BAB IV

3.4K 199 27
                                    

Sesampainya di rumah ketika menjelang malam, Sandi memapah Noval masuk kedalam rumah karena mengingat kondisi Noval yang sebenarnya belum terlalu baik. Noval bersikeras ingin pulang walaupun Sandi telah melarangnya.

"Kak.. aku bisa jalan sendiri"

"Noval, tolong biarin kakak nebus rasa bersalah kakak. Kakak nggak mau kamu kenapa-napa"

"Tapi aku bener-bener udah nggak papa.. aku janji bakal minum obatnya kok" ucap noval tersenyum.

Setelah masuk ke dalam rumah, ternyata sang Papa sudah pulang bekerja dan sedang duduk di sofa ruang tamu.

"Dari mana kalian? Sandi.. kenapa kamu pegang-pegang anak itu?" Tanya Papa dingin.

"Pa.. Noval sakit, apa salahnya aku nolongin adek aku sendiri?"

"Halah.. paling dia cuma pura-pura, apa anak kayak gitu pantes kamu anggap adik?"

"Pa.. noval itu adek aku, dan sampai kapan pun dia akan tetap jadi adek aku. Dan aku nyesel udah pernah nggak nganggep adek sebaik dia"

Kening papa mengeryit bingung. Sebenarnya apa yang telah noval lakukan sampai-sampai sandi berbicara seperti itu dengannya. Dia kemudian menghampiri Noval yang sedari tadi terdiam dalam rangkulan Sandi.

"Heh.. apa yang telah kamu lakukan pada anak saya, sampai dia berbicara seperti itu. Jangan coba-coba menghasut ya" ucap Papa sambil menarik lengan Noval.

"Shh.. Maaf pa, tapi Noval..."

"Pa.. papa apaan sih, Noval nggak menghasut aku sama sekali"

"Jadi sekarang kamu mau bela dia? Iya?" Ucap papa dengan amarah.

"Pa, aku harap papa sadar kalau Noval itu nggak pernah salah. Dan aku juga berharap Papa masih punya waktu buat nglakuin itu semua, sebelum papa menyesal. Yuk dek" ucap Sandi tegas sambil menuntun adeknya masuk kamar.

"Sandi.. sandi.. dengerin papa" teriak Papa keras, tapi tidak dipedulikan sama sekali.

Sesampai di dalam kamar Noval, Sandi membaringkan tubuh Noval agar beristirahat. Ketika Sandi hendak pergi, ia menatap wajah adiknya. Noval terlihat masih sedih dengan ucapan Papa tadi.

"Val.. kamu nggak usah mikirin ucapan Papa tadi ya. Papa cuma belum sadar aja kalau ada anaknya disini yang masih butuh kasih sayangnya"

Noval tersenyum.
"Nggak pa-pa kak, aku bakal sabar nunggu Papa sampai Papa tahu ada aku disini yang masih butuh Papa" mata Noval berkaca-kaca.

Bukan berarti dia laki-laki, lalu dia tidak boleh menangis. Bahkan jika seorang laki-laki menangis itu tandanya ia telah benar-benar terluka di hatinya.

"Kamu yang sabar ya, pokoknya sekarang kamu mikirin kesehatan kamu aja. Jangan mikir macam-macam karena itu bakal memperburuk keadaan kamu dan Kakak nggak mau itu" Sandi benar-benar tidak tega melihat Noval seperti itu.

"Kak tapi aku mohon jangan bilang Papa kalau aku sakit" mohon Noval

"Tapi Papa harus tau keadaan kamu, biar Papa nggak kayak gini"

"Aku mohon kak, aku nggak mau Papa maafin aku cuma karena aku mau mati" ucap Noval memalingkan mukanya.

"Ya udah, Kakak nggak akan bilang sama Papa. Tapi kamu harus janji minum obatnya teratur dan jalanin pengobatan"

"Iya kak.. pasti" jawab Noval mantap.

"Ya udah kamu tidur, kakak juga capek mau mandi dulu terus tidur.."
"Oh iya, besuk pagi berangkat bareng ya.. nggak ada bantahan oke" ucap Sandi sambil menutup pintu.

Lihatlah AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang