Vanya Claretta Azkia, pagi buta cewek itu sudah terlihat ribut dengan beberapa barang miliknya yang belum sempat ia siapkan untuk keperluan camping yang diadakan sekolahnya.
Dia mendumel tidak jelas lantaran salah satu barang kesayangannya tidak ditemukan keberadaannya, Vanya mengacak rambutnya kesal. Semua ini karena kecerobohannya sendiri.
Andai saja kemarin malam dirinya tidak menonton salah satu drama Korea secara marathon mungkin sekarang semua perlengkapannya sudah siap untuk dibawa menuju acara camping sekolah.
Sedang sibuk mengintip di bawah kolong tempat tidurnya, mencari gelang kesayangannya yang entah jatuh di mana tiba-tiba handphone Vanya berdering tanda ada panggilan masuk, cewek itu berdecak jengkel. Siapa orang tak tahu diri yang meneleponnya pagi-pagi seperti ini.
Vanya mengeser tombol hijau di layar ponselnya untuk menjawab panggilan itu, karena Vanya tahu cowok ini gak akan berhenti meneleponnya sebelum dijawab oleh pemiliknya.
"Apaan," jawab Vanya judes.
"Ya Allah Vanya, salam dulu kek, say hai atau apa jangan langsung ngegas gitu," kata cowok di seberang sana yang sama sekali tak diacuhkan oleh Vanya.
"Berisik lo!" Vanya memutuskan panggilan itu sepihak.
Bodo amat kalau nanti cowok yang notabennya teman satu ekskul dengannya itu berdecak sebal atau bahkan mengumpat, siapa suruh membuatnya jengkel diawal harinya. Perlu kalian tahu juga cowok yang bernama Andra itu tegah berjuang mengejar cinta Vanya, tapi bagi Vanya satu nama spesial tetap memenuhi rongga hatinya tanpa meninggalkan celah.
"Aduh! siapa sih yang mindahin meja di sini," keluh Vanya seraya mengusap bagian belakang kepalanya. "Untung ini gelang ketemu." Vanya memasangkan gelang kesayangannya ke lingkaran lengannya.
Gadis itu beranjak ke kamar mandi dan bersiap untuk berangkat ke sekolahnya tepat waktu mengingat dirinya juga menjadi salah satu panitia diacara itu.
***
"Sab, bantuin gue dong," ujar Vanya sambil menatap temannya yang sedang berjalan kearahnya.
Sabrina mendengus, "tadi aja dibantuin gak mau."
"Hehe gue kira enteng, ternyata berat." Vanya mengeluarkan cengiran tanpa dosanya.
Keduanya mengangkat sebuah plastik kresek besar yang berisi konsumsi nasi kotak untuk anak-anak dengan perlahan, setelah menaruhnya di bawah kursi penumpang bagian depan bus Vanya memilih untuk mengobrol sebentar dengan Sabrina.
"Peralatan buat gamenya udah lengkap semua?" tanya Vanya.
"Udah kok," jawab Sabrina. "Turun dulu yuk, pada absen tuh," ajak Sabrina. Vanya menganggukkan kepalanya.
Anak-anak terlihat ribut mencapai jatah tempat duduknya karena ketidak tertiban yang mereka buat sendiri, apalagi siswa laki-laki, mereka pasti seenaknya menerobos sana-sini agar bisa cepat duduk. Nyebelin emang, tapi mau gimana lagi yang namanya cowok egois masih banyak di muka bumi ini.
"Harap tenang ya selama perjalanan," kata Pak Taufik, guru yang juga menyandang status sebagai kesiswaan sekolah setelah semuanya duduk di kursi masing-masing.
"Ngedeketin gebetan boleh 'kan Pak?" celetuk cowok gak tahu diri bernama Bobby itu dengan wajah tanpa dosanya. "Biar saya makin tenang, soalnya ada di sisinya," lanjutnya yang membuat tawa penghuni satu bus menggelegar.
"Najis, Bob!" cerca teman cowok yang duduk di sebelah Bobby.
Pak Taufik hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan cowok yang namanya sudah melejit seantero sekolah karena kelakuan ajaib yang seringkali dia lakukan.
"Udah jangan pada ribut," lerai Vanya saat mendengar sahutan-sahutan tentang ucapan Bobby tadi.
Vanya berdiri bersama dengan Sabrina ingin membagikan nasi kotak ke semua orang yang ada di dalam bus itu, tapi Andra juga ikut berdiri ingin membatu dua cewek itu. Vanya hanya menatapnya kesal.
"Sini gue bantu." Andra langsung mengangkat salah satu kresek merah yang sebelumnya ingin Vanya angkat bersama Sabrina.
"Makasih, Ndra," ucap Sabrina tersenyum ramah.
Vanya memilih membagikan air mineral saja.
"Thank you Vanya cantik." Bobby mengedipkan sebelah matanya setelah menerima uluran air mineral dari Vanya. Cewek itu terkekeh mendengar candaan Bobby.
"Sama-sama upil anoa." Vanya tertawa melihat air muka Bobby yang berubah masam. Bukan apa-apa, cowok bermata sipit yang setiap hari menghebohkan kelas karena aksinya itu tiba-tiba bermuka datar seperti tembok, aneh bukan.
"Nista amat sih gue," jawab Bobby.
"DARI DULU BOB," kata Vanya lalu melanjutkan langkah ke kursi belakangnya.
***
Sampai di bumi perkemahan yang jaraknya lumayan dekat dengan salah satu pantai membuat anak-anak yang selesai membangun tenda dan memindahkan barang-barangnya bermain-main di sekitar pantai.
Banyak anak terlihat asyik berselfie ria dengan beberapa temannya, begitupun Sabrina, cewek ini sibuk dengan kamera go-pro yang dibawanya. Sepertinya Sabrina sedang mencari background bagus untuk dirinya berfoto, terlihat dari keribetannya memutar-mutar arah badannya dan sesekali mengecek handphone yang tersambung dengan kamera itu untuk melihat hasil fotonya.
"Woi Sab." Vanya dengan keisengannya yang menepuk pundak Sabrina keras membuat cewek itu hampir saja menjatuhkan tongkat yang masih terhubung dengan kameranya ke atas hamparan pasir pantai.
"Astaghfirullah, daki monyet!" Sabrina menatap Vanya kesal. "Kenapa sih?" lanjutnya bertanya pada Vanya.
"Gak papa, lagi pengen gangguin lo aja."
"Lha si anying. Gak jelas amat idup lo, sini deh selfie sama gue." Sabrina sedikit menaikkan tongkat kamera yang dia pegang lalu memencet tombol untuk berfoto lewat handphonenya.
"Ya udah, fotbar ya fansku. Oke deh."
Keduanya tersenyum manis sampai timer di kamera itu berhenti, menandakan bahwa sudah terfoto.
Sesudah mengambil beberapa foto dengan Sabrina, Vanya melangkahkan kaki telanjangnya mendekati bibir pantai.
"Mau kemana Van?"
"Kepo," balas Vanya singkat.
Sabrina tidak berniat mengikuti sahabatnya itu dan memilih melanjutkan aksi selfienya untuk nanti di posting ke akun instagram miliknya.
***
Bismillah Lakuna bisa lancar updatenya. Tinggalin vommennya dong buat kalian yang baca hehe
Semoga suka sama cerita baruku yang ini☺ terimakasih yang sudah mau meluangkan waktunya untuk membaca, tunggu kelanjutannya yaaa.12 Agustus 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakuna
Teen FictionAku baru sadar, ternyata selama ini aku yang terlalu berharap hingga membuat harapan sendiri dalam ilusi kalau kamu akan selalu bersamaku. Aku tahu ... setiap orang akan pergi dengan caranya masing-masing dan saat kamu pergi, aku ngerasa ada suatu b...