1. Pangeran Charming

222 5 2
                                    

Maaf update nya lama ya hihihi.
Maklum orang sibuk hehehe.
O ya ini sedikit di revisi biar enak bacanya. Ini juga agak beda sama versi lama

***

"Huuft...."
Gempita menghembuskan nafasnya kasar. Pasalnya mulai detik ini, hari ini juga ia harus tinggal di pesantren Ibadurrahman milik sahabat ayahnya. Gadis manja itu mencebikkan bibirnya kebawah.

"Bunda.. Gempi nggak mau disini bunda.. Gempi mau pulang."

Rengeknya pada sang bunda.
Meminta belas kasihannya dengan membuat mimik wajah semelas mungkin. Tangannya menarik narik lengan baju bundanya seperti anak kecil.

"Bunda melakukan semua ini demi kebaikan kamu nak."
Nadia sang bunda meringis saat tiba tiba Gempi menangis sambil menghentak hentakan kakinya persis seperti bocah 5 tahun yang tidak dibelikan mainan. Khimar biru tuanya bergoyang karena gerakannya tersebut.

"Dek udah dong. Jangan malu maluin ah. Kayak anak kecil aja."

Hamdan sang kakak mendesis pelan. Sungguh adiknya ini sudah bisa dikatakan dewasa. Umurnya saja sudah 20 tahun tapi kelakuannya tidak lebih seperti anak TK.

"Iiiih... abang apaan sih!!!"
"Apa? Tuh ingusmu keluar."

Tangis Gempi semakin menjadi jadi sedangkan kakaknya hanya memutar bola matanya malas.
"Bang sudah jangan gangguin adikmu terus."
Akhirnya Nadia melerai pertikaian kedua anaknya tersebut.

"Ayo masuk. Udah ditunggu sama pak kyai."
Gempi menyadari kalau ayahnya telah datang, segera ia menghentikan tangisannya.

"Dek kenapa? Kok nangis?" Tanya ayahnya saat menyadari mata putri bungsunya basah.

"Dia nggak mau disini katanya yah."
Hamdan menjawab santai. Sesekali ia lirik adiknya yang masih sesenggukan.

"Bener itu dek?"

Sekarang tatapan ayahnya mengarah pada Gempi. Gempi mendongak demi melihat tatapan teduh sang ayah.
Air matanya kembali merebak. Ia berlari mendapatkan sang ayah untuk ia peluk. Fikri sang ayah mengusap usap punggungnya pelan. Ia maklum anaknya yang satu ini memang cengeng dan agak manja. Untuk itulah ia mengirimnya ke pesantren ini. Ia ingin anaknya itu bisa mandiri dan juga melupakan sikap kekanak kanakannya. Dikecupnya puncak kepala gadis berhijab itu.

"Gempi nggak mau tinggal disini yah.. Gempi maunya sama ayah sama bunda.."
Ucapnya disela sela tangisannya.

"Sama abang nggak?"
Hamdan nenyeletuk saat telinganya tak mendengar namanya disebut.

"Nggak abang jahat soalnya yah.."
Gempi berujar pelan suaranya teredam oleh dada sang ayah.

"APA?"

hamdan berteriak nyaring. Matanya menatap tajam sang adik menuntut penjelasan lebih lanjut soal dirinya yang tak mau tinggal bersamanya. Enak aja dia dibilang jahat.

"Ayaah...."
Gempi merengek mencoba mendapatkan pembelaan dari sang ayah.

"Abang udah diem. Kenapa nggak mau disini dek? Disini kan nanti juga banyak teman. Adek sudah besar kan? Sudah bisa makan sama mandi sendiri bukan? Lantas kenapa adek kayak anak kecil begini? Ayah nggak suka ya dek kalau kamu kayak gini terus."

KAULAH IMAMKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang