Senja

206 15 0
                                    

Hujan sore itu membawa hawa beraromakan kerinduan, membuat siapa saja terbawa arus di dalamnya. Hawa dingin, gemercik air hujan yang membasahi seluruh bumi membuat siapapun terbawa hawa di dalamnya. Saat-saat tertentu hujan mampu melumpuhkan hati seseorang membuat teringat kenangan pahit, manis dan terlebih lagi menyayatkan hati.
Hati yang sempat luka membawa bekas sampai pada akarnya, memaksa rindu datang tanpa diundang. Bukankah hujan begitu kejam?
Pada waktu sore hujan datang tanpa diundang dengan silih bergantinya waktu begitu reda tak sempat pelangi memunculkan warnanya senjapun datang dengan memaksa untuk membuat pembatas antara siang dan malam. Senja, bertanda berakhirnya sebuah cerita. Menolak agar sang mentari tak memunculkan cahayanya dan malam tak berjumpa.

Sore itu aku berdiri di depan jendela dengan memandangi hujan dan gemercik air yang dingin.
Aku tiba saja teringat dirinya, yang saat itu kita sempat lama tak jumpa. Hawa telah menyayatkan hati, membuat luka semakin dalam dengan perasaan rindu yang tak menentu sebuah jarak menusukku membuat perasaan ini semakin memuncak saja.
Andai waktu dapat cepat usai aku inginkan berjumpa ditengah teriknya mentari akan ku sampaikan kerinduan ini. Akan aku katakan aku sangat merindukanmu.

Namun aku terlalu sadar bahwa aku adalah seorang wanita bagaimana mungkin aku bisa mengatakannya langsung padanya?
Lewat pesan saja aku merasa tak enak, apalagi secara langsung.
Lrbih baik aku simpan saja dalam-dalam di hati mungkin itu akan lebih baik.
Tetapi yang benar saja, aku adalah perempuan yang paling payah, berbohong saja aku tak mampu, jika dipikir bagaimana aku bisa memendam perasaan yang begitu menggebu ini.
Yaa.. bagaimanapun caranya aku harus menyimpannya terlebih dahulu, aku tak ingin membuatnya terganggu dengan macam keluhanku yang tak penting semacam rasa rindu yang perlahan menusuk.

Dikala Senja Hujan MenyapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang