"Turun!" perintah laki-laki dengan nada dingin dan menusuk. Di sisi kirinya terdapat seorang yang tidak diketahuinya sedang menaiki tali beton jembatan sungai yang dipijaknya. Wanita lemah. Yang ada dipikiranya sekarang. Dia mengetahui seorang dikirinya perempuan meskipun pandanganya lurus ke arah jalan didepanya.
Dari isak tangisnya, 95% dapat didengar suara wanita.Tak ada jawaban dan tak ada pergerakan, kedua orang di tengah malam ini sama-sama diam. Hingga suara berat milik laki-laki tersebut memecahkan keheningan.
"Turun sekarang supaya kamu mati. Tak ada yang kamu dapat setelahnya. Tapi akan sukses menjadikan kamu sebagai pengecut sejati." Penuturan katanya begitu menyayat hati seorang perempuan di sisinya. Tapi ia tidak peduli. Karna ia yakin hanya orang idiot yang ingin mengakhiri hidupnya dengan melompat ke sungai.
Masih tak ada jawaban, lalu segera ia teruskan perjalananya yang sempat tertunda. Namun ada yang membuat langkahnya terhenti untuk kedua kalinya.
"Apa peduli lo?" Tanya perempuan itu disertai isak tangisnya. Perempuan itu memang ingin mengahkiri hidupnya disini. Tapi ia tak menyangka ada seseorang yang tega mengatakan hal tersebut, bahkan untuk ukuran orang awam di hidupnya.
"Apa peduli lo?" Tanyanya lagi dengan suara lantang. "Lo gak berhak ngomong itu ke gue. Bunuh diri atau enggaknya gue, itu bukan urusan lo. Siapa lo yang seenaknya ngomong kalo gue pengecut, hah?" Ucapnya dengan amarah mengebu-gebu yang sedari tadi ia tahan.
"Jawab! lo punya mulutkan, brengsekk." Cacinya kepada laki-laki didepanya."Kenapa kamu marah dengan saya?" Jawab laki-laki itu. "yang bersalah adalah dirimu sendiri, yang saya katakan adalah kenyataanya." Dengan entengnya dia berkata seraya mengbalikan badanya. Namun yang di lihatnya, membuat dia menahan napasnya.
Pandanganya mengarah pada dahi perempuan itu yang berdarah, bahkah hidungnya terus mengeluarkan cairan merah tanpa henti. Lalu matanya bertemu dengan manik mata perempuan tersebut. Dan disitulah kisah mereka akan di mulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky for Sun
ActionRichella Athayasa Pradana. Harapan tak ada lagi, begitu pun dengan pilihan Tak ada tersisa selain menyerah pada kenyataan Yang dulu punya segalanya kini tak tersisa satupun. Perlahan orang terkasih pergi karna hanya memandang tahta yang dulu singga...