#2 Sakha

2.1K 327 3
                                    

#2 Sakha

Sakha's POV

Gue langsung menaiki panggung begitu nama gue disebut. Dari sini gue bisa melihat jelas kedua manik hitam milik Sahara membulat. Sebenarnya gue udah memperhatikan cewek itu sedari dia kebingungan cari tempat duduknya yang sengaja gue kasih seat depan biar gampang gue temuin. Apa dia udah ngenalin gue sekarang?

"Mas Sakha apa kabar?" pembawa acara menyapa gue.

"Alhamdulillah baik."

"Gimana nih Buddy Brand, tambah sukses ya pastinya?"

"Buddy Brand alhamdulillah sejauh ini juga baik."

"Nah Mas Sakha gimana sih perjalanan membesarkan Buddy Brand? Bisa diceritain ke audiences awal mula mendirikannya?"

"Ya, awal mula saya mendirikan Buddy Brand karena saya merasa gak nyaman lagi menjadi seorang karyawan, waktu itu saya bekerja di Milan, tengah terikat kontrak dengan salah satu perusahaan teknologi di sana dan saya tiba-tiba kangen kampung halaman. Saya sekolah jauh-jauh ke luar negeri dan malah menetap di sana buat membangun negara orang, kemudian saya berpikir kenapa gak kembali ke Indonesia dan jadi bos di sana, daripada hanya jadi karyawan. Dengan bekal pemikiran tersebut saya nekat resign dengan segala konsekuensinya dan kembali ke Jakarta, mulai merintis Buddy Brand pelan-pelan dengan beberapa kolega S1 saya hingga saat ini." Ujar gue speak-speak dikit biar nambah dramatis keadaan. 

Lagi-lagi gue ngelirik Sahara, dia diam aja, gue pikir dia bakal terpesona sama gue atau minimal nampakin rasa kagumnya kaya orang-orang di ruangan ini, ternyata engga. Kenapa mukanya jadi gak se-excited pas dia datang tadi ya?

"Mas Sakha ini kan mendirikan bisnis yang bisa dibilang unik banget yah, menggabungkan teknologi dan kebutuhan brand-brand untuk membangun hubungannya dengan costumer, termasuk dalam urusan marketing, keluhan-keluhan costumer, dan lain sebagainya. Bisa kasih saran gimana sih cari ide yang menarik dan memang dibutuhkan pasar seperti Buddy Brand ini? Kadang kita punya ide bisnis namun gak ngerti gimana menggabungkannya dengan teknologi."

"Perlu diketahui saya mendirikan Buddy Brand gak sendirian namun dengan beberapa rekan, beberapa rekan tersebut memang ada yang ahli dalam bidang-bidang yang gak saya kuasai, sehingga dengan team work make the dream works. Awalnya memang gak mudah, banyak penolakan dan butuh perjuangan yang keras hingga Buddy Brand jadi partner merek-merek terkenal sekelas Uniliver, tapi dengan semangat yang gak ada habis-habisnya saya dan rekan-rekan sepakat untuk terus berjuang bersama demi Buddy Brand hingga Buddy Brand bisa sebesar sekarang."

"Wah keren dan menginspirasi banget ya narasumber kita kali ini masih muda ganteng lagi, saya pingin dimentorin juga dong."

"Haha boleh-boleh."

Ditengah-tengah sesi bicara itu gue mulai merasa ada yang salah. Sahara udah gak ada di bangkunya, gue mengedarkan pandangan dan gak menemukan dia dimana pun. Kemana wanita itu?

*

Sakha Samudra: udah pulang ya?

Selesai sesi bicara gue yang terasa amat panjang itu akhirnya gue bisa pegang hp dan kirim pesan buat Sahara. Baru pertama kali gue gak menikmati ngomong di depan, gelisah karena orang yang gue undang malah gak nonton gue ngomong. Padahal gue udah berusaha sekeren mungkin di depan tadi.

Gue lihat last seennya semenit yang lalu, tapi pesan gue gak kunjung diread.

Ini anak kemana?

Acara belum selesai tapi gue memutuskan cabut dan pamit duluan sama rekan-rekan yang gue kenal. Gue langsung nelfon nomer Sahara begitu keluar hall. Sampai nada tunggu ke empat akhirnya panggilan gue dijawab juga.

"Hallo, udah pulang ya?"

"Umm belum," jawabnya ragu-ragu, "Lagi keluar bentar nemuin Detha, dia kebingungan cari hall-nya."

"Oh," seru gue lega, "Dimana? Biar aku ke sana."

Setelah Sahara menyebutkan lokasinya gue buru-buru nyamperin dia. Dan dia memang ada di sana, berdiri dengan gaun kuning pucatnya dan rambut berombak yang dibiarkan tergerai.

"Hai?" sapa gue.

"Oh, hai," dia terlihat terkejut dengan kedatangan gue.

"Kita belum kenalan ya? Sakha Samudra, bisa dipanggil Sakha atau Sam juga boleh," gue menjulurkan tangan.

Gue memang belum kenalan secara formal sama Sahara. Waktu di Venesia dulu gue lupa ngasih tahu nama gue, dia juga gak nanya dan nurut aja pas gue bawa kemana-mana.

Dia menatap uluran tangan gue lama, ada kali 5 detik. Tapi akhirnya dia sambut juga.

"Sahara."

"Apa kabar Sahara? Long time no see ya."

Dia tersenyum. Ada dimple di pipi kanannya yang baru gue sadari sekarang, bikin dia kelihatan manis kayak gula pasir. "As you can see, aku masih sehat walafiat sampai detik ini."

Lucu kalau inget gimana cewek ini nangis kayak bocah TK yang permennya direbut waktu di Venesia dua tahun lalu. Dan gak nyangka gue ketemu dia lagi sekarang.

"Gimana kabar Junaedi? Udah kamu celupin dia di kolam penuh hiu seaworld?"

Wajahnya yang putih sontak memerah.

"Gak usah ngomongin dia bisa? Jun udah aku kulitin jadi bahan aksesoris topeng."

Gue ketawa melihat ekspresinya yang mendadak jadi jutek gitu, sekaligus seneng dengan jawabannya. Karena artinya dia gak berhubungan lagi dengan mantan kekasihnya itu.

"Gak mau masuk lagi? Acaranya masih lama loh, masih ada narasumber yang lebih keren dari saya."

"Keren banget ya sampai banyak fansnya gitu, masa cewek-cewek di tribune belakang gak berhenti tepuk tangan pas kamu muncul, terus ibu-ibu di bangku sebelah juga muji-muji kamu mulu, katanya kamu mentor yang baik, humble, ganteng pula."

Gue cuma tersenyum. Begitulah, jadi orang terkenal ditambah anugrah wajah yang di atas rata-rata gak heran lagi dengan perlakuan seperti itu. Pasti Sahara jijik kalau denger gue bilang kayak gini.

"Oh ya temen kamu mana?"

Sahara menolehkan kepalanya mencari tanda-tanda teman sepermainannya itu. Terus tiba-tiba...

"Jahara!" 

"Ocean!"

Panggilan itu sukses bikin gue dan Sahara nengok. Yang gue lihat adalah temennya Sahara lagi jalan ke arah kami bareng si tengil Abimanyun. Dia senyum-senyum najis gitu pas ngelirik gue lagi duaan sama Sahara. Padahal banyak orang berseliweran dan kami gak melakukan hal-hal nista. Emang dasar otak player pikiran Mischa pasti udah kemana-mana. Lagian ngapain dia jalan sama temennya Sahara? Modus banget, gue yakin itu temennya Sahara bakal jadi buruan Mischa selanjutnya. 

"Hai kok di luar sih? udah kelar acaranya?" tanya Mischa.

"Belum, gue nemenin Sahara jemput temennya."

"Lah ini temennya udah gue anterin dengan selamat kok, kalian lanjut pacaran lagi aja."

Gue menyikut pinggang Mischa.

"Oh ini Sakha ya?" temennya Sahara berbicara pada gue, "Kenalin, Detha," dia kemudian menjulurkan tangan seraya minta cipika-cipiki. 

Gue gak bisa nolak karena bibirnya langsung nempel di pipi gue. Beuh bau makeupnya kecium bener, semoga gak ada sisa-sisa bedaknya nempel di pipi gue. Ini temennya Sahara agresifnya gak ketulungan ya, gue doain dia jodoh sama Mischa deh, kayaknya bakal cocok.

Abis itu gue ngelirik Sahara pengin tahu reaksinya setelah temennya itu cium pipi gue. Dia cuma mengangkat sebelah alisnya sambil pasang muka cringe. Gue jadi gak enak.

"Udah sih yuk masuk, malah rumpi, lama-lama seminarnya pindah ke sini," ujar Mischa yang seakan gak rela partnernya barusan nyium pipi gue, dia menarik lengan temannya Sahara itu dan berjalan duluan sambil membahas free lunch yang panitia sediakan.

"Umm, yuk masuk," ujar gue kikuk di hadapan Sahara.

Dia mengangguk mengikuti gue masuk kembali ke hall.

It Starts With Broken HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang