Chapter 4

28 1 5
                                    

Jena pov

Rasanya Jena ingin menghentikan waktu saat ini juga. Ia berhasil menarik Elang tepat waktu.

"LARI JEN....." Elang langsung menarik tangan ku begitu ia keluar dari jendela.

Kami berlari menuju ke arah kantin. Aku baru mengetahui waktu sudah beranjak malam. Mata ku tidak bisa melihat apapun kecuali kegelapan. Aku mempercayai semuanya kepada Elang. Aku benar-benar merasa takut. Geraman dibelakang ku benar-benar terasa dekat, ku rasa kita tidak akan selamat.

"Lang kita mau kemana?" Disela lari ku, aku beranikan diri untuk bertanya kepada Elang  meskipun aku tau bahwa ini bukan saat yang tepat untuk bertanya, tapi aku harus tau pasti kita akan menuju kearah kehidupan atau kematian?

"Ke ruang audio. Disana tempat semua orang selamat kan?" Tanya Elang ngos-ngosan.

Tepat setelah elang berucap. Aku terjatuh disela lariku. Salah satu zombie berhasil menarik tas ku. Perih dan bau anyir tercium sangat tajam didekatku. Pandangan ku tampak buram. Aku melihat samar-samar Elang menggunakan stick golf pakepsek untuk melawan para zombie. Elang berteriak menyuruh ku lari sambil terus mengayunkan stick golf ke arah para zombie.

Aku berusaha untuk bangun tapi itu sangat susah. Kalau aku tidak terbangun dan menolong Elang. Mungkin kita akan berakhir menjadi zombie atau mungkin mati karena tercabik-cabik.

Jujur aku belum mengetahui apakah zombie ini hanya menginfeksikan virusnya setelah satu kali gigitan. Atau dia justru mengkonsumsi daging manusia. Hhh....membayangkannya saja aku ingin muntah.

Aku bertekad dengan sangat keras untuk bisa terbangun dan membantu Elang. Akhirnya aku bisa bangun meskipun dengan sempoyongan. Setelah aku berhasil menegakkan badan ku. Elang langsung menyambar tangan ku dan menarik ku untuk berlari.

Kami berlari dengan kekuatan penuh. Akhirnya kami sampai tepat didepan ruang audio. Elang langsung mendobrak pintu ruang audio dan langsung menutup kembali pintu tersebut.

Setelah kami berhasil masuk. Para zombie berusaha untuk mendobrak pintu ruang audio.

Aku berseru menyuruh seluruh orang yang ada di audio untuk membantu menahan pintu audio.

"Semua....tolong bantu kita buat nahan pintu. " Ujar ku dengan panik.

Salah satu dari mereka yang aku tahu bernama gerland membantu ku dan elang untuk menahan pintu.  Lalu disusul oleh yang lainnya.

Hening. Kami semua tidak berani membuka suara dan menghembuskan nafas keras-keras, seakan-akan kalau kami melakukan itu kami semua akan mati habis dimakan zombie.

Setelah beberapa saat, suara gedoran dipintu sudah tidak terdengar.  Mungkin zombie itu merasa bahwa sudah tidak ada mangsa disini karena disini sangat hening.

"Semuanya, tarik bangku dan meja itu untuk menahan pintu. " ucap gerland dengan sangat pelan.

Semuanya yang ada diruangan menarik meja dan bangku yang ada diruang audio untuk disusun didepan pintu.

"Kalian gila yah.  Kalian hampir membuat kita semua mati." Ucap seorang perempuan dengan nada murka.

"Benar.  Ngapain sih kalian mancing zombie kesini. Ini tuh tempat satu-satunya buat semua orang berlindung. " Ucap seorang laki-laki menimpali.

"Sorry. Gua bener-bener gak tau kalau bakalan kaya gini." Ucap Elang

"Sorry... Sorry....untung aja pintunya gak roboh.  Kalau roboh kalian harus tanggung jawab." Ucap perempuan tadi.

"Udah... Udah... Jangan berdebat lagi.  Kita gak boleh menimbulkan suara yang terlalu keras. Nanti bisa mancing zombie dateng kesini. Mereka sangat peka terhadap suara." Ucap seorang lelaki yang menggunakan kacamata.

"Tapi gak bisa gitu bay. Mereka ngebahayain nyawa kita semua." Ucap perempuan tadi.

"Iya bener.  Kita usir aja mereka dari sini." Ucap lelaki yang aku ketahui bernama Laskar. Dia adalah teman sekelas ku saat kelas 10.

"Plissss.....jangan usir kita.  Kita janji gak akan berbuat ceroboh lagi. Dan kita bakalan lakuin apa aja yang kalian suruh." Ucap ku dengan nada memohon.

"Udahlah guyss... Toh mereka udah minta maaf kan. Mereka berguna buat ngasih kita informasi dari luar." Ucap Ubay.

"Ok.  Kalian dimaafkan." Ucap perempuan tersebut dengan judes.

"Hhhh.... Syukurlah. Thanks" Ucap Elang.

Lalu mereka menyuruh kita untuk duduk dikardus yang ada ditengah-tengah ruangan.
Setelah aku perhatikan hanya ada 10 orang diruangan ini.  Tetapi tidak ada sarah teman ku. Aku memberanikan diri untuk bertanya.

"Emmm... ubay kalo boleh gua tau.  Disini sebelumnya ada anak yang namanya sarah gak?  Dia dari kelas 11 ips 4." Ucap ku kepada ubay.

"Sarah?. ahhh.... Dia... Emmm... Dia...sebelumnya gua bener-bener nyesel banget.  Tapi sarah gak balik-balik dari kamar mandi. Sebelumnya dia izin ke gua buat kekamar mandi karena dia bener-bener udah gak kuat lagi pengen pipis.  Tapi dia gak balik-balik lagi selama berjam-jam.  Jadi gua simpulkan kalau dia udah....digigit zombie." Ucap ubay dengan nada menyesal.

"Gak mungkin.  Dia baru aja nelfon gua beberapa jam yang lalu." Ucap ku shock.

"Jen... Tenang. Mungkin emang ini jalan takdir dia." Ucap Elang sambil merangkul dan menenangkan ku.

"Tapi... Lang... Sarah.... Hiks... Hiks... " Ucap ku terbata-bata. Aku benar-benar tidak menyangka kalau sarah sahabat ku telah tiada atau mungkin telah menjadi zombie.

"Sshhh.... Tenang Jen. Ikhlaskan sarah."

Tanpa sadar aku kehilangan kesadaran ku. Karena aku terlalu lelah untuk menghadapi kenyataan ini.  Bahkan aku gak tau bagaimana nasib kedua orangtua ku dan akan seperti apa nasib ku besok.

Aku harap ada setitik harapan untuk kita semua.

To be continued.
Happy Holiday semua....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Blood RuinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang