Aku menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnya ingin rasanya aku mengumpat kasar kepada laki-laki yang ada di depanku, tapi demi Tuhan aku tidak berani melakukannya. Bagaimana pun juga aku sangat menghormati dia sebagai pasanganku. Aku pun tidak ingin membuat dia malu di depan umum hanya karena aku menangis.
Bibirku mulai kelu rasanya jika satu kata saja keluar dari mulutku air mata ini akan menganak sungai membasahi pipiku yang perona warna pink nya sudah luntur sejak tadi siang. Aku masih diam dan entah apalagi yang harus aku katakan kepadanya. Aku ingin berteriak bahwa dia tidak bisa melakukan hal itu. Bagaimana pun dua orang yang sedang menjalani komitmen untuk bersama harus setuju untuk saling memberi batas.
Dia memegang tanganku. Lalu mengajakku untuk pulang. Aku sedikit menolak namun aku tidak berdaya untuk tidak mengikuti ajakannya. Aku mengikutinya dari belakang dan pikiranku melayang-layang.
"Berhenti," kataku.
"Kenapa?" tanya dia.
"Aku cemburu!"
"Yaelah," katanya sambil melepaskan pegangannya.
Aku menelan ludah tanda kecewa. Bahkan ternyata dia pun tidak mau tahu kalau aku sedang cemburu.
YOU ARE READING
Yang Tidak Pernah Kau Pahami Ketika Aku Cemburu
RomanceCemburu itu bikin mules. Mood yang bagus bisa jadi berantakan gara-gara cemburu. Bagi sebagian orang, poto berdua itu wajar, tapi ada juga yang bilang engga wajar. Why? Potonya deket banget, sampai kayak pengen deket-deketan banget. Selain itu, ada...