2. Azkia Yasmine: Hujan Rindu di Hilir Tomia

82 5 4
                                    

Hujan...
Dulu aku selalu memainkannya ketika Viko ada disini. Dan sekarang saatnya, hak hujan untuk bergantian memainkan ku di hilir pantai Tomia yang saat ini aku gunakan untuk meletakkan semua kepenatanku untuk kerinduan akan dirinya, Viko Dian Permana. Katanya, rintik hujan datang selalu bersamaan membawa kenangan.

Titik derasnya tidak pernah dapat diukur seberapa banyak ia membawa kenangan. Ia tak pernah berfikir bahwa kenangan kenangan itulah yang nantinya akan menyayat hatiku dengan pisau yang bernama rindu. Ia tak pernah berfikir, bahwa ada kenangan yang harus dan wajib aku lupakan, bahkan aku tinggalkan.

Tetapi bagaimanapun, hujan tak pernah mau mengalah. Dia selalu ingin balas dendam dengan rintikannya didepan mataku, membawa sejuta kenangan, dan segenggam harapan baru yang harus aku jalani, mau tak mau. Tapi aku sadar bahwa kenangan tak selamanya pantas untuk dikenang.

Viko terlalu pengecut untuk menyatakan perpisahannya itu langsung padaku. Sehingga ia harus mendatangi Bunda, datang sebegitu pagi, mengetuk pintu dapur dengan sebegitu rapi. Dan saat aku terbangun, aku menyadari bahwa aku telah kehilangan semuanya. Hanya selembar amplop berwarna merah hati yang berisikan surat perpisahan yang ku sebut dengan surat penyayat hati. Dan hanya kekosongan yang merajai hatiku saat ini. Saat Viko pergi, semua isi hatiku terbawa pergi jua olehnya. Aku tak paham, mantra apa yang digunakannya, sebab telah menyihir isi hatiku, isi kehidupan ku. Dan kini, aku sungguh merindukannya. Salahkah?

*****

"Pagi sayang..."

Desisan Bunda tepat di telingaku, ditambah dengan kilau nya matahari pagi yang datang dari balik jendela kaca yang dibuka lebar oleh Bunda. Membuat ku menarik selimut lebih kuat sampai ke atas kepala ku. Sedangkan sejuknya udara diluar, membuatku malas untuk melakukan aktivitas ku.

Samar samar aku merasakan sesuatu di dinding hati. Sudah 365 hari Viko pergi meninggalkanku tanpa saputangan untuk membasuh air mata. Aku tak perduli, kapan dia akan kembali dan untuk apa dia kembali. Karena yang jelas, sakit hati sebegitu mendalam ku rasakan saat dia meninggalkan sejuta kenangan dan menggantikan nya dengan milyaran tangis di pelupuk mata.

Seketika lamunan ku terpecah karena bunyi bel yang begitu nyaring terdengar dari balik pintu, aku rasa ada tamu.

"tunggu sebentar..." teriak ku kepada tamu di depan

Saat ku buka pintu, ternyata tukang pos yang datang dengan sepucuk surat berwarna merah hati. Sepintas aku ingat. Sepertinya aku pernah mendapatkan surat yang sama, berwarna merah hati seperti ini. Selang waktu sebentar, aku mengingat nya. Seperti surat yang Viko titipkan kepada Bunda saat dia mau berangkat ke Australia dan mengirimnya pula pada petugas pos 6 bulan lalu.

Tak banyak cakap. Ku ambil langkah seribu menuju pantai Tomia. Dan dengan penasarannya, kubuka surat tersebut dan ternyata benar. Surat tersebut adalah surat yang Viko kirim melalui perantara tukang pos. Surat penyayat hati. Begitu lah aku menyebutnya.

Australia, 4 Juni 2014

Selamat pagi sahabat kecil. Gimana kabar lo? Semoga tuhan lindungin elo, Ayah, dan Bunda.
Lo inget gak? Tepat setahun lalu gue ninggalin lo. Maaf ya, gue pengecut. Lo boleh tampar gue sebegitu gue dateng di Indonesia.
Gue harap lo baca ini di tepi pantai Tomia, pantai dimana kenangan kita dimulai. Oh iya, lo masih jaga merpati itu? Gue harap lo selalu jaga dia. Karena dia, gue rela gak jajan sebulan. Merpati itu jahat ya? Gue selalu titip salam buat elo lewat dia. Tapi kenapa dia gak pernah sampein salam itu ke elo? Bener kan Ki? Gue harap lo ga bosen nerima surat gue kedepannya. Karena sekarang, gue akan coba rajin nulis surat dan jalan ke kantor pos cuma buat tau kabar lo. Gue harap lo juga sama rajin nya kayak gue. Seenggak nya, cuma nulis lima kata ajaib "gue baik baik aja disini". Disini gak enak ki, gak seenak duduk di tepi pantai Tomia yang sejuk. Disini sepi, gaada yang bisa gue ajak minum coklat panas, main sepeda, dan bahkan curhat curhat tentang hal yang gak penting sama sekali. Gue kangen elo ki. Lo tau kan apa yang gue lakuin saat gue kangen sama lo? Okelah Ki. Sampe sini aja dulu. Sebelum gue ada di akhir surat ini, gue mau nutup dengan kabar dari gue. "Gue baik baik aja Ki disini" gue harap lo juga sama kayak gue. Oke makasih karena udah mau baca surat dari gue. Gue harap lo mau bales surat ini. Selamat pagi

Salam manis

Viko selalu seperti itu. Surat yang dikirim oleh Viko sebelum nya sempat menyayat hatiku. Dan kini ia kembali merobek hatiku dengan surat yang ia kirim kepadaku. Kini luka ku kembali deras mengeluarkan darah. Darah yang tak henti henti nya mengalir. Menunggu obat yang mujarab untuk menjahitnya. Entah dengan apa dan sampai kapan luka ini akan kembali membaik seperti semula.

Aku tak tau apa yang harus aku lakukan. Aku bingung. Aku senang karena Viko masih mau peduli denganku. Aku senang, Viko mau mengirimi ku surat, menyisakan waktu untuk mengetahui kabarku. Tapi disisi lain aku sakit. Sakit karena Viko masih muncul di ingatanku. Sakit karena namanya masih terdengar di telingaku. Sakit! Semua tentang nya ku anggap telah menyakitkan hatiku! Tetapi bagaimanapun, aku tak hendak menyalahkannya.

Begitupun dia pernah ada dalam sebagian hidupku, waktu ku pernah ku habiskan bersama nya di tepi pantai Tomia ini. Menghabiskan waktu bersama Viko, orang yang pernah aku anggap spesial dihidupku. Karena dia mampu menciptakan warna baru. Membentuk pelangi yang indah yang tak kutemukan 2 tahun belakangan ini. Sejak Feri, sahabat kecilku meninggalkan ku pergi ke Belanda sama seperti yang Viko lakukan padaku. Tapi bedanya, Feri sama sekali tak menghubungiku, entah hanya mengirim surat seperti yang Viko lakukan atau bahkan menelpon lewat telpon rumah yang biasanya kami gunakan untuk bersenda gurau dulu saat ia masih bersamaku. Ah... saat ini aku sudah sama sekali tak memikirkan tentang Feri. Aku hanya merindukan Viko saja. Tapi, akankah ia melakukan hal yang sama seperti yang Feri lakukan kepadaku?

Tiba tiba lamunan ku terpecah. Ada tangan yang menepuk pundakku kala aku menangis di tepi pantai ini.

"Lo kenapa ki?..."

Kudengar suara yang sepertinya aku kenal, ku lihat sekitar ku dan benar, ternyata itu lah Laras.

"Oh.. enggak.. ini.. ini kelilipan aja" jawabku sambil mengusap habis air mata yang jatuh di pipiku.

"Okelah" begitu jawabnya. Aku tau apa yang dirasakan Laras. Dia berharap bahwa aku tak akan menjatuhkan air mataku lagi di tepi pantai Tomia ini. Karena dia tau bahwa di sini lah aku memulai kenangan.

Teruntuk Dirimu, Apa Kabar?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang