15. Hospital

942 37 0
                                    

Alvin menarik nafas pelan, ia tersenyum tipis setelah menutup ponselnya . Suara merdu mamanya di telepon, sedikit mengikis rasa rindu yang sudah menggunung dalam dirinya. Namun senyum tipis itu terjeda, saat gadis itu duduk didepannya dengan mata sembabnya, Alvin mengerutkan keningnya memutar kembali potongan-potongan kejadian saat di taxi tadi pagi. "apa yang terjadi dengan gadis itu, apa dia? " Alvin beranjak dari bangkunya dan memutar kursi, yang ada di depan bangku Airin, lalu di dudukinya tanpa basa-basi.

" Lo kenapa? Lo baik-baik aja kan? " sebenarnya Alvin malu untuk mengatakan ini. Namun bayangan saat di rumah sakit waktu itu, dan kejadian di taxi tadi pagi, membuat Alvin tidak berhenti memikirkan gadis itu. Ada rasa khawatir yang terselip di hatinya. Airin mendongak, matanya membola melihat orang yang ada di hadapanya sekarang. Gadis itu menelan salivanya kasar, berusaha mencairkan ketegangan yang menghampirinya.

" Memangnya aku kenapa? Aku baik " Airin ber ujar tenang, meski jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya. Tatapanya masih dingin meski hatinya menghangat saat melihat seseorang di depannya. Bagaimana tidak, siapapun akan seperti itu, jika seseorang yang disukai tiba-tiba peduli. Namun keadaan itu menimbulkan rasa canggung bagi keduanya, Apalagi Alvin yang melihat reaksi Airin, terlihat sangat biasa saat Alvin menghampirinya.

" Ya engga, kali aja lo kenapa-kenapa" Alvin mengalihkan pandangannya dengan malu, lantas beranjak dan kembali kebangkunya,  Alvin mengacak-ngacak rambutnya kasar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

" Ya engga, kali aja lo kenapa-kenapa" Alvin mengalihkan pandangannya dengan malu, lantas beranjak dan kembali kebangkunya, Alvin mengacak-ngacak rambutnya kasar. Merasa baha dirinya telah bertindak sebodoh itu. Mengingat apa yang telah dilakukan sebelumnya kepada Airin.

***

Senyum itu masih terpatri menghiasi wajah ku. mengingat perlakuan Alvin yang tiba-tiba peduli, setelah apa yang sudah terjadi itu semua terasa seperti mimpi. Perlakuanya tadi membuatku mengurungkan niat melupakannya, melupakan rasa yang pernah bersemayam indah mengisi kekosongan hatiku. Ya, terlalu sulit untuk melupakannya, dengan sifatnya yang seperti itu. Aku tau itu tidak menjamin untuknya menyukaiku, tapi biarkan aku tetap bertahan di posisiku. Bertahan dalam cinta dalam diam. Meski aku tau dia tidak mencintaiku, tapi selama dia belum mencintai orang lain aku akan tetap menyukainya. Mungkin terdengar egois, tapi mengertilah semua orang akan melakukan hal yang sama, jika mereka berada di posisiku sekarang.

" Apa kau baik-baik saja? " sebuah tangan melambai-lambai di depanku, menghancurkan lamunanku.

" Memangnya aku kenapa? " aku mengerutkan keningku tidak mengerti kenapa hari ini semua orang bertanya seperti itu.

Kak Noval menyimpan stetoskopnya menatapku jengah. Ya, aku sedang berada dirumah sakit, tepatnya berada di ruangan Kak Noval. Tadi, sepulang sekolah aku memintanya menjemputku, kebetulan dia dari rumah melihat keadaan Johan. Aku terlalu malas untuk ketemu Johan meski aku khawatir dengan keadaanya, aku sedikit kecewa atas perlakuan Johan, yang mencampakan Shera begitu saja. Aku tidak mau menjadi alasan Johan meninggalkan Shera, Johan terlalu banyak membantuku dia juga harus bahagia, dengan seseorang yang mencintainya dengan tulus. Jangan sepertiku berjuang sendirian, tanpa tau apa rasa itu akan terbalas atau tidak.

Am I Wrong (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang