Halo! Maaf ya baru bisa update sekarang...
Inggris, musim semi.
"Jadi, sudah ada ide untuk liburan kita selanjutnya?" tanya Hazel, menaruh tas-tas belanjanya di samping kanan dan kiri kursi tempatnya duduk. Gadis itu baru saja datang, setelah hampir satu jam lamanya terlambat dari waktu janjian yang sudah disepakati.
Chrissy menatap jengah ke arah Hazel yang sama sekali tidak merasa bersalah, kemudian berpindah pada tumpukan tas-tas belanja yang dibawanya. "Tunggu sampai Helen melihat tagihan kartu kreditmu."
"Kalau begitu jangan sampai dia melihatnya," ujar Hazel, mengangkat bahunya tak acuh. "Aku berbakat dalam menyembunyikan beberapa hal-setidaknya untuk beberapa lama, sampai saatnya nanti ketahuan dia tidak terlalu marah padaku."
Chrissy menggeleng tidak habis pikir. "Berterima kasihlah karena aku baik hati. Kalau tidak, aku pasti sudah merekam percakapan ini dan mengirimnya langsung ke emailnya."
Hazel menunjukkan wajah berpura-pura takut yang sedikit dilebih-lebihkan. "Oh, ya ampun...aku mohon Chrissy-ku yang cantik...jangan lakukan itu padaku." Ia mengerjap-ngerjapkan matanya, manja.
Chrissy menghela napas muak melihat Hazel. "Hentikan kedipan bulu matamu itu. Kau mengingatkanku pada seseorang yang menyebalkan yang sangat ingin kuhajar kemarin malam di depan kelab."
"Apa aku tidak salah dengar? Kau-pergi-ke kelab?" Hazel yang baru saja hendak memainkan ponselnya, langsung membatalkan keinginannya dan berpaling pada sepupunya lagi. "Apa yang merasukimu sampai-sampai kau mau pergi ke kelab? Bukankah itu bertentangan dengan peraturan Paman?"
"Dia tiba-tiba membiarkan aku pergi," jawab Chrissy cepat. "Mungkin karena Liam juga akan ada di sana."
"Oh, Tuhan-kau benar-benar menerima perjodohan itu?"
"Menurutmu? Kau tahu benar tidak ada kata penolakan untuk apapun yang diinginkan Daddy..." Chrissy menopang dagunya dengan tangan kanan yang ditanamkan di atas meja berbentuk persegi, tempat mereka berbincang sekarang, "...bahkan Mom sudah menyerah."
"Well, as long as he's hot as hell so that he could burn you up in bed, you better take this as a wonderful gift," saut Hazel, seraya menjilat bibir bawahnya. Membayangkan pria tampan yang seksi, selalu jadi hal menyenangkan untuknya.
"Kalau begitu, kau saja yang dijodohkan dengannya," timpal Chrissy, kesal.
Kedua mata Hazel membulat girang, "Jadi dia benar-benar tampan dan hot?"
Chrissy melengos pasrah, "Kalau itu yang kau sebut tampan dan hot. Ku pikir aku sudah menunjukkan fotonya padamu..."
Hazel tertawa kering, "Sepertinya sudah. Tapi, memoriku memiliki kapasitas terbatas untuk mengingat semua wajah pria yang dilihat oleh mataku."
Chrissy menyentilkan jarinya tepat di bibir Hazel. "Hentikan ocehanmu yang sama sekali tidak membantu menenangkanku," ujarnya. "Kurangi intensitasmu bermain-main dengan mereka. Kau tidak akan bisa tertawa sesenang ini lagi kalau nanti sesuatu yang buruk menimpamu. Akhir-akhir ini banyak terjadi kasus pembunuhan wanita yang sering memainkan hati pria."
"Ah....Si Bijak Chrissy yang sedang dirundung kebingungan karena dijodohkan tiba-tiba mengapung ke permukaan." Hazel tertawa mengejek, sambil memainkan tangannya seperti sesuatu yang mengapung dan muncul.
Chrissy mengambil satu botol sampanye dari ember kecil berisi es, yang diletakkan di tengah-tengah meja, lalu membuka botol itu dan menuangnya ke masing-masing gelas mereka berdua.
"Aku memutuskan untuk mencoba berkenalan lebih dekat dengan pria itu," ujar Chrissy, seraya mengambil gelasnya yang sudah terisi, lalu mulai meminumnya. "Daddy bilang, aku berhak memutuskan pertunangan itu jika aku tidak menemukan kecocokan di antara kami berdua."
"Haha, tipikal wanita yang tidak berpikir panjang. Apa kau pernah membaca artikel-artikel tentang mereka yang menikah karena dijodohkan?" tanya Hazel. "Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya memilih bercerai, karena jatuh cinta dengan orang lain."
"Yah...." Chrissy terlihat berpikir. "Kalau aku merasa cocok dengan pemuda itu, kenapa aku bisa menemukan alasan untuk jatuh cinta pada orang lain?"
"Jangan terlalu yakin, Chrissy," saut Hazel. "Kau tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di hari esok," lanjutnya. "Apa kau tidak lelah dengan kehidupanmu yang hampir seluruhnya ditentukan oleh Paman Aram?" tanya Hazel lagi. "Kau sudah berumur 21 tahun, demi Tuhan! Ini saatnya kau menentukan langkahmu sendiri, bukannya pasrah dan menerima keputusan Paman hanya karena Bibi Nath tidak bisa membantumu."
Chrissy menghela napas frustrasi. "Memangnya aku bisa menentang dengan cara apa jika ia mengancam akan mengambil semua fasilitas dan menutup semua akses pentingku. Itu sama saja aku memilih masuk ke dalam penjara. Daddy orang yang keras. Tidak ada cara lain selain menuruti keinginannya, lagipula...dia memberiku jaminan jika pemuda itu memang tidak cocok denganku."
"Kapan kalian akan bertemu?" tanya Hazel. "Makan malam bersama kedua keluarga, atau dia akan menjemputmu dan mengajakmu berkencan?"
Chrissy menuang sampanye ke dalam gelasnya lagi. "Daddy bilang, aku akan mewakili Daddy ke undangan pernikahan salah satu anak rekan bisnisnya. Orang itu akan menemaniku. Menjemput, menjaga, dan mengantarku pulang dengan selamat."
"Sungguh tipikal Keluarga Alford yang selalu cemas setiap saat," Hazel tersenyum miring. "Aku merasakan itu dari si Nenek Penyihir pirang itu."
"Again, Haze...jangan sampai Helen mendengar ini." Chrissy tertawa. "Ah, aku sungguh-sungguh iri melihat Luke yang tidak pernah memaksakan kehendaknya padamu."
"Semua orang tua memiliki cara mereka masing-masing dalam mendidik anak, Sy." Hazel menyahuti cepat, kemudian mengangkat gelasnya tinggi ke udara, mengajak bersulang. "Berjanjilah padaku kau tidak akan langsung menikah dalam kurun waktu satu minggu."
Chrissy memutar bola matanya, "Tentu saja tidak, Bodoh." Gadis itu kemudian ikut mengangkat tangannya, dan mulai bersulang. "Hari ini aku yang traktir-pastikan saja aku tidak terlihat terlalu mabuk saat pulang nanti, Haze," katanya, yang segera mendapat anggukan senang dari Hazel.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROSECUTION (His Obsession's Sequel)
RomanceSetelah sekian lama selalu berperan menjadi anak baik, akhirnya tibalah waktunya bagi Chrissy Alford untuk memberontak. Semua ini dimulai sejak ia mengenal Benjamin Clayton, Ben, pengacara tampan yang sebelumnya tidak pernah Chrissy sadari kehadiran...