SENJA DI BALIK AIR TERJUN

15 0 0
                                    

Sari berjalan mengikuti nalurinya. Matanya memandang ke kiri dan kanan sambil mengamati keadaan sekitar. Dia merasa pernah melewati jalan ini. Pohon-pohon besar sepanjang jalan yang meneduhkan pelajan kaki di sepanjang trotoar.

Pandangannya menyapu jalanan yang lengang, hanya beberapa mobil kuno yang lewat. Tenggorokannya terasa kering, perutnya juga mulai melilit. Dia tidak melihat restoran atau pusat makanan di sepanjang jalan.

Sari memandang ponsel di pergelangan tangannya, dia ingin mencari tempat makan terdekat menggunakan aplikasi, namun saat dia menekan layar, ponselnya tidak menunjukkan respon. Diketuknya layar tersebut berulang kali, tetap tidak ada respon.

Dia menarik napas berat, wajahnya tampak putus asa. Lengkap sudah penderitaannya, perutnya lapar dan tenggorokannya haus, alat komunikasinya tidak berfungsi dan dia berada di tempat asing.

Sari terus berjalan dengan harapan bertemu dengan salah satu penduduk kota yang bisa membantunya.
“Selamat siang, Kak,” sapa Sari saat berpapasan dengan cowok berkemeja merah, “Di mana ada restoran terdekat?” tanya Sari, dia tidak perduli dengan tatapan cowok dihadapannya yang tampak keheranan melihatnya.

“Tempat makan terletak tiga ratus meter dari sini,” jawab cowok tersebut sambil menunjuk ke depan, “aku juga mau makan, kita bisa jalan bareng.” Sari mengucapkan terima kasih dan berjalan di samping cowok tersebut.

Diam-diam Sari melirik wajah cowok di sampingnya, namun dia tidak berani mengajak berbicara. ‘Tampan juga wajahnya,’ pikir sari. Dia merasa tidak asing dengan wajahnya. Sari berpikir, mungkin cowok ini mirip salah satu temannya.

Restoran yang mereka tuju adalah warung makan sederhana, tetapi pengunjunggnya ramai. Sari tidak memedulikan tatapan aneh para pengunjung, rasa lapar membuatnya enggan berpikir. Dia merasa aneh dengan menu yang disajikan. Beberapa jenis masakan tidak dikenalnya.

Setelah memesan makanan, kesulitan datang lagi, kartu yang dia bawa tidak bisa untuk membayar makanan yang sudah dipesannya. “Saya tidak punya uang tunai, apakah bisa menggunakan ini?” ucapnya sambil memberikan kartu yang biasanya dipakai untuk pembayaran. Kasir restoran mengerutkan kening dan menggeleng, “kami hanya menerima uang tunai.”

Tiba-tiba cowok tadi menghampirinya, dia memberikan sejumlah uang kertas lusuh kepada kasir. Sari tersenyum dan duduk di depannya.

“Namaku Jaka, kamu siapa dan darimana?” cowok itu berkata datar. “Sari, terima kasih, makanan di sini enak, ucapnya sambil membersihkan mulutnya dengan tisu, “aku terdampar di sini, apa kamu bisa membantuku?” Sari mengulurkan tangannya.

Jaka tersenyum dan menjabat tangannya, “Bagaimana kamu bisa terdampar?” dia menatap Sari dengan penuh tanya. Jaka memperhatikan model pakaiannya, bahan baju yang dipakainya seperti pakaian astronot yang dilihatnya di film, hanya terlihat lebih longgar sehingga tidak memperlihatkan lekuk tubuh pemakainya.

Wajahnya seperti tidak asing, mata coklat Sari mengingatkan dia pada seseorang. Sari merasa jengah karena Jaka memandangnya dari kepala sampai ujung kaki tanpa berkedip.

“Kamu tidak menjawab pertanyaanku,” ucap Sari sambil berdiri. Jaka berjalan di sampingnya, “Sekarang tahun 1986, kamu hidup di tahun berapa? ucapnya sambil tersenyum melihat wajah Sari yang terkejut.

“Wow… , aku kembali ke Zaman 190 tahun sebelum masaku,” ucapnya, “bisakah kamu menolongku?” Sari mengulangi pertanyaannya. Jaka mengangguk, “Kita bicarakan nanti di rumah, sebaiknya kamu beristirahat dulu.”

Mereka berjalan menyusuri trotoar. “Kita akan naik angkot menuju rumahku,” ucap Jaka sambil menghentikan mobil berwarna hijau dan menyuruh Sari untuk naik terlebih dulu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 12, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BROKEN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang