1

22 4 0
                                    

Seorang laki-laki berambut pirang kecokelatan itu tampak diam berdiri didepan kaca jendela kantornya.

Matanya memandangi jalanan luas kota New York yang tak pernah sepi. Sekali-kali matanya mengamati gerak-gerik setiap orang yang tampak berjalan hilir-mudik kesana dan kemari.

Razel Van Godwin.

Lelaki tampan dengan kepribadian super dingin dan cuek. Hidupnya penuh misteri. Orang-orang tak ada yang berani mendekatinya kecuali memang dalam keadaan mendesak.

Razel adalah tipe manusia yang tidak mau didekati.

Ya, ia memang memiliki watak seperti itu. Tidak ada yang mampu mengubah sikapnya. Bahkan dirinya sendiri sekali pun.

Razel mendesah pelan. Bahkan di penghujung tahun seperti sekarang pun membuatnya tetap merasa jenuh dan penat.

Ketukan pintu menggema disepanjang ruangan. Membuat lelaki itu tersadar dari lamunannya.

"Permisi, Tuan," ujar seorang pegawai dari luar ruangan.

Razel menarik napas singkat kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Ia harus tetap fokus. Tidak ada waktu baginya untuk mengeluh dan berpikir tanpa ujung seperti ini.

Razel menekan tombol pada pin khusus miliknya. Ia mengarahkan sebuah remote control khusus kearah pintu ruang kerjanya. Pintu tersebut hanya bisa dibuka secara otomatis bila Razel menekan pinnya di dalam remote control tersebut.

Pintu tersebut terbuka lebar. Seorang sekretaris masuk ke dalam ruangannya sembari membawa beberapa dokumen dan berkas-berkas penting.

"Selamat pagi, Tuan," sapa wanita bersanggul rapi tersebut. Tangannya terulur memberikan beberapa dokumen kepadanya.

Razel kembali duduk pada kursinya kemudian membuka beberapa kertas dokumen tersebut sembari mendengar penjelasan Ms. Alexandra.

"Perusahaan Teiti Group meminta Anda untuk ikut berinvestasi dalam perusahaan mereka kemudian menghadiri rapat penting yang akan dilaksanakan besok pagi ...."

Razel hanya mendengarkan ucapan sekretarisnya itu sekali lewat sembari memijit pelipisnya merasa muak. "Cukup," katanya dingin. Ia melempar berkas-berkas tersebut kemudian bangkit berdiri.

"Kau urus saja semua yang diperlukan, aku akan menuruti jadwalnya. Bilang pada perusahaan mereka untuk menandatangani kontrak maka akan kupertimbangkan untuk berinvestasi pada perusahaan mereka," jawab Razel dengan cepat.

Lelaki itu meninggalkan sekretarisnya yang hanya menatapnya tak percaya. Razel memang selalu seperti itu. Otak cerdasnya tidak dilahirkan untuk diperintah, namun memerintah.

Begitu turun dari lift, semua pegawai yang melewatinya membungkuk hormat. Wajar saja, selain berwatak dingin dan galak, Razel adalah orang yang sadis. Ia tak segan-segan menarik jabatanmu sekali sentakan apabila kau tidak melakukan pekerjaanmu dengan benar. Dan kedisipilan serta kesopanan nomor satu baginya.

"Filo, where are you now?" Razel menempelkan ponselnya pada telinga kiri.

"Cook as always. Why?" Seseorang yang bernama Filo itu menjawab.

Endless LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang