[19] Orang Tua

381 45 8
                                    

"Can we meet?" kata seorang perempuan dibalik telepon. "Dimana?" tanya Jiyong.

"Distromu? Atau studioku?"

"Ya sudah. Di kantorku aja. Mau ketemu kapan?" tanya Jiyong sambil meneliti berkas- berkas.

"Nanti habis makan siang aku kesitu. Yong,tolong sampaikan maafku sama Sandara eonnie, ya?"

Tangan Jiyong terhenti. Nama Sandara mengingatkannya pada peristiwa di apartemennya kemarin. Ngomong- ngomong, Sandara sudah makan belum, ya?

"Yong, kamu masih di situ, kan?"

Jiyong tersadar dari lamunannya, "Iya, nanti aku bilang ke Sandara noona."

"Oke, thanks. See you."

Setelah telepon dimatikan, Jiyong langsung membuka SNSnya dan melihat ke akun milik Sandara. Wanita itu tidak online sejak tadi malam, artinya handphonenya mati sejak kemarin malam. Lalu kemana dia pergi? Apakah dia sampai dirumah dengan selamat?

Tunggu. Kenapa Jiyong memikirkan Sandara lagi? Bukankah tadi malam dia sudah mencampakan Sandara? Atau malah Jiyong yang dicampakan oleh Sandara?

Pemikiran itu membuat Jiyong stress lagi. Dia menuangkan anggur kedalam gelas ke delapannya.

Pintu terbuka, Jennie dan Jisoo terlihat shock karena ruangan bos mereka yang seperti kapal pecah. Kaleng bir berserakan, map menumpuk diujung ruangan, dua botol anggur sudah kosong.

"Bang Jiyong?!" Jennie langsung menyeruak masuk ke dalam menghampiri bosnya itu, sedangkan Jisoo memanggil Taeyang dan Seungri supaya bisa memegangi bos mereka kalau kalau dia mengamuk.

"Bang Jiyong kalau ada masalah cerita sama kita aja. Jangan dipendam sendirian begini. Kita juga nggak lihat bang Jiyong datang tadi pagi, datangnya tadi malam, ya?" tanya Jennie sambil membereskan kekacauan disana.

Jisoo masuk dengan diikuti anak distro yang lainnya minus Daesung karena dia baru menjaga toko. Seungri dan Jisoo langsung membantu Jennie sementara Lisa memberikan paper bag, "Bang Jiyong mandi dulu sana."

Jiyong menerima paperbag itu lalu berjalan ke arah kamar mandi. Lisa menghela napas lelah. Baru sekali ini dia melihat Jiyong sekacau ini. Bahkan, ketika sahabatnya harus pergi ke Australia dan meninggal dalam kecelakaan pesawat, dia tidak sekacau ini.

"Untung aja, gue punya orang tua yang ngerti segala keputusan gue," kata Seungri pelan. Karyawan distro lainnya jadi merenung akibat perkataan Seungri tadi. Apakah mereka sudah begitu bersyukur memiliki orang tua yang selalu mendukung keputusan anaknya? Yang sekalipun tidak pernah mengeluh karena harus bekerja untuk membiayai kuliah anaknya, yang tidak pernah menyesal karena harus membesarkan seorang malaikat titipan Tuhan.

Rose tidak sadar menitikan air mata. Dialah anak yang paling membangkang dari semua saudaranya. Jarang masuk kuliah, tidak pernah menghabiskan bekal dari ibunya, hal- hal sekecil itu pasti menyakiti orang tuanya. Rose menyesal untuk itu.

Jiyong keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Bau alkohol tidak begitu kuat lagi. Lisa mengulurkan sebuah tas bekal, "Bang, ini ada titipan dari nyonya. Dimakan, ya, bang."

"Taruh situ aja, Lis," kata Jiyong sambil menunjuk meja kerjannya. "Kalau begitu, kami permisi dulu, ya, bang," pamit Lisa dan para karyawan sebelum keluar dari ruangan Jiyong. Tapi, Rose tidak keluar dari ruangan itu. Dia membuka tas bekal lalu menyusun bekal itu ke atas meja.

"Abang boleh marah sama gue habis ini. Tapi, abang nggak punya waktu untuk marah sama orang tua, soalnya waktu itu terbatas. Kalau abang marah sama orang tua, berarti abang mengurangi waktu untuk bersyukur diberi orang tua yang masih mau memasakkan sup kerang ini untuk abang. Udah, ya, bang. Gue keluar dulu," kata Rose sebelum menutup pintu.

Jiyong diam saja. Lalu dia mengambil sumpit dan mulai makan dengan air mata yang mulai menetes pelan di pipinya, membayangkan eommanya yang mungkin terluka ketika memasak bekal untuknya.

Why gue cry waktu nulis ini? 😭. Serius, gue inget betapa mengecewakannya gue selama ini 😭. Untuk papa mama saranghaeyo! ❤❤❤

Effortless ✘ DaragonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang