3. Latih Tanding

3.6K 238 43
                                    

Oho ho ho chap 3 pemirsah... kali ini Akai berkenalan dengan Ryo Kisaragi. Mas ganteng yang kocak itu akhirnya muncul juga di sini ahi hi hi...

Aryanov Gabriel_

Dari balik kaca, aku memperhatikannya. Sudah dua hari dia dikurung di dalam ruang isolasi khusus, dan dia tidak melakukan pergerakan apapun yang mencurigakan. Dia tidak mencoba memberontak, tidak pernah mengeluh ingin dibebaskan, bahkan tidak bertanya apapun tentang mengapa ia sekarang dikurung. Akai, tetap tenang seperti biasanya. Dia yang jarang bicara, sekarang malah tak pernah bicara sedikitpun.

“Bagaimana hasil pemeriksaannya?” Aku bertanya pada Mikia yang juga ikut mengawasi Akai dari balik kaca.

“Dia dinyatakan baik-baik saja. Tidak ada mutasi apapun pada darahnya maupun tubuhnya,” Mikia kemudian menghela napas dan memijit pelipisnya dua kali. Ia terlihat kebingungan dan seakan tidak mempercayai apa yang baru saja dia sampaikan padaku. “Percayalah, Ar. Kejadian yang kuceritakan padamu tak ada sedikitpun yang kutambahi atau kukurangi. Dan aku sangat yakin kalau saat itu aku sedang tidak mabuk,” ujar Mikia seakan ingin menguatkan kepercayaanku padanya.

Aku mengangguk menanggapi keluhannya. Aku percaya pada Mikia, selain itu di tempat kejadian kemarin juga ada beberapa anak dan seorang kakek yang menjadi saksi. Juga, zombie-zombie yang bergelimpangan itu membuktikan perkataan Mikia. Manusia biasa tidak mungkin bisa dengan mudah memotong kepala zombie kemudian membelahnya jadi dua dengan sangat rapi dan juga tepat menghancurkan otaknya.

“Aku akan bicara padanya,” ujarku pasti. Kemudian berlalu dari hadapan Mikia untuk menemui Akai di dalam ruang isolasi. Aku sempat mendengar Mikia bertanya “Apa kau yakin?” dengan nada yang begitu cemas. Tapi aku mengabaikannya.

...

...

...

Aku masuk ke dalam ruang isolasi yang digunakan untuk mengurung Akai.

Anak itu sedang sibuk membaca buku tebal yang disediakan untuknya atas permintaanya. Keranjang apel di atas meja berwarna putih yang kemarin penuh, sekarang isinya terlihat tinggal setengahnya.

Di ruangan ini terdapat satu ranjang kecil untuk Akai bersitirahat dan juga meja putih dengan dua kursi yang juga putih. Satu kursi untuk Akai dan satu yang tersisah untuk petugas laboraturium yang terkadang mengecek keadaannya, dan sekarang kursi itu telah kugunakan untuk duduk berhadapan dengan Akai.

“Kau baik-baik saja?” tanyaku basa basi.

“Tidak,” dan dia menjawab dengan ketenangan luar biasa. Dia bahkan tak memalingkan pandangannya dari buku tebal yang tengah dibacanya. Duh, anak satu ini memang sedikit merepotkan.

“Bersabarlah sedikit lagi. Jika hasil pemeriksaanmu keluar dan kau dinyatakan tidak terinfeksi, aku akan langsung memberi perintah untuk membebaskanmu,”

Aku berbohong. Hasil pemeriksaannya sudah keluar dan dia memang tidak terinfeksi tapi aku ingin menahannya lebih lama di sini agar dia bisa diperiksa lebih lanjut. Ruangan ini kedap suara dari luar, jadi dia tak mungkin mendengar pembicaraanku dengan Mikia tadi.

“Untuk mengetahui aku terinfeksi atau tidak, bukannya tidak membutuhkan waktu cukup lama? Kalian punya alat itu kan? Yang dulu kalian pakai untuk memeriksa mataku?”

Ah, dia masih ingat rupanya.

“Kau menahanku di sini pasti karena ada sesuatu yang ingin kau teliti kan?” tanyanya padaku tanpa keraguan sedikitpun. Bocah satu ini dari mana mendapat kepercayaan diri seperti ini?

Aku menghembuskan napas antara terkejut dan juga ingin tertawa. Anak ini tidak mudah dibohongi.

“Langsung saja ya. Aku ingin bertanya sesuatu padamu,” ucapku jujur akhirnya.

Red AppleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang