2. Si Gadis Cengeng

129 5 0
                                    

"Ck.. Cengeng banget tu anak."
Gema mendecih pelan. Saat matanya tak sengaja melihat seorang gadis yang tengah menangis dipelukan pria paruh baya yang sudah pasti ayah si gadis.

"Lihat apaan sih?"
Genta yang mendengar celetukan adiknya tak tahan untuk tak bertanya.

"Itu lo bang. Udah gede tapi nangisnya kayak anak kecil."
Genta yang mendengarnya pun sontak mengalihkan pandangannya kearah gadis yang tengah menangis sambil menghentakan kakinya persis seperti bocah. Tak sadar ia pun tersenyum walaupun tipis sekali.

"Udah jangan dilihatin terus. Ntar naksir lagi."

Gema melotot tak terima dengan ucapan abangnya. Dia suka dengan bocah Tk itu?? Mustahil.

"Gila. Ya nggak lah. Selera adikmu ini setara dengan yoona ama joon jihyun."

"Astagfirullah dek, kamu sukanya kok sama yang begituan sih. Lebih baik gadis itu dari pada yuna yuna atau apalah. Setidaknya gadis yang kamu bilang cengeng itu menutupi auratnya. Lah si yuna? Pakai pakaian yang kurang bahan joget joget gak jelas. Itu yang kamu maksud lebih baik ha??"

Ucap Genta seraya mengelus dada nya berkali kali. Inilah alasannya mengapa ia dan kedua orang tuanya memasukkan Gema ke pesantren kilat ini. Agar kelakuan Gema yang kadang sering melanggar agama bisa hilang. Gema adalah putra bungsu di keluarga atmaja. Ia sebenarnya anak yang penurut namun karena pengaruh teman temannya ia menjadi sedikit tak terkendali. Suka nongkrong, sholat bolong bolong, dan paling parahnya ia adalah k-popers. Entahlah bagaimana bisa Gema menyukai gadis gadis cantik nan sexy asal negeri gingseng itu.

"Yaelah bang. Ntu pan terserah mereka. Lagian gua cuma suka aja kok bang. Mana mau mereka ama gua?"
Gema memberi alasan.

"Syukurlah kalau nyadar."

Gema memutar bola matanya malas. Perkataan abangnya barusan seperti menyindirnya. Emangnya muka gua sejelek itu ya.

Tak lama kemudian Ningrum sang mama datang kearah mereka. Gema dan Genta bergantian menyalami tangan wanita paruh baya tersebut.

"Mama. Udah selesai administrasinya??" tanya Genta yang diangguki sang mama.
"Iya mulai hari ini Gema sudah bisa tinggal disini sampai 1 bulan kedepan. Kalian sudah sholat dzuhur?"

"Sudah ma. Kita sudah sholat tadi."

"Yaudah tungguin mama sholat dulu ya. Gema langsung masuk aja ke asrama putra. Disana sudah ditungguin sama uztad mahmud"

"Ntar aja ma nungguin mama selesai sholat dulu." jawab Gema

Gema dan mamanya berjalan kearah masjid yang terletak di sisi kanan pesantren, sedangkan Genta lebih memilih menunggu mamanya diparkiran.

"Mama sholat dulu ya."
ujar mamanya seraya masuk kedalam masjid.
Gema mengangguk kemudian ia mendudukan tubuhnya di undakan masjid. Ia melihat sekelilingnya. Pesantren ini sangat besar. Ia juga melihat para santri berlalu lalang didepannya. Mungkin diantara mereka ada santri kilat sama seperti dirinya.

"Hahh.."
Gema menghela nafas panjang. Ia sungguh tak menyangka mamanya akan tega memasukannya ke pesantren ini. Yah walau hanya sebulan tapi kan tetap saja. Ia merasa tak bebas. Ia rindu kamarnya.
Sebenarnya ia merasa tak perlu mengikuti pesantren kilat ini. Ia taat kok sama agamanya. Yah walau kadang kadang suka bolong sholatnya terutama saat shubuh.
Tapi kan nggak perlu sampai masuk kesini kan?

Tiba tiba matanya menangkap basah seorang gadis yang tengah menatapnya. Bukannya dia gadis cengeng itu?

"Ngapain dia natap gua sampai segitunya? Iya gua tau gua ganteng. Nasib jadi orang ganteng mah gini ya. Jadi pusat perhatian terooos."
Ucap Gema dengan kadar kenarsisan yang tinggi.

KAULAH IMAMKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang