My 1st fanfiction
[From list on 2016]
Gadis Tsundere itu membunuhku
Selamat tinggal dunia...
Aku harusnya tahu kalau level ke-tsundere-an-nya berada pada tingkatan dewa
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Main Cast: Kim Min Gyu, OC
Cast: Seventeen
Genre: Romance, Fluff
Word: 700-an
17+
Tidak masalah jika ada yang mengatakan aku bayi besar. Aku tidak peduli. Toh, tidak ada yang rugi kalau aku seperti itu. Aku juga tidak merengek meminta susu.
Memang, aku gadis paling Tsundere yang pernah ditemuinya. Sedangkan dia lelaki paling sok manis yang pernah kutemui.
Di hari pertama aku mengikuti fansign Seventeen, dia langsung menembakku setelahnya.
"Apa kau menyayangiku?" Tanyanya dengan wajah menjijikkan.
Aku tidak ingin bilang kalau saat ini dia sangat menggemaskan dan kadar kemanisannya meningkat hingga berkali-kali lipat.
"Tidak. Aku membencimu." Lirikku sinis.
"Aku juga... Aku sangat menyayangimu." Ucapnya sambil memelukku.
"Apa pendengaranmu rusak? Kubilang aku sangat membencimu."
"Tidak. Sekarang kamus Tsundere-ku sudah berfungsi." Jawabnya tanpa melepaskan pelukannya.
Setelah insiden gelembung itu, dia semakin melunjak. Dia tidak lagi berusaha sok dewasa di depanku. Well, aku lebih menyukainya yang seperti ini.
"Dewasalah, Kim Min Gyu. Mau sampai kapan kau akan jadi bayi besar?" Ucapku berusaha melepaskan diri dari pelukannya.
Dia pernah mengatakan hal yang menurutku tidak masuk akal dan sangat mengada-ada.
"Kalau neverland berada di sebelah rumahku, aku akan jadi orang pertama yang pergi kesana. Menjadi anak-anak untuk selamanya. Bukankah itu menyenangkan?" Itu yang pernah dikatakannya saat kami pergi ke taman bermain.
"Tidak masalah jika ada yang mengatakan aku bayi besar. Aku tidak peduli. Toh, tidak ada yang rugi kalau aku seperti itu. Aku juga tidak merengek meminta susu." Ucapnya sembari melonggarkan pelukannya.
Aku tidak merasa bersalah sudah mengatakan dia bayi besar. Tepatnya, aku tidak boleh merasa bersalah sudah mengatakannya.
"Jadi sekarang kau menyalahkanku karena sudah mengataimu bayi besar?"
"Tidak... Apa aku boleh menggenggam tanganmu?" Ucapnya mengalihkan pembicaraan.
"Tentu saja tidak." Jawabku yang tanpa sengaja menyentuh tangannya.
"Gumawo..." Ucapnya menggenggam erat tanganku.
Baiklah, aku mengaku kalau aku dengan sengaja menyentuhnya.
Jangan memberi tahunya. Ini rahasia yang akan kujaga darinya sampai matipun.
Saat dia menembakku, aku merasa sudah mati. Aku seperti bermimpi dan melayang tinggi ke awan. Bahkan aku mengira diriku sudah gila dan berhalusinasi.
Setelah kucek ponselku, ternyata memang ada kontaknya di line-ku.
Aku langsung membekap mulutku dengan bantal dan berteriak sepuas-puasnya hingga suaraku serak.
Aku sudah menyukainya bahkan sebelum Seventeen debut. Dia adalah ultimate bias-ku sampai kapanpun. Dan menjadi pacarnya,,, kebahagiaan paling indah yang pernah kurasakan di sepanjang tujuh belas tahun hidupku.
Mungkin aku terkesan seperti Noona-nya. Tapi aku lebih muda dua tahun darinya. Aku tidak pernah sekalipun memanggilnya Oppa. Dan dia pernah protes masalah itu.
"Ya... Kenapa kau tidak pernah memanggilku Oppa?" Tanyanya.
"Bahkan jika bebek berubah jadi angsa, aku tidak akan pernah mengatakannya." Jawabku.
"Kenapa? Bukannya kita harus menghargai yang lebih tua?" Dia bertanya lagi dan membuatku semakin kesal.
"Apa kau sudah tua? Dengan sikap kekanakanmu itu? Apa kau pantas disebut dewasa?!" Kali ini aku bertanya balik dengan sedikit penekanan pada intonasiku.
Dia tampak tertunduk dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak memicu perdebatan ini sampai lebih panas lagi.
"Arasseo..." Ucapnya tak bersemangat.
Hari ini dia mengantarku pulang ke rumah.
Wajahnya tampak berpikir keras seperti saat terakhir kami membahas masalah gelembung.
"Berhenti memikirkan hal aneh dan cepatlah pulang." Pintaku sambil memberi kode untuknya pulang.
Sebenarnya, aku ingin dia memelukku sebelum pergi. Aku harus menunggu seminggu lagi untuk melihat wajah tampannya, senyuman memikatnya, dan tingkahnya yang menggemaskan.
Kami berkencan dari sore sampai malam. Tempat yang kami tuju juga seperti sebelumnya. Taman bermain lalu kafe.
"Ya... Kenapa kau tidak pernah memanggilku Oppa padahal aku lebih tua dua tahun darimu?" Tanyanya dengan tatapan serius.
"Bukankah sudah kubilang kau seperti bayi besar yang belum dewasa."
Dia melangkah gusar kearahku. Di tanjakan itu dia menyerangku. Sebelah tangannya menahanku di dinding, satu tangannya menarik tengkukku dan memaksaku menciumnya.
Dia menciumku dengan sangat liar.
"Kim Min Gyu hentikan!"
Aku merasakan hembusan nafasnya tidak beraturan dan dia kembali menciumku lebih liar dari sebelumnya.
"Oppa! Hentikan!" Aku berteriak saking takutku.
"Masih mau memanggilku, bayi besar? Kalau kau tidak memanggilku Oppa, aku akan menyerangmu lagi. Arasseo?!"