Empat tahun kemudian, London.
"Aku benci udara malam." Chrissy memeluk tubuhnya sendiri. Giginya sedikit bergemeletuk, menimbulkan bebunyian kecil. "Apa kau sudah berhasil menemukan undangannya?" tanya Chrissy, pada Liam yang sedang mengobrak-abrik isi map biru yang diletakkan di kursi belakang.
"Aku ingat aku menaruhnya di sini—ah! Ini dia!"
"Puji Tuhan!" Chrissy melemparkan kedua tangannya ke udara. "Aku hampir saja mati kedinginan," katanya, berjalan memutari setengah mobil menuju Liam yang baru saja mengunci mobilnya.
Liam memasukkan kunci mobil ke saku celananya, sambil mengedarkan pandangan ke seluruh mobil yang terparkir di dekat mereka. "Kita datang terlambat sepertinya. Maafkan aku, seharusnya kalau tadi kita mengambil jalan memutar, kau tidak perlu berjalan jauh ke sana."
Chrissy mengikuti arah pandang Liam menuju mansion besar yang dibangun megah di tengah-tengah lahan besar, yang terpisah beberapa ratus meter dari tempat mereka berdiri sekarang. "Tidak. Aku akan menyalahkan Tuan Rumah yang mengundang terlalu banyak orang, sampai-sampai lapangan parkirnya tidak bisa lagi menampung mobil-mobil para undangan yang datang. Kalau itu Daddy, Mom akan protes habis-habisan dan mereka berdua pun bertengkar. Untung saja, Daddy bukan tipikal orang yang gemar mengundang banyak orang untuk berpesta seperti ini."
"Aku tidak yakin Daddymu tetap menjadi orang yang sama seperti yang kau bilang barusan, kalau undangan pestanya menyangkut pernikahan putri pertamanya. Dia akan melakukan hal yang sama."
Chrissy merasakan jantungnya berdebar sedikit berlebihan saat Liam mulai membahas topik tentang kelanjutan hubungan mereka. Seperti yang dikatakan Helen, hanya menunggu waktu sampai Liam meresmikan hubungan mereka berdua dan melamar Chrissy di depan kedua orang tua mereka.
Sejak awal perjodohan, meskipun sudah jelas Liam telah menjadi tunangan Chrissy. Kedua orang itu sepakat untuk tidak benar-benar melekatkan status itu pada diri mereka masing-masing. Hubungan mereka benar-benar akan menjadi resmi, hanya jika Liam melamar Chrissy atas keinginannya sendiri nanti.
Dan sejauh ini, dengan kedekatan yang terjalin di antara mereka selama empat tahun. Tidak ada satu alasanpun yang muncul, yang mampu membuat Chrissy menolak perjodohan mereka. Liam adalah pria yang baik, dan Chrissy selalu merasa senang saat menghabiskan waktu bersama pria itu. Jadi, itu merupakan pertanda yang bagus.
Setelah berjalan cukup lama sambil menahan dingin angin, Chrissy dan Liam memasuki mansion. Chrissy merasa lega saat kehangatan menerpa kulit lengannya yang tidak tertutupi kain. Kelegaan itu berbaur dengan rasa takjub akan dekorasi pesta yang terlihat begitu semarak, namun berkelas.
Tentu saja ini bukan pertama kalinya Chrissy menghadiri pesta. Hanya saja, dibandingkan pesta-pesta sebelumnya, Chrissy berpikir ia tidak merasa keberatan kalaupun harus pulang sedikit terlambat dibanding biasanya.
"Chrissy, pakai ini." Liam menyodorkan topeng berwarna putih dengan renda senada yang mengelilingi pinggiran topeng.
Chrissy menerima topeng itu, lalu segera memakainya. Sementara Liam mendapatkan topeng berwarna hitam polos tanpa aksen apapun.
"Wow...ini pertama kalinya aku pergi ke pesta topeng." Liam berseru. Tapi suaranya tenggelam oleh alunan lagu yang bergaung di seisi hall mansion ini.
Melihat ke satu arah, Chrissy menemukan Hazel yang sedang berdiri di dekat tangga. Gadis itu sama sekali tidak mengenakan topeng miliknya. Ia membiarkan topeng itu terjuntai di leher.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROSECUTION (His Obsession's Sequel)
RomanceSetelah sekian lama selalu berperan menjadi anak baik, akhirnya tibalah waktunya bagi Chrissy Alford untuk memberontak. Semua ini dimulai sejak ia mengenal Benjamin Clayton, Ben, pengacara tampan yang sebelumnya tidak pernah Chrissy sadari kehadiran...