Surai indigo yang digerai itu nampak begitu indah di bawah pantulan sinar matahari sore, mutiara amethyst gadis itu pun nampak berkilauan kala melihat seorang sosok yang telah menyelamatkan dirinya dari dalam kegelapan.
Sosok pemuda itu tersenyum saat melihat gadis yang berlari menghampiri dirinya. Cahaya kehidupannya yang redup telah kembali bersinar. Wajahnya yang kala itu nampak pucat bak seonggok patung lilin kali ini mulai terlihat segar dengan polesan make up tipis yang membuat kesempurnaan gadis itu semakin bertambah.
"Kau datang." ujar sang gadis senang.
"Tentu saja aku datang. Bukankah sudah kukatakan bahwa aku akan selalu menunggu di sini untukmu, Hinata?" ujar sang pemuda menampakkan senyum tulusnya.
Gadis itu menampilkan senyum indahnya. Ia lalu mengambil tempat duduk tepat di sebelah pemuda itu berdiri. Amethyst-nya kemudian tertuju pada suatu benda yang dibawa pemuda itu kemanapun Ia pergi.
"Mainkan sesuatu." pinta Hinata sambil menunjuk saxophone milik pemuda itu.
"Ah, maaf aku tak bisa memainkan apa - apa untukmu hari ini, Hinata. Aku merusak mouthpiece-nya." ujar pemuda itu gelagapan.
"Sayang sekali, padahal aku sangat menyukai permainanmu. Apa kau tak berencana untuk membeli yang baru, Naruto?"
Naruto menatap mouthpiece miliknya yang sudah tak berfungsi dengan baik, Ia kemudian tersenyum dan menatap Hinata.
"Tidak. Benda ini memiliki kenangan tersendiri untukku. Lagipula, aku tak mempunyai cukup uang untuk memperbaiki maupun membeli yang baru." ujar Naruto sambil tertawa kikuk.
"Apakah saxophone itu hadiah dari seseorang yang berharga?" tanya Hinata. Ekspresi penasaran pada wajah gadis itu membuat Naruto ingin menggodanya.
"Tentu saja. Dia adalah wanita yang sempurna." ujar Naruto menahan tawa.
"Oh, - "
"Apa kau cemburu?"
"A.. Apa? Untuk apa aku cemburu? Lagipula aku tak memiliki hak apapun untuk cemburu." ujar Hinata gelagapan.
"Hahaha, harusnya kau lihat ekspresimu saat ini, Hinata. Benar - benar seperti kepiting yang baru saja matang." Hinata memegangi pipinya yang memanas menahan malu, membuat Naruto tertawa terpingkal - pingkal.
"Hentikan." ujar Hinata sambil memukul lengan Naruto pelan. Naruto menghentikan tawanya, pemuda itu kemudian menatap Hinata lekat.
"Dia adalah cinta pertamaku, wanita satu - satunya yang kumiliki, dia adalah Ibuku." ujar Naruto.
Hinata tertegun, dirinya merasa malu karena sudah berprasangka buruk sekaligus cemburu terhadap Ibu dari pemuda yang dicintainya itu.
"Jadi, Hinata - " Naruto menarik nafasnya, digenggamnya erat tangan kanan Hinata.
"Maukah kau menjadi wanita kedua-ku? Ibu dari anak - anakku?" tanya Naruto. Diciumnya dengan lembut punggung tangan Hinata, membuat hati gadis itu sedikit meleleh.
"Apa - apaan itu? Bodoh, kampungan sekali. Tidak romantis." ujar Hinata, gadis itu menolehkan wajahnya ke samping, kedua matanya berkaca - kaca menahan haru.
"Haha, maafkan aku. Mau bagaimana lagi, kau adalah satu - satunya gadis yang pernah kucintai. Tentu saja setelah Ibuku." ujar Naruto kikuk. Mau bagaimana lagi, pemuda itu sama sekali tak mempunyai pengalaman tentang jatuh cinta dan Ia tak tahu seluk beluk tentang hal romantis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Hearts
FanfictionNaruto x Hinata, Boruto x Himawari Story by Yuki Rahasia yang tersembunyi dalam masa lalu Ayah dan Ibunya membuat gadis muda bernama Himawari nekat kabur dari sangkar emasnya demi menemukan sang Ayah yang telah menghilang secara misterius dan menyel...