Pertemuan maut Lucy.

42 5 0
                                    

Bandung.

27 Juni 2017―

Pagi hari nan indah dengan lantunan takbir yang berkumandang dengan jelas dari semua surau yang ada di Kota Bandung. Aku bergegas turun menapaki anak tangga satu-persatu dengan sangat terkantuk-kantuk. Waktu menunjukkan pukul 04.00 WIB, yang kurasakan lantunan takbir kali ini berbeda dengan biasanya. Hari ini merupakan hari kemenangan bagi semua muslim di penjuru dunia. Rasa syukurku hanya untuk-Mu, Yang Maha Kuasa.

"Lucy, ayo lekas bangun, nak! Kita sholat Ied di mesjid Raya saja, kalau kesiangan seperti ini bisa-bisa kita tidak kebagian tempat." Seru Bunda terdengar samar dari arah dapur yang tengah sibuk menyiapkan ketupat dan opor yang wanginya tercium sangat lezat.

Rasa syukurku bertambah lagi, tatkala melihat Bundaku yang masih sehat dan bugar memberikan segala peluhnya untuk mengurusi segala kebutuhan keluarga kecilku. Begitupun dengan ayah, meskipun bertugas di luar kota menjadi pilihan yang berat, ya.. karena harus meninggalkan keluarga, namun patut disyukuri karena jasa Ayah adalah segalanya bagi keluarga. Maklum, hanya Ayah yang menjadi tulang punggung keluarga, sementara Bunda meskipun bergelar SH yang tersisip dibelakang nama akhirnya, menjadi sosok yang hebat yang terus berseru pada ayah untuk tetap semangat memberikan penghidupan bagi keluarga. Ya, rasa syukur itu membuat kami merasa cukup dan bahagia.

"Iya, Bunda. Lucy sedang turun. Bunda kelihatannya sibuk sekali. Ada yang bisa Lucy bantu, Bunda ?" Aku langsung mengambil beberapa piring yang terletak di atas meja dengan arahan telunjuk Bunda yang langsung sibuk lagi dengan pekerjaan rumah lainnya.

"Lucy, bisa tolong bantu Bunda membangunkan adikmu, Rio ?. Sudah bunda coba bangunkan dia hingga tiga kali, tapi ... kau tau sendiri sifat pemalas adik kecilmu itu, kan?" Bunda berseru dari arah kulkas sembari mengeluarkan tauco untuk disantap pagi ini, juga makanan lainnya seperti asinan yang sudah kami buat semalam suntuk.

Anak bungsu cowok Bunda yang satu ini memang agak malas dalam urusan bangun pagi, tapi kau bisa andalkan kemahirannya memainkan alat musik. Sekalipun diruangan sedang berisik tak tertahankan, suara musik yang ia ciptakan dapat meredam kegaduhan saat itu juga, semua mata akan tertuju padanya yang memainkan musiknya dengan lembut. Aku beranjak segera ke kamar Rio, memastikan dia sudah bangun. Kulihat kamarnya yang sedikit berserakan buku dimana-mana dan kertas-kertas yang penuh dengan not balok yang tak kupahami. Well, meskipun sedikitnya aku sering memainkan piano, hmm.. memainkan musik untuk diriku sendiri, hanya sekedar untuk menghibur dan menghilangkan kegalauanku yang tak berujung.

Tampaknya Rio sudah beranjak dari tempat tidurnya. Kudengar suaranya tengah menyanyikan sebuah lagu berbahasa Jepang dari arah kamar mandi. Aku langsung berjalan ke arah gorden abu tua yang menyembunyikan kusen putih, jendela kamar Rio. Membukanya perlahan dan ...... tidak tertahankan... aku pun bersin "... Haaaaaaa.....chuuuuuu" akibat debu-debu yang tampaknya sudah menggunung. Setelah berhasil membuka jendela kamar Rio dan merasakan segarnya pagi ini sekaligus terasa sangat hangat dengan suara takbir yang melantun merdu. Menarik nafas dalam-dalam tampaknya begitu nikmat sekali, semilir embun di pagi hari ini memaksa menusuk tulang-tuangku hingga aku merinding dibuatnya.

"Marcell ....." gumamku. Aku langsung menyunggingkan bibirku, tersenyum mengingat hari kemarin aku masih bersama dengannya, namun sekarang yang ku tahu dia sudah berada di Semarang.

"Lucy .... Rio .... ayo lekas berangkat. Semakin siang akan semakin buruk." Suara Bunda kali ini begiru terdengar jelas, mengingat kamari Rio bersebelahan dengan kamar Bunda yang sudah beberapa hari menginap di kamar tamu rumahnya sendiri.

Pagi hari di Kota Bandung, merayakan kemenangan dengan penuh suka cita, melambungkan do'a dengan khidmat. Semua belum terasa sempurna mengingat ayah kami tidak dapat berada di sisi kami bersama-sama dikarenakan tugas keluar kota yang begitu padat. Kami hanya dapat sesekali menghubungi ayah lewat kecanggihan internet, atau sekedar menelepon, mencoba mengetahui dan memastikan kabar ayah disana baik-baik saja. Hmmm... itupun dengan catatan cuaca cukup bagus dan signal yang kebetulan ada.

Misadventures of Pursuit! [SEKUEL]Where stories live. Discover now