu beranjak darimu. Mungkin saja di suatu hari, aku mulai jenuh. Tak bisa lagi membalas pesanmu dengan cepat layaknya dulu. Tak bisa lagi mendukungmu dengan kata-kata penyemangat. Apa kamu sadar? Semakin sering kita bertukar pesan, semakin itu juga perasaanku jatuh terlalu dalam.

Aku tidak bisa terus-menerus seperti itu. Aku bukan payung yang hanya kamu perlukan disaat hujan datang.

Dan ketika hujan reda, pelangimu kembali datang. Lantas setelah itu, kamu biarkan aku menunggu sampai berdebu.

Mungkin benar, kisah kita terlalu klise untuk dikenang. Tapi ku mohon, jangan merasa semua kata-kataku adalah sepenuhnya  salahmu.

Salahku juga yang dahulu terlalu kaku, sehingga persepsi kamu mengatakan bahwa hanya kamu yang berjuang seorang diri. Seandainya aku bisa merubah sifat ku, aku sudah merubahnya dari dulu.

Dan ya, setelah kamu membaca surat ini, kamu pasti bertanya-tanya “apa maksud dari semua omong kosong ini?” lalu kamu merobek kertas ini dan membuang nya ke tempat sampah.

Jujur saja, aku berfikir keras untuk berbicara langsung perihal ini padamu. Tapi setelah ku pertimbangkan lagi, akan sia-sia saja karena aku juga tidak ingin membuang-buang waktu mu yang berharga itu.

Akhir kata, aku hanya bisa mengucapkan maaf. Maaf karena masih menyayangimu,

dalam diam.


Tertanda,

Seseorang dari masa lalu

Setitik RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang