01. Call Me Deluded

483 35 9
                                    

KRINGG KRINGG.

Sialan. Bel itu lagi-lagi berbunyi. Itu tandanya aku harus masuk kelas. Dengan segera. Pfft, lagi-lagi aku harus membuang separuh burgerku yang belum habis. Terkutuklah siapa saja yang menekan tombol bel itu.

CRASH.

Seseorang menabrakku saat aku hendak berjalan ke kelas.

"Shit, where the hell your eyes in?" orang itu mengumpat keras dan mengutukiku. Hih, jelas-jelas dia yang menabrakku.

"Maaf, aku tidak sengaja." balasku. Tapi, ia malah mendengus menghiraukan permintaan maafku. Sambil terus merutukiku, dia mengambil beberapa buku yang berhamburan di lantai koridor akibat tabrakan tadi.

"Shit, dasar kau lesbian. Menyingkir dariku!" bentaknya. Dua wedges yang ia kenakan ia hentakan ke lantai koridor keras-keras. Lalu pergi melesat meninggalkanku. Well, dasar tante-tante.

A lesbian? Ewh.

Aku terdiam sejenak melihat sebuah ponsel yang tergeletak di lantai begitu saja. Ambil, jangan? Jangan, ambil? Woah, ide jahil mulai menjalari otakku. Jadi? Ambil saja bung!

Sambil tersenyum geli, aku pun berusaha jalan cepat untuk mencapai kelas. Karena diingat kelasku memang cukup jauh dari sini.

Materi interaksi sosial, cara berkomunikasi, cara memahami karakteristik setiap individu, kepribadian, kebudayaan, dan lainnya telah masuk begitu saja ke otakku.

Mr. Rudy sang bapak sosiologi di Tong Highschool ini memang mempunyai hobi ngebut materi. Dalam dua jam pelajaran, ia bisa menghabiskan tiga sampai lima bab materi. Tanpa ia sadari, ia membunuh kami. Membuat kami sekarat, dan tak berdaya. Okay, ini berlebihan, ewh.

Suara sofran yang tak banyak dimiliki para pria itu, malah tuhan anugrahkan padanya. Sehingga, sofran tadi jika masuk ke telinga manusia selama dua jam pelajaran, akan menyembuhkan orang yang sakit jiwa menjadi waras, dan membuat orang waras menjadi sakit jiwa. How amazing!

Tapi, aneh. Aku suka saja pelajaran ini. Well, bukan apa-apa, aku ingin menjadi psikolog. Haha, terdengar horor.

"Well, siapa yang mau menceritakan suatu masalah tentang perilaku manusia, mungkin aku bisa menjawabnya." ujar Mr. Rudy. Suara sofran itu membuatku terpikirkan pada suatu hal.

"Aku, aku, aku, Mr!" ujarku. Tangan kanan ku angkat dan melambai-lambaikannya dengan cepat. Mencoba mendapat perhatian dari Mr. Rudy. Tapi, hella, disini nampaknya hanya aku yang begitu antusias, cih.

"Okay, kau brunette girl dengan kuciran buntut kuda dan cabe merah di giginya, mau menggumamkan apa?" ujar Mr. Rudy. Kelas yang semula sepi berubah menjadi ramai layaknya di pasar ikan. Bahkan, aku merasa seperti komika di acara stand up comedy. Tawaan ini, membunuhku.

 "Um," aku jadi salah tingkah. Kedua pipiku rasanya memanas. Duh, aku malu sekali.

"Begini, Mr," suasana kelas kembali seperti semula, sepi. "Mengapa ya, aku terlalu terobsesi dengan, um, kau tahu.. gay couple," ujarku. Ku pantulkan pandanganku sepenuhnya pada mata hijau bulat milik Mr. Rudy. Well, hijau dan bulat, aku jadi ingat Harry. Salah satu pria gay couple itu.

Mr. Rudy berdeham sebentar. Untuk mencairkan dahak di kerongkongannya yang sempat mengering mungkin.

"Jadi begini, um, biar ku persingkat, apakah kau seorang lesbian, Stlyfe?" tanya Mr. Rudy. Sontak aku tidak terima dengan pernyataannya. Kedua alisku yang saling bertaut cukup memperjelas keberontakanku saat ini. Bukan, tentu saja aku bukan.

"Hahaha, iya dia memang seorang lesbian, Mr," seseorang di belakangku bergumam. "dan ia pernah menyatakan perasaannya padaku." tambahnya. Maka tiga seperkian detik kemudian anak-anak di dalam kelas langsung mendelik kearahku sambil mendengus keras. "Ewh. Menjijikan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Ship BullshitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang