chapter 5 : uncertain

691 57 8
                                    

"Untuk apa kau mau tahu cita - citaku?" tanya gadis dengan tatapan sedingin es itu.

"Hm, entahlah. Aku hanya penasaran." ujar sang pemuda dengan senyuman secerah matahari.

"Aku tidak mempunyai cita - cita." jawab gadis itu ketus.

"Oh ayolah Hinata. Di dunia ini tak mungkin jika seseorang tak memiliki keinginan, tujuan atau bahkan cita - cita. Kecuali jika orang itu bukan manusia. Apakah kau alien?"

Hinata menatap Naruto jengkel.

Gadis itu kesal. Tak hanya karena dituduh sebagai alien tapi juga karena sikap pemuda itu yang tak henti - hentinya menanyakan apa yang menjadi keinginan gadis itu. Entah mulai dari gaun kesukaannya, instrumen musik favoritnya, jenis batu kelahirannya, warna kesukaannya, tempat yang ingin dikunjunginya dan sampai pada cita - citanya.

Tunggu dulu.

Semua ciri - ciri itu dan segala pertanyaan yang dilontarkan oleh Naruto membuat Hinata mengambil satu kesimpulan. Gadis itu kemudian menatap wajah Naruto yang menggerutu dan mulai tersenyum tipis.

"Aku punya satu cita - cita."

"Apa itu?" tanya Naruto semangat.

"Waktu masih kecil aku pernah membaca sebuah buku dongeng. Tentang seorang putri yang dikutuk tertusuk jarum dan tertidur selama ratusan tahun menunggu sang pangeran untuk menyelamatkannya. Hingga akhirnya sang pangeran itu membangunkan sang putri tidur dengan ciumannya."

"Lalu?"

"Aku sangat mengagumi sosok pangeran dalam dunia dongeng tersebut. Diceritakan bahwa sang pangeran mempunyai wajah yang sangat tampan dan lihai dalam bermain alat musik. Ia juga memimpin istana yang besar dan megah dengan harta kekayaan yang berlimpah. Pada akhir kisah, setelah pangeran membangunkan sang putri dari tidur panjangnya, mereka kemudian mengadakan pesta pernikahan yang mewah. Pangeran menyematkan cincin berlian pada jari manis sang putri."

"Dan cita - citaku ialah menikahi sang pangeran dalam dongeng tersebut." ujar Hinata.

Naruto terdiam.

Pemuda itu tak menyangka cita - cita Hinata begitu tinggi. Tanpa sadar mungkin saja Hinata mengatakan bahwa gadis itu ingin menikahi pria yang tampan dan kaya raya. Dengan pesta pernikahan yang megah dan cincin berlian.

Apalah daya Naruto yang hanya seorang musisi jalanan yang bahkan terkadang tak sanggup untuk mengisi perut kosongnya. Sebenarnya pemuda itu ingin membuat sebuah list berisi apa saja yang Hinata inginkan dan yang harus Ia persiapkan guna menikahi gadis pujaannya tersebut.

"O.. Oh, cita - cita yang sangat hebat Hinata. Kuharap impianmu untuk menikahi sang pangeran dapat terkabul." ujar Naruto kikuk. Rasa percaya dirinya kian menurun kala Hinata mengucapkan kata terima kasih padanya.

Seakan - akan, Hinata memberi tanda keras pada Naruto agar tak terlalu berharap lebih padanya.

Hinata terkikik pelan. Apalagi saat melihat ekspresi pada wajah sang kekasih yang tadinya secerah matahari sekarang tampak sedikit lebih mendung. Gadis itu kemudian menengadahkan kepalanya ke atas kemudian berucap; "Namun aku rela membuang cita - citaku karena aku sudah menjatuhkan pilihanku padamu, Naruto kun."

"Benarkah?" tanya Naruto sedikit senang.

"Ta.. Tapi aku tidak memiliki apapun Hinata. Kau tidak pantas menderita lagi bersamaku."

"Aku tidak peduli. Asalkan aku selalu bersamamu maka aku tidak peduli akan apapun. Aku tak akan peduli tentang tempat tinggal karena tinggal di dalam hatimu sudah cukup bagiku. Aku juga tak akan peduli tentang apa yang akan kita makan maupun tentang pakaian atau perhiasan yang akan kukenakan. Selama aku bersamamu - "

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 13, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Two Hearts Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang