Hari itu, 25 Maret 1873 menjelang sore, Mahmudin tiba-tiba berseru kepada anaknya yang sedang mandi di sebuah sungai di Krueng Aceh.
"Hei Karom, mulai hari ini negeri kita akan ada pesta. Maukah kamu masuk dalam surga?"
"Pesta? Pesta apa, Ayah?"
"Pesta masuk surga, anakku!"
"Wow, kalau begitu, aku mau sekali!" jawab Karom dengan penuh semangat.
"Kalau mau, selesai mandi, kamu akan ayah beri pakaian yang paling bagus, sebuah jubah putih, peci putih, sorban putih, dan selendang merah. Kamu akan aku beri hiasan bunga-bunga yang harum, dan sebilah rencong akan diselipkan di pinggangmu. Kalau ada bedil, kamu akan aku siapkan bedil di punggungmu!"
"Ada apa sebenarnya ini, Ayah?" tanya Karom dengan penuh keheranan. Ia kira pesta itu seperti pesta waktu ia sunat lima tahun lalu. Rambutnya masih basah ketika keluar dari sungai dan menemui ayahnya yang sudah siap mendandaninya menjadi pengantin perang Jihad Aceh untuk menuju surga.
"Anakku, inilah pesta menemui para bidadari yang telah menunggumu di surga," kata ayahnya penuh kebanggaan.
Karom akhirnya mengerti ketika ayahnya mengainkan sebuah jubah serba putih yang dijanjikan, bahwa pakaian itu merupakan simbol panggilan perang.
Karom pun bertanya kemudian, "Kapan perangnya, Yah?"
"Pokoknya bila angkatan laut musuh sudah tiba di dermaga kita, ketika para admiral kalap itu menyerang duluan, maka kamu harus menyerang balik dengan serangan yang hebat," ujar ayahnya kepada Karom yang baru berusia sepuluh tahun.
"Wahai pemuda-pemuda Aceh yang gagah perkasa, hari ini, jika terjadi perang, adalah hari yang paling membahagiakan bagimu sekalian. Hari yang terindah di atas segala hari yang indah. Hari di mana pintu surga terbuka lebar bagi kalian semua. Karena itu jika bangsa Belanda itu memulai penyerangan, maka kita akan hadang bersama-sama. Kita akan sambut mereka dengan rencong maupun kelewang. Curi meriam dan senapan mereka. Yakinlah, jika kita hidup, kemenangan ada di tangan kita. Jika kalian mati, pintu surga terbuka lebar menyambut kalian," ujar Panglima Polim, seorang komandan yang akan memimpin peperangan.
Riuh rendah suara prajurit-prajurit Aceh bergemuruh di sebuah lapangan di Banda Aceh ketika pasukan Nieuwenhuyzen menyatakan perang terhadap Aceh. Dibawah komandonya, Belanda mengerahkan tiga puluh tiga kapal perang mengepung Aceh, dengan kekuatan perwira dan prajurit sebanyak tiga ribu seratus sembilan delapan personil, tiga puluh satu orang perwira berkuda, seratus empat puluh sembilan pasukan kuda, seribu pekerja paksa, lima puluh orang mandor, dua ratus dua puluh orang wanita dan tiga ratus orang pelayan.
Perang dengan Belanda pun pecah. Kapal yang ditumpangi Nieuwenhuyzen, Citadel van Antwerpen, melepaskan tembakan meriam ke segala arah, salah satunya mengarah ke benteng Ceuremin, yang baru saja selesai dibangun rakyat Aceh. Maka berdentumlah meriam-meriam itu menghancurkan benteng. Jendral J.H.R. Kohler dan Kolonel Nieuwenhuyzen maju menggebrak ke pantai Ceuremin, menyerang tentara Aceh yang datang menghadang dalam jumlah yang tak pernah diperhitungkan.
Setelah menembak meriam, maka menyerbulah tentara-tentara Belanda dengan nafsu duniawinya yang sangat rakus, tamak, otoriter dan sangat kejam. Tetapi rakyat Aceh menghadang dengan sungguh-sungguh para perwira-perwira, tentara bayaran dan kolonel-kolonel mereka dengan serangan jarak dekat. Mereka hanya dipersenjatai dengan kelewang, rencong dan senapan-senapan rampasan rombongan Belanda. Rombongan demi rombongan menyerbu pasukan-pasukan kolonial yang harus harta dan kekayaan bumi Aceh itu.
Satu per satu tentara-tentara bersenjatakan lebih modern dari rakyat Aceh itu bertumbangan. Tentara-tentara Hindia Belanda itu baru belajar memakai senjata model baru bernama karabijn, walaupun mereka telah meninggalkan senjata yang lebih kuno karena pelurunya diisi dari depan, sedangkan senjata karabijnpelurunya diisi dari belakang, kalah cepat dengan serangan jarak dekat para mujahidin Aceh yang hanya bersenjatakan rencong dan kelewang.
![](https://img.wattpad.com/cover/116958606-288-k486354.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
1946: Entitas [Sudah Terbit]
Ciencia FicciónIndonesia, jauh berabad-abad setelah kemerdekaan, terbentuklah sebuah era bernama Poveglia. Era ini disadari bergeser beberapa seri setelah Starlight melakukan percobaan perjalanan waktu pertama kali. Karena perjalanan itu, era tersebut terancam hil...