Photo

193 5 0
                                    

“Ya !! Hyung, igeyo. Punyamu, kan? Ini sudah sangat tua.” tanya Gongchan sembari menyerahkan sebuah dompet lusuh kepadaku.

“Aku menemukannya dibawah lemari tadi.” tambahnya. Maklum, kami sedang mencoba membereskan dorm yang ditinggali lima namja yang semuanya mempunyai rutinitas yang padat.

“Ahh, ne. Gomawo, chan.” Aku menggambil dompet tersebut dari tangan Gongchan dan melihatnya untuk memastikan.  

Dompet kulit yang kupakai pada awal tahun 2012 sampai terakhir kali November 2013 kulitnya telah mengelupas di sisi ujung maupun tengah, warnanya memudar, baunya apek  seperti habis  terkena air dan terkena sinar matahari.

Aku membuka dompet tersebut. Barangkali aku menemukan 1 juta won, kkkk~

Aku mencoba bernostalgia dengan dompet lamaku, ia memiliki banyak kenangan bersamaku. Sampai aku menemukan foto itu kembali. Masih tersimpan rapih, bahkan tidak rusak sama sekali seperti bagian luar dompet ini. Bahkan aku tak perlu mencoba bernostalgia, karena sekarang pikiranku terpenuhi oleh memori-memori kita.

Flashback

“Saatnya kita pulang chagiya, kau sudah puas kan?” ajakku pada wanita disampingku. Kuambil tangannya dan menautkan jari jemarinya dengan milikku.

Shireo, kita harus membuat kenang-kenangan dulu.” paksanya dengan manja. Dia ingin membuka mulutnya untuk berbicara jadi aku memutuskan untuk diam.

“Kapan lagi kita kesini ? Kau ini kan selalu sibuk dengan pekerjaanmu. Ini pertama kalinya kita ke Everland setelah 5 bulan berkencan.” rajuknya sambil menunjukkan binar mata yang memelas seperti anak anjing.

Jebal, dia tahu kelemahanku. Aku paling tidak sanggup jika melihat ekspresi wajahnya yang seperti itu.

“Baiklah, kau ingin photobox kan?” akhirnya aku mengalah. Daripada aku terkena serangan jantung dan stroke mendadak karena ekspresinya itu.

Jinja?? Gomawo oppa.” air wajahnya berubah menjadi sangat bahagia.

Kajja, ppali !” katanya sambil mengamit lenganku menuju tempat photobox terdekat.

Setelah selesai membayar di kasir aku menuju tempat Anna berada. Ternyata dia sudah menunggu persis di depan photobox tersebut.

Kajja kita masuk.”

Ne!” jawabnya dengan semangat.

Ia mengklik ‘start’ secara tak sabaran.

Oppa, siap-siap.” Katanya.

Click click click click click click

Kukira Anna adalah Yeoja yang paling tidak bisa bersabar. Ternyata ada hal yang melampaui tingkat ketidaksabarannya itu, yaitu photo box, ini terlalu cepat.

Entah seberapa banyak aku mengeluarkan gaya andalanku dengannya, tapi suara click masih terus berbunyi.

KLUK! Dan ternyata ini sudah berakhir.

Oppaa, photo mana yang kau suka? Pilih empat.” Ia menggerakkan bola matanya dengan cepat menyusuri foto-foto kami. Aku masih bisa melihat kedua buah pipi chubby nya yang semerah apel matang setelah foto terkahir itu.

Aku hanya bisa diam, tak berkutik, sampai ia mengajukan pertanyaan lagi.

“Tulisan apa yang bagus untuk foto kita?”

Sebelum aku sempat menjawab, ia sudah mengerakkan tangannya diatas layar.

“Umm, saranghae … Always.” gumamnya sambil tersenyum bahagia.

Kami keluar dari photobox dengan foto yang sudah ditangan. Kami keluar dari Everland saat matahari dengan cantik menujukkan cahayanya yang berwarna jingga.

Aku mengantarnya pulang dan melanjutkan perjalanan ke dorm. Setelah sampai, aku merebahkan diri di atas kasurku untuk melepas lelah. Aku mengeluarkan foto tersebut dari dompet dan mulai mengamatinya.

Gaya pertama di foto tersebut Anna meletakkan terlunjuknya di depan bibir dan melirik kearahku dan aku hanya tersenyum ke kamera. Jebal aku tak punya gaya.

Gaya kedua kami membuat bentuk hati dengan kedua tangan kami yang menyatu diatas kepala kami dengan kepala yang saling menepel sepeti bayi kembar siam, kkkk~

Gaya ketiga kami saling membelakangi seperti gaya detektif untuk poster-poster film misteri.

Dan di gaya keempat, aku meletakkan tanganku dibahunya saat dia bersandar di dadaku.

Aku tersenyum-senyum sendiri melihat foto-foto itu. Tidak ada yang membuatku lebih senang lagi dari pada foto ini. Kubalikkan foto itu ke belakang dan terlihatlah sebuah foto lain yang membuatku bisa bermimpi indah sampai delapan belas turunan. Aku tahu itu terlalu banyak tapi kesenanganku benar-benar terlihat di wajahku saat ini.

Foto yang diam-diam aku cetak tanpa sepengetahuan Anna dengan sedikit tambahan biaya dan goresan pena di atas kertas, yah, tanda tanganku untuk staff photobox itu.

Dan gaya terakhir kami di photobox saat dia mencium malu pipiku, aku tahu itu hal yang sangat biasa bagi pasangan manapun. Tapi menggingat sikap Anna yang acuh tak acuh itu hal yang sangat ‘WOW’.

End of the Flashback

Hyung, ruang musik boleh kubereskan tidak?”

“….”

“Jinyoung-hyung!!” teriakkan kesal Baro menyadarkanku saat aku baru saja mulai menunjungi masa lalu.

“Engg, mwoya?” Aku tersadar dari lamunanku.

Aniyo, ruang musik bolehku bereskan? Atau mau kau bereskan sendiri?” tawar satu-satunya anggota kami yang memiliki golongan darah B kepadaku.

“Memang kerjaanmu di kamar mandi sudah selesai?”

“Seperti yang kau lihat, hyung. Kau bisa melihatku sekarang yang memulai karir baru sebagai tukang ledeng.” jawab Baro sekenanya.

Aku memperhatikan atas intruksinya barusan, rambut cepak hitamnya yang diikat ke belakang, basah entah karena air akibat bak kamar mandi kami yang bocor atau karena keringat sang rapper.

Kaos hitam Baro bernasib sama dengan rambutnya. Lengan kaos yang ia gulung seperti kaos oblong tanpa lengan memperlihatkan ototnyanya yang mulai terbentuk.

Bagian kanan celana selututnya pada posisi normal dan sebelahnya lagi tergulung sepaha. Bisa kusimpulkan jika ia memiliki kulit sehitam orang Afrika, ia akan dikira anak muda yang menghabiskan liburanya di kali.

“Kkk~ Tak usah. Bisa-bisa nasib ruang musik tempat pertapaanku bisa seburuk nasibmu.”

“Yaa, hyung.” tanggapnya datar dengan muka cute nya yang dibuat kesal.

“Bereskan dirimu. Makan lalu tidur. Ruang musiknya biar aku yang bereskan.”

Jinjja? Arra, aku mandi sekarang kalau begitu.”

Setelah mengatakan itu, Baro secepatnya berlari ke kamar untuk menggambil perlengkapan mandinya.

“Aku terbebas GODDD !!!!” teriaknya dengan riang menuju kamar mandi sambil melompat-lompat seperti anak kecil.

Baro-ssi baro-ssi, batinku sambil menggelengkan kepala dan menertawakan kekonyolannya

Aku teringat kembali akan pekerjaanku yang belum rampung dan dompet kulit itu masih berada dalam genggamanku. Segera, aku memasukkan dompet itu ke saku celana gunung yang kukenakan.

Aman. Aku menepuk kantong celana untuk memastikan, saatnya membereskan tempat keramat bagiku, ruang musik.

Vote Ama Comentnya boleh keles, ya gak? Jangan lupa juga baca karya-karya Tetrabsurd yang laen yawhh *kecup kering/?*

LonelyWhere stories live. Discover now