Of a Pocket Watch - Qanturis

644 47 3
                                    

Kalau malam itu bulan tidak sedang purnama, kamu mungkin akan berpikir dua kali untuk mengambil jalan pintas menuju dermaga. Meskipun, tidak ada yang yakin kalau perempuan sepertimu akan mundur hanya karena minimnya penerangan.

Wilayah ini adalah tanah kelahiranmu. Sedari kecil, kau sudah bermukin di sini. Siapa pun akan setuju kalau kamu pasti sudah menghafal seluruh seluk-beluk kota ini dengan baik. Termasuk jalan pintas menuju dermaga yang melintasi hutan pantai.

Berbekal intuisi dan dorongan dari dalam hatimu, kamu serta-merta menerobos rimbunnya semak-semak bakung laut. Sensasi itu hadir kembali, di mana kamu merasakan langkahnya berpacu dengan degup jantungmu sendiri, dan peluh yang terus mengalir di pelipis itu terasa seperti teman sejawat.

Sejenak, kamu tak mangacuhkan tatanan rambut indahmu yang mulai rusak. Kamu juga tidak menghiraukan ujung-ujung renda pakaianmu yang sedikit terkoyak karena bergesekkan dengan ranting-ranting. Satu-satunya hal yang kamu hiraukan pada saat ini adalah berjalan secepat mungkin menuju dermaga, lalu menemui orang yang telah mengubah nama margamu menjadi nama marganya.

Toh, orang yang membuat kamu mengubah nama margamu itu tidak akan keberatan, bukan, kalau penampilanmu sedikit tidak rapi. Karena, hei, kamu sudah rela menerobos hutan demi bisa bertemu dengannya di tengah dinginnya malam seperti ini. Terlebih lagi, bagaimanapun penampilanmu, kamu akan selalu cantik di matanya, bukan begitu?

Tak lama, kamu pun mempercepat rima langkahmu setelah deru ombak menjadi semakin jelas terdengar. Kamu juga sudah bisa melihat hamparan gumuk pasir putih yang tertimpa cahaya bulan purnama.

Sejurus kemudian, kamu pun sudah berhasil mencapai pesisir pantai. Kamu mengedarkan matamu untuk menemukan orang yang kamu cari. Orang itu sedang berada di dekat sandaran kapal. Mengawasi para anak kapalnya mengangkut barang-barang logistik. Merasa diamati, lelaki itu refleks memalingkan kepalanya ke arahmu.

Dari bahasa tubuhnya, kentara sekali kalau lelaki itu merasa tercenung melihatmu seorang diri di pantai, keluar dari dalam hutan. Pria itu berlari kecil menghampirimu, begitu juga dengan kamu yang berjalan menghampiri dirinya.

Pria itu mengusap kepalamu. Apa yang sedang kau lakukan di sini? ia bertanya sembari merapikan tatanan rambutmu yang sedikit berantakan. "Bagaimana kau bisa sampai kemari? Kau melewati jalan pintas di dalam hutan? Seorang diri?

Begitu tatanan rambutmu sudah dirasa tidak terlalu berantakan, ia lantas mengistirahatkan tangannya di lengan kirimu.

Bagaimana kalau terjadi sesuatu kepadamu? tanyanya khawatir.

Kamu terkekeh mendengar pertanyaan-pertanyaannya yang seolah tak akan pernah berhenti. Aku datang kemari untuk menemuimu. Kau melupakan ini, katamu sembari menunjukkan sebuah jam saku.

Pria itu menghela napasnya. Kau kemari malam-malam begini hanya untuk membawakan jam saku yang tertinggal?

Hanya? tanyamu sambil memicingkan matanya. Aku yang memberimu jam saku ini, dan kau terlihat sangat menyukainya. Aku melihatnya tergeletak di meja dan apa yang bisa kulakukan selain mengantarnya kemari?

Pria di depanmu tersenyum. Itu hanya alasanmu saja, bukan, agar kau bisa menemuiku?

Sayangnya, tebakan lelaki itu benar. Kamu pun mengerucutkan bibirmu.

Pria itu mengelus kepalamu sekali lagi, kemudian berkata, Aku hanya melakukan pelayaran selama dua bulan, katanya. Uhm, baiklah, dua bulan itu waktu yang cukup lama, ia meralat kalimatnya setelah melihatmu memicingkan mata.

Laut akan pasang saat ini. Kau tidak lihat, bulannya sedang purnama! protesmu.

Hei, pelaut sepertiku tidak akan mudah ditaklukkan oleh lautan yang sedang pasang. Aku sudah melaut sejak masih berada di dalam kandungan ibuku, lautan itu sudah seperti teman baikku sendiri, kau mengerti?

Kamu mengangguk dengan setengah hati.

Baiklah, sekarang, kau harus pulang ke rumah. Aku akan meminta seseorang untuk mengantarmu pulang, katanya. "Thabit, kemari sebentar!

Seorang anak berusia lebih kurang 13 tahun berlari kecil menuju ke arahmu. Ia diminta untuk mengantarmu pulang dan memastikan kamu masuk ke rumah.

Baik, Tuan, jawab Thabit. Mari, Nyonya.

Kamu memberikan jam saku tadi pada lelaki di depanmu. Dia mengusap kepalamu lagi, kemudian berkata, Aku akan kembali dalam waktu dua bulan. Bersabarlah.

Kamu menganggukkan kepala, kemudian beranjak pergi dari sana bersama Thabit sembari sesekali melihat ke belakang.

.

.

.

END

KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang