Beberapa hari ini ga ketemu Mas Bowo. Pas berangkat sekolah, orangnya sudah pergi. Kalau sore, aku sibuk banyak PR di rumah. Komik yang udah selesai kubaca juga belum sempat kukembalikan. Dan selama di rumah itu jadi sering mikirin kegiatan ngocok yang diceritakan Heru. Aku jadi nginget-nginget cowok-cowok dan bapak-bapak di sini. Kira-kira mereka suka ngocok ga ya. Mas Hendro bengkel di depan SMP, yang kalau benerin motor suka pake celana jeans doang tapi agak melorot sampe kelihatan full perut yang buncit tapi nampak kencang dan ada coretan oli. Mas Kunto, Mas Sapto, Mas Denny, dan Mas Tyo, montir dan teman-temannya yang suka nongkrong di bengkel. Atau bapak-bapak yang suka begadang di pos. Kalo malem trus sange gimana ya. Tiba-tiba aku malah inget almarhum bapakku sendiri. Dulu kan kepala desa, pasti bergaul sama orang-orang sini. Eh dulu bapak sendiri suka ngocok ga ya. Tiba-tiba terlintas bapak 1 tahun lalu saat masih sehat. Aku sering lihat bapak di ruang teras, nonton TV, benerin kamar mandi. Ga ada yang aneh-aneh. Pas SD udah disuruh tidur sendiri.
Malam itu Ibu minta diantar ke kelurahan ketemu Pak Broto yang dulunya asisten bapak, sekarang lagi diserahin tugas benerin gedung kelurahan. Pak Broto ini sendiri alias duda jadi ga ada yang bantuin ngurusin konsumsi para tukang. Karena Pak Broto dekat dengan keluarga kami, Ibu bantuin bawain kue-kue dan teh hangat. Ada truk datang langsung disambut Pak Hendro. Truknya Pak Pandi!
Mas Bowo keluar. Sedangkan Pak Pandi mengemudi mesin agar bak truk terangkat. Pasir-pasir itu ditumpahkan, lalu dibantu para tukang sampai selesai. Sambil menunggu para tukang selesai, Pak Pandi, Mas Bowo dan Mas Sulton istirahat di salah satu ruangan yang masih setengah jadi. Ibu nyuruh aku bawain kue dan teh ke mereka. Aku ga bakal nolak. Udah lama ga ketemu Mas Bowo.
Ruangannya agak jauh dari tempat truk dan pasir, serta para tukang yang lagi diawasi Pak Broto dan Ibu. Pak Pandi dan Mas Sulton lagi duduk di atas kertas kardus bekas lemari es. Kalo Mas Bowo duduk di karung putih bekas beras.
"Eh Ton kamu di sini to," Mas Bowo ga nyangka.
"Tadi nganter Ibu, Mas." Aku memilih duduk di sebelahnya yang langsung disambut tangan Mas Bowo memegangi bahuku.
"Jadi kayak adikmu ya Wo," canda Pak Pandi ke Mas Bowo.
"Hehe iyo Pak."
"Udah punya pacar belum Ton?"
Aku cuma senyum. Bukan topik yang menarik untuk kubahas.
Mas Bowo menaruh tehnya, "Jangan ditanya gitu Pak nanti malu." Dia tersenyum melihatku seolah mau mengecek apa aku malu beneran.
"Tapi kalo manuk (burung) udah ngerti belum?" Pak Pandi dan Mas Sulton ketawa keras seolah itu sangat lucu. Aku ga paham dan mereka berdua asyik ngobrol samar-samar karena Mas Bowo bisik-bisik, "Nanti nginep ya Ton. Besok kan Minggu, aku juga libur, kita sepedaan besok subuh-subuh."
"Mau Mas," langsung kuterima.
Untung Ibuku mengizinkan, nanti dia akan diantar Pak Broto. Begitu pasirnya selesai, aku ikut truk. Pak Pandi yang nyetir sedangkan Mas Sulton duduk di sebelahnya. Aku dan Mas Bowo duduk di bak truk.
"Udah lama ga lihat Mas Bowo."
"Ho'oh. Nyariin ga?"
Aku tersipu malu. Yang membuat kami begitu dekat adalah kami sudah sering bersama sejak aku kelas 1 SD dan dia 3 SMP. Aku anak tunggal. Bapak dulu jarang ada waktu, temanku main ya cuma Mas Bowo. Apalagi sejak Mas Bowo nyopiri bapak kemana-mana. Mas Bowo dulu STM jurusan otomotif jadi ngerti mobil. Tapi ga tamat, putus di kelas 2 langsung diambil bapak jadi sopir. Itu aku kelas 3 SD. Jadilah Mas Bowo setiap hari di rumah, kadang nyuci mobil, benerin mesin, atau cuma manasin mobil. Udah kayak rumahnya. Sering nginep juga tapi lebih milih tidur ruang tamu. Tapi kadang aku juga nyusul tidur di sebelahnya. Kalau ga ada, aku pasti nyariin.
"Iya Mas."Jujur aku masih suka nyariin bahkan di umur segede ini.
Dia ketawa.
"Mas," aku jadi serius. "Malam pas aku megangin kontol Mas Bowo itu, sampean ngocok ya?"
"Haha lha kamu kira apa Ton?""Katanya karena gatal Mas."
"Ya sorry Ton. Ga niat coli pakai tanganmu, tapi megang-megang terus aku jadi pengen dan keenakan."
"Ga apa-apa Mas," kupotong sebelum dia mulai merasa bersalah. "Aku emang suka megangin kontol Mas Bowo. Kalau sampe coli ya ga apa-apa."
"Bener? Lha kamu tau itu coli dari mana?"
"Heru, Mas."
Truk berhenti. Kami sampai di garasi truk Pak Pandi. Kami semua masuk dan Pak Pandi langsung rebahan. Dia ini badannya gede tapi ga membentuk lekukan otot-otot, tapi bukan banyak lemak juga. Dia melepas kaosnya dan menggelepar lagi. Perutnya membusung tapi bukan buncit. Susunya juga gede.
Pak Pandi kini duduk bersila, "Sul piye enak ra?"
"Apane Pak?"
"Lah pura-pura. Sama Devi wingi."
Sulton, yang baru menikahi Devi seminggu yang lalu, malu-malu. "Yo enak ae Pak."
"Aku wingi dicedhaki cah enom ayu. Utami jenenge. Cae njaluk nomerku to. Jare ameh hubungi nek pengen tuku wedi." (aku didekati cewek cantik, Utami, minta nomerku modus mau beli pasir)
"Semok ra Pak?" (Seksi ga Pak?"
"Beh ra trimo semok. Susunya putih, gede, montok.""Njuk piye Pak?"
"Yo ku ajak ketemuan. Alasanku cari pembeli tapi ketemuan neng pinggir kali. Awale kok ndemoki dadaku trus pupuku. Tak demokne kontolku kok yo gelem." (awalnya pegang dada, paha, dikasih kontol juga mau).
Sulton hanya senyum-senyum.
"Kenthu neng jero bak truk. Susune tak remponi, tak emuti, tak jilati penthile. Memek e tak jilati, tak sogoki. Pas tak leboni kontolku, cae mringis-mringis. Jarene enak. Tak terusne. Tak kawin sampe ganti-ganti posisi. Sampe setengah jam trus metu crott crott. Kontolku dijilati sak pejuh e. Beh asuu enak pol!" (ngentot di bak truk, kuremas, kujilati, memek ku sodok, kumasukin dia nyeringai, katanya enak kuterusin, sampe ganti posisi, setengah jam trus keluar crott...)
Pak Pandi jadi megang kontolnya yang membesar. "Asu aku ngaceng.."
"Dikekne Utami wae Pak hahaha," seru Sulton. (dikasih utami aja pak)
"Yang tadi jangan kasih tau siapa-siapa. Apalagi istriku. Ngamuk nanti." Pak Pandi melihat kami bertiga bergantian.
"Kamu paham ceritaku tadi ga Ton?"
Aku menggeleng.
"Loh udah pernah coli belum to?"
"Belum Pak."
"Aku dulu seusiamu aja udah kenthu sama pacarku." Dia berdiri melepas celananya. Kontolnya tidak begitu panjang tapi gemuk berisi. "Mau coli dulu. Biar gini tapi tahan lama." Katanya bangga sambil memegang kontolnya dan masuk ke bilik tanpa pintu. Dia membuka kran di depannya dan air terpancar dari atas. Semacam shower.
Sulton ikut masuk. Mereka mandi bergantian. Saling menggosok punggung yang lain dengan sabun. Lalu menyabuni tubuh masing-masing. Tangan Pak Pandi berhenti di kontolnya sambil nyanyi-nyanyi, "Utami..Uta...mi..Utamiii....ayo sini, ayo coli. Ayo kenthu saiki..." sambil coli. Menantang Sulton siapa yang tahan lama.
Emang Pak Pandi mesum pikirku. Sulton hanya mandi. "Aku kenthu sama Devi aja Pak lebih enak. Bisa jilatin susunya." Tak lama Sulton pamit pulang. Kamar mandinya hanya bisa diisi 2 orang. Mas Bowo yang sedari tadi ga angkat bicara, kini ikutan masuk mandi dengan masih memakai celana lusuhnya.
"Ayo coli Ton. Kuat mana, haha," seru Pak Pandi, sambil terus ngocok nikmat. "Ayo Ton sekalian rame-rame. Mas Bowo mu juga udah biasa coli rame-rame gini."
"Belum pernah Pak, belum bisa." Jadi Mas Bowo biasa coli rame-rame.
"Wo, ajarin adikmu coli itu. Coli tiap hari tapi adikmu malah ga pernah."
"Biar sendiri aja Pak."
Pak Pandi sudah tidak memperhatikan lagi. Lututnya menekuk sehingga lebih pendek. Bibirnya kayak komat-kamit dan kocokannya makin cepat.
Dan uh uh ah CROTT CROTTTT
Badannya yang gempal terguyur oleh air kran dari atas, membersihkan busa sabun dan pejuh di kontolnya. Lalu pakai baju dan pamit pulang.
rg
KAMU SEDANG MEMBACA
Toni dan Mas Bowo
RomanceCerita tentang anak SMP, tentang coli, tentang seks, tentang sesama jenis diselipi lawan jenis.