Ayah

17 3 0
                                    

Ah,ayah.
Ayah itu,bukan pahlawan.
Ayah itu,bukan tentara.
Ayah itu,bukan polisi.
Tapi,dia,tangguh.

Aku rindu.
Rindu jika ayah sedang terdiam.
Nun dihatinya sedang gelisah.
Namun terdiam seribu bahasa.

Aku rindu.
Rindu jika ayah menasihati.
Jika besar nanti,katanya jangan jadi tikus.
Jika besar nanti,katanya jangan jadi tukang tidur.
Jika besar nanti,katanya jangan jadi pencuri uang pengemis.

Aku rindu.
Jika ayah sedang menegur.
Dikatakannya,jangan bertinggi hati.
Sesama manusia,semua makan nasi.
Dikatakannya,jangan bertinggi ego.
Sesama manusia,semua saling butuh.

Aku rindu.
Semua tentang ayah,aku rindu.
Ayah,tahulah.
Aku ini,anakmu ini,yang bau kencur,sangat ingin kau tentram.

Pun jika kulihat ayah tak pernah menangis,aku tahu.
Matanya.
Matanya bicara.Katanya,dia mengkhawatirkan beras esok hari.
Tapi mulutnya diam.
Tak Sudi berkata demikian.

Karena,ayah,ayahku itu,tangguh.
Kulihat dia menangis.
Tapi dalam diam.
Hening,tak bersuara.

Jauh di sana,dimatanya,kutangkap beban yang berat.
Itu adalah aku.
Yang ia besarkan dengan keringat.

Benar-benar aku ini,tidak tahu terima kasih.
Benar-benar aku ini,tidak tahu balas jasa.
Tak Sudi nian aku,jika hanya berdiam diri.

Ayah,aku rindu.Tapi malu mengakui.
Ayah,terima kasih.Tapi malu ucapkan.
Ayah,panjang umurlah,lihat aku,anak mu ini,
Kelak tidak akan jadi tikus.
Kelak tidak akan jadi tukang tidur.
Kelak tidak akan jadi pencuri.
Ayah,bangga kah?

GoresanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang