Collide: 03 - scar, pain & past;

345 35 4
                                    

CHAPTER 02


Ana memandang kosong kearah lingkungan asri yang menjadi pemandangannya dalam beberapa menit terakhir, seluruh badannya sakit dan sakit kepala yang dirasakannya semakin menyiksanya karena ia terlalu memaksakan dirinya. Taman Surajaya merupakan tempat pelarian yang pertama kali muncul di dalam otaknya ketika ia memutuskan untuk mengambil jeda istirahat dari segala hal yang terjadi dalam hidupnya. Beberapa saat setelahnya akhirnya Ana menghembuskan nafas pelan sambil menutup matanya menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya membawa aroma daun dan taman yang tanpa sadar membuat badannya menjadi lebih santai. Suasana yang sangat ia sukai untuk mengisi hari liburnya dari kerjaan dan kuliahnya yang bisa diitung jari karena padetnya kegiatan yang ia miliki bahkan untuk berpartisipasi dengan kegiatan yang ada di kampusnya saja ia tidak bisa. Jam tangannya sudah menunjukkan pukul setengah 5 sore, Ana terbiasa melakukan olahraga di sore hari karena beberapa faktor yang diantaranya suasana sore hari lebih membuatnya nyaman dengan lingkungan sekitar dan taman yang selalu menjadi tempatnya berolahraga selalu ramai dengan beberapa pasangan yang lanjut usia baik itu untuk berolahraga atau untuk menikmati suasana sore hari atau beberapa keluarga yang membawa anak kecilnya untuk bermain di taman pada saat sore hari. Pemandangan yang selalu membuat hati Ana menjadi lebih tenang. Suatu kegiatan yang mau seberapa banyak apapun Ana berdoa kepada Tuhan, sebanyak apapun Ana berusaha ia tidak akan pernah merasakan hal tersebut. Hal itu membuat Ana menghembuskan nafas pelan sambil membuka matanya perlahan menatap sosok yang dihadapannya dengan tatapan kosong.

"Gue tau lo pasti disini"

Mendengarnya hanya membuat Ana tertawa pelan dan menggelengkan kepalanya melihat sosok dihadapannya yang hanya bermodalkan kaos lengan pendek yang memudar warnanya karena terlalu sering dipakai dan celana pendek boxer yang juga berhiaskan sendal jepit swallow yang menghiasi kakinya yang berbulu lebat membuatnya semakin menggelengkan kepalanya heran. Cuma sahabatnya ini yang bisa-bisanya keluar rumah dengan pakaian sesantai ini tanpa peduli dengan pandangan tidak percaya dari ibu-ibu yang ada di sekitar mereka.

"Dan, lo pasti denger dari Bi Inah?" tebak Ana sambil menyenderkan punggungnya ke bangku taman dan memandang heran kearah lawan bicaranya yang hanya mengangkat bahunya acuh tidak acuh sambil memutar bola matanya.

"Iyalah, cuma gue yang peduli jijik sama lo sampe nyamperin lo kesini dengan kegembelan gue nyet" balas lawan bicaranya dengan penuh nada sarkasme yang kental dalam setiap kalimatnya membuat Ana semakin tertawa mendengarnya. Hanya seorang Eja yang bisa membuatnya tertawa hanya dengan kalimat sarkasmenya. Hanya seorang Eja yang bisa ngebuat Ana ketawa walaupun disaat yang bener-bener ancur buatnya. Hanya seorang Eja yang selalu ada di sisinya sejak 15 tahun yang lalu. Hanya seorang Eja yang selalu ngelindunginya dari seluruh celaan anak-anak lain. Hanya seorang Eja yang walaupun kadang ngebuat Ana kesel mampus sampai rasanya ingin nenggelemin tapi, selalu tau apa yang terbaik buat Ana. Hanya seorang Eja yang lebih peduli sama cara berpakaian dan kelakuan Ana selama ini. Hanya seorang Fahreza Putra Nanda yang bisa.

"Kenapa lo senyum-senyum? makin sinting ya lo gara-gara tekanan dunia ini?" ucap Reza heran sambil melipat tangannya di depan dadanya sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Lo sahabat gue teraneh Ja" balas Ana di sela tawanya membuat Reza ikutan tersenyum dibuatnya, akhirnya ia memutuskan untuk duduk di sampingnya. Suasana sore ini tidak terlalu panas dan penuh dengan semilir angin membuat Reza menghembuskan nafasnya pelan. Dalam diam mereka melihat suasana diantara mereka dengan seluruh kegiatan yang tiada hentinya, tesentak kaget karena anak kecil yang tiba-tiba jatuh saat berlari dan membuat ibu dari anak tersebut tertawa melihatnya sambil memeluk anak kecil tersebut untuk menenangkannya hingga tertawa ngakak ngeliat kelakuan satu anak kecil yang tiba-tiba melorotkan celana panjangnya di tengah jalan sambil berlari membuat pantat kecil montoknya itu terlihat di muka umum. Beberapa saat kemudian tawa mereka mereda dan mereka kembali diselimuti oleh keheningan yang nyaman, hanya aktivitas di sekeliling mereka dan suara angin dan beberapa pemusik jalanan yang mewarnai keindahan sore itu tanpa gadget yang ada di tangan dan tingkah laku anak jaman sekarang yang kemana-mana harus menggunakan gadgetnya. Inilah salah satu alasan kenapa Ana sangat menyukai keberadaan Reza disisinya, ia bukan orang yang selalu mempertanyakan segalanya dan menikmati suasana yang ada di sekitarnya tanpa perlu banyak berbicara.

C O L L I D ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang