Sudah hampir 1 minggu semenjak Kevin menyatakan perasaannya aku tak ingin menemuinya begitu pun Kevin dia selalu menghindar. Apa yang salah jika dia menyukaiku? dan apa yang salah jika kita menjalani sebuah hubungan? Bukankah sebuah hal yang wajar jika aku bersama Kevin mencoba hubungan yang lebih dari seorang sahabat? Tapi, yang selalu timbul pertanyaan paling besar adalah jika kita kandas ditengah hubungan ini. Mampukah aku dan Kevin bersahabat kembali? dan yang paling aku takutkan adalah rasa sayang sebagai sahabat ini sirna seperti bayangan yang tak pernah setia pada jati diri seseorang.
Sayang, aku telah menutup perasaan ini untuk Kevin. Bagiku memilikinya sebagai kekasih tak akan seindah memilikinya sebagai seorang sahabat.
Pukul 12.00 gue mutusin buat ngomong duluan ke Kevin. Gue lihat Kevin lagi ketawa riang bareng temen-temennya. Ngak bisa buat gue lupain tatap muka Kevin saat itu yang seketika jadi badmood karena kedatangan gue. Dan mulai saat itu gue pikir hubungan gue sama Kevin udah berada dalam kategori siap siaga.
"Vin, gue mau ngomong."
"Ngomong aja!"
"Ngak disini juga kali Vin."
"Mau dimana-mana juga sama kali Key, ngak akan pernah ngerubah keputusan loe!"
Jujur, kata-kata Kevin waktu itu buat hati gue mendesir sakit banget. Seakan-akan keputusan gue nolak Kevin adalah keputusan yang akan ngebuat dunia hancur.
"Vin, please."
"Gue cuman punya waktu 15 menit."
Selama gue kenal Kevin, ngak pernah dia itung-itungan soal waktu bareng gue. Dan kali ini waktu pun ngebatasin gue sama dia buat ngungkapin alasan gue.
"Vin, sebelumnya aku minta maaf."
"Lha loe gue aja. Loe ngomong aku kamu bikin gue pingin cepet-cepet pergi dari sini, sok asik tau ngak?"
"Okk. Gue ngak bakalan ngesia-siain waktu 15 menit ini. Pertama kalinya gue harus ngomong sampe di waktu gini bareng loe."
"Karena gue harus belajar buat ngak ngeprioritasin loe lagi."
"Hmmm, Vin gue minta maaf buat yang tempo hari."
"Soal apa? Soal penolakan loe? Soal pertahanan persahabatan loe? Semua soal kebahagiaan loe? Sebenarnya gue apa sih buat loe? Superman? Inget ya Key, suatu saat gue bakalan berhenti buat care sama loe karena loe terlalu bertahan sama rasa persahabatan loe. Gue ada bosennya berjuang mati-matian demi menangin hati loe, tapi jawaban loe terlalu simple buat gue terima saking simplenya ngak ada lagi selain 'Vin, loe sahabat gue!' basi tahu Key. Loe egois Key, Loe cuman mentingin diri loe yang ngak bisa lepas dari zona perlindungan gue. Sementara gue yang udah tulus buat jagain loe terus melebihi seorang sahabat, loe malah ngebuang itu semua. Satu lagi, gue ngak bisa ada disamping loe care sma loe, jagain loe, sementara hati gue nuntut lebih."
"Vin bukan kaya gitu. Please dengerin dulu."
Keadaan gue udah bener-bener beku, semua yang mau gue omongin ke Kevin blank. Gue bener-bener kaku dan ngak ada yang bisa gue lakuin selain nangis dan gue ngak berani buat natap mata Kevin karena gue tahu Kevin lagi emosi banget ke gue.
"Dan asal loe tahu Key, gue ngak pernah maksa loe buat jadi orang yang selalu ada buat gue. Berarti sekarang pilihan loe, kenal gue sewajarnya atau ngak sama sekali."
Hari yang paling nyakitin bagi gue. Karena mungkin hari itu hari dimana gue ngelepasin Kevin entah itu sebagai sahabat ataupun sebagai seseorang yang sayang sama gue dan gue cuman diam natapin punggung Kevin yang mulai menjauh ninggalin gue di belakang gedung sekolah sendirian. Gue ngak masuk kelas lagi dan gue nangis seharian di tempat itu. Semua yang terucap dari bibir Kevin ngebuat gue pingin lari dari semua kenyataan hidup ini. Hujan turun deras banget membasahi semua badan gue dan hari itu ngak ada taksi satu pun. Gue terpaksa jalan menelusuri trotoar dengan hujan yang makin deras. Gue jalan kaki bagai tanpa tujuan, gue bener-bener rapuh lebih dari kejadian Ray.
Detak jarum jam menjadi teman sejati air mataku malam ini. 3 hari, aku menutup diri dalam ruangan bisu yang tak pernah memunculkan suatu imajinasi untuk melangkah melawan masalah. Hari ke-4, memanfaatkan sisa tenaga dari kelelahan kenyataan hidup yang sangat pedih, aku berangkat sekolah dan keputusanku untuk menjauhi bahkan untuk tak pernah mengenal lagi semua tentang Kevin adalah yang terbaik.
Langkahku beradu bersama kilatan langkah Kevin yang tak menoleh sedikit pun akan kehadiranku. Harumnya seketika singgah pada hembusan angin yang dibawa tubuhnya. Dan aku benar-benar merindukan harum itu. Orang yang selama ini aku sayang dan aku percaya, harus berubah secepat ini karena perasaan yang sedang memporak porandakannya.
Minggu pun kian berbilang dan cukup biasa untukku tanpa kehadiran Kevin. Sepertinya Kevin pun begitu. Aku lupa akan diri sendiri yang seharusnya menjadi kewajibanku untuk menjaganya. Tengah malam, aku merasakan pening, tubuhku lemas dan badanku terasa dingin menggigil. Orang tuaku terlalu sibuk untuk mengerti keadaanku. Melangkah pun rasanya tak sanggup. Malam itu, aku meraih telepon dan orang pertama yang aku panggil adalah orang yang sering aku panggil sahabat. Sayangnya, Kevin tak mengangkatnya dan aku tak tahu harus berbuat apa. Aku tak mampu untuk berteriak karena dadaku terlalu sesak. Aku berbisik dalam keheningan,
"Untuk terakhir kalinya, aku butuh kamu. Vin, aku merindukanmu."
Dalam ruang kesakitan bersama sudut air mataku mengalir.
Dini hari, saat segelas air putih terlihat sangat bening diatas meja dan titik demi titik air infus menetes dengan diiringi detak jarum jam. Aku masih selamat.
"Are you okk?"
"Kevin."
"Iya, ini gue."
"Maaf."
"Lagi-lagi lo beruntung Key. Kalau lo ngak bangun hari ini, gue ngak akan pernah maafin lo."
"Vin, aku mohon jangan tinggalin aku lagi, aku ngak peduli kamu mau bilang aku pengemis atau apapun itu, aku cuman mau kamu tetap ada di sebelah aku. Iya, aku tahu ini egois. Tapi, aku mohon biarkan untuk sekali ini saja."
"Bisa diam ngak sih lo? Lo baru sadar, jangan banyak ngomong. Nanti capek!"
"Aku ngak peduli Vin."
"Key, kamu dengar baik-baik ya, aku sayang kamu. Dan ngak mungkin buat aku ninggalin kamu."
"Keviiiiiiin."
Satu hal yang paling sakit adalah mengetahui bahwa kenyataan berbanding terbalik dengan mimpi. Kenyataan dunia terlalu kelam dibandingkan dengan mimpi malam. Ini hanya alibimu key. Bangunlah!
Ruangan terlalu bising oleh suara tawa teman karib. Kebahagiaan yang memanipulasi keperihan karena melihat salah satunya terbaring lemah dalam ruangan berbau medis. Perlahan mulai pelan terdengar dan hilang. Dan seseorang masih tetap bersabar memegang tangan wanita cantik ini.
"Aku harap lo selalu baik-baik aja key, walaupun mungkin suatu saat bukan gue yang jadi pilihan terakhir lo, tapi satu hal yang selalu gue pastiin. Gue ngak akan pernah ninggalin lo sebelum lo nemuin pilihan terakhir lo." Genggaman tangan kevin beralih pada usapan lembut di pipi key.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Ini Untukmu
Short StoryMenceritakan seorang pemuda yang menanti senja, namun sayangnya penyesalan terlebih dahulu mengundang jingga.