....but i can't (2)

0 1 0
                                    

Terlalu banyak kenangan tercipta bersamanya hingga aku tidak bisa melupakan semuanya. Ya,  semuanya, semua tentangnya, semua yang ada pada dirinya, semua itu takkan pernah bisa ku lupakan sedikit pun.

Entah itu matanya yang berkilauan saat menatapku kagum berdandan bak putri kerajaan di malam perayaan ulang tahunnya yang ke 7. Ulang tahun pertamanya sejak kami bertemu.

Entah itu hidung mancungnya yang dengan lucu mengendus - endus kue yang ku buat sendiri hasil kursus memasak selama 2 tahun di umur ku yang baru beranjak 10 tahun.

Entah itu mulutnya yang sibuk mengomel - ngomel agar aku tidak lupa membawa semua yang telah disiapkan untuk hari pertama ku bersekolah di bangku SMP.

Entah itu tangannya yang dengan lembut mengobati luka lecet di lututku hasil berkutat dengan bola basket untuk pertandingan besok.

Entah itu kakinya yang lincah berlari dikeramaian yang mengerubuniku. Di saat hari itu aku harus pingsan setelah terserempet sebuah mobil yang tidak lama kemudian menghilang begitu saja.

Entah itu hatinya yang terbuka untukku, terbuka disaat aku sudah menunggu di depan pintu hatinya. Dan dia langsung membuka pintu itu sepenuh hati. Menerimaku apa adanya.

Entah itu air matanya, air mata kesedihan yang teramat dalam. Air mata yang tidak akan pernah ku lupakan. Air mata yang selalu ku kenang selamanya.

Ya, air mata itu. Air mata terakhir yang ku liat dari ujung pelupuk matanya. Air mata terakhir yang ku usap dengan tangan bergemetar. Air mata yang membuat jantungku melajukan pompa detakannya. Air mata yang membuatku mematung tak dapat berkata - kata apapun.

"Lyynn...  Duduk disini yuk, liat deh pemandangan danaunya bagus banget dari sini" teriak seorang cowok dengan wajah sangat bahagia.

"Siap bos Ray, hahaha" tawaku mengangkat tangan bergaya hormat. Lalu duduk di sebelahnya. Ia mendekapku sangat erat, sangat sangat erat dan entah kenapa berbeda dari biasanya.

"Lyn, gue bahagia setelah 2 bulan gue harus berkutat sama urusan perusahaan bokap di luar kota akhirnya gue bisa ketemu lo, main bareng, makan es krim bareng dan sekarang duduk bareng di depan danau yang sama gue rinduinnya kek lo haha"

Tanpa berkata apapun aku hanya menatapnya. Menatapnya dengan lekat. Ya, aku juga sama rindunya dengan dia.

"Lyn, lo kok diem aja sih, lo sakit? Bicara dong bilang gue tampan gitu, kangen gue, sayang gue, love you so much, miss you atau apalah gitu jangan diem aja dong"

Ray menatap dengan wajah yang di imutkan. Sontak aku membalas menatapnya dengan kerutan di kening.

"Ray, sejak kapan lo jadi lebay gini? Dih ngapain juga gue harus bilang kek gitu, hadapin kenyataan Ray, lo tuh jelek, lebay, dekil. Masa iya cewek secantik gue kangen sama lo" aku terkikik pelan.

Ray mengusapkan tangannya di kepalaku. Membuat ratusan bahkan ribuan helai rambut panjangku berhamburan. Tanpa di komando kami tertawa bersama.

"Yah gue sadar diri kok, tapi gue heran kok lo bisa suka sama gue yang jelek ini yah? Lebay? Tenang lo bakal liat gue lebay buat yang pertama dan terakhir kok haha" Ray tertawa entah kenapa ada sedikit kecemasan di wajahnya. Tanpa peduli dengan wajahnya yang terlihat cemas, aku pun bersandar di bahunya lalu menatap danau dengan tersenyum.

"Danaunya cantik yah kayak lo, sayangnya gue gak bakal bisa liat danau ini lagi nanti haha" kali ini tawa Ray sedikit dipaksakan. Apa maksudnya terakhir kali? Apa dia harus pergi lagi dan berkutat dengan bisnis ayahnya? Tapi kelulusan baru saja di adakan, apa dia akan kuliah di tempat yang jauh?

"Emang kenapa lo gak bisa kesini lagi? Lo mau pergi ngurusin bisnis bokap lo lagi?" tanyaku heran.

"Entahlah haha, gue gak tau gue harus pergi atau nggak, kapan gue pergi dan entahlah. Tapi naluri gue mengatakan kalau gue gak bakal bisa balik kesini lagi selamanya" Ray menatapku dalam, kecemasan benar - benar terlihat di matanya. Entah sejak kapan aku juga merasa cemas.

"Lyn, lo mau nggak berjanji ke gue 2 hal?"

Aku menatapnya semakin heran dan entah kenapa, kapan dan bagaimana aku menjawabnya dengan anggukan.
Ray menggenggam tanganku erat.

"Lyn sayang, lo haru janji ke gue kalo lo gak boleh nangis apapu yang bakalan terjadi, itu yang pertama. Dan untuk yang kedua lo harus memakai ini dimanapun lo berada yah minimal lo simpan benda ini dengan rapi dan aman"

Ray mengeluarkan kotak kecil dari sakunya kembali menatapku dalam. Mengeluarkan benda yang baru saja dikatakan, benda berupa kalung dengan dua cincin. Memakaikannya di leherku, mengelus kepalaku lembut. Aku hanya terdiam melihat semua yang di lakukannya.

"Ingat ya lo harus nepatin janji lo"

Ray tersenyum, aku masih diam mematung. Ray memelukku erat, sangat erat. Entah kapan dia mulai terisak, isakan yang sangat memilukan. Dan tanpa aku sadari pelukannya perlahan mengendur, pelukannya tidak seerat tadi lagi. Aku mengira mungkin dia akan melepaskan pelukannya. Tapi tidak dia tetap diam. Isakannya pun tak terdengar lagi. Dan entah sejak kapan aku tidak mendengar detak jantungnya aku tidak merasakan nafasnya. 

Oh tuhan, ada apa ini? Apa yang terjadi? Kenapa ini terasa aneh? Dan kenapa pula aku tiba - tiba meneteskan air mata? Kenapa aku malah memeluknya erat? Aku tidak tau apa - apa tapi tanganku bergerak begitu saja.

Perlahan aku melepaskan pelukan, mengangkat kepalanya. Menatap mata terpejamnya yang sembab di basahi air mata. Menatap wajahnya yang pucat dan bibirnya yang mulai membiru sambil tersenyum manis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 24, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang