¦part 2¦ lupa

645 40 14
                                    

Note: jangan lupa tinggalkan jejak iya.

Happy reading

______________________________________

Aku berdiri menatap lukisan yang baru saja ayah bawakan. Wanita berparas cantik dengan tatapan yang tajam memakai gaun merah, seolah-olah dia menatap menyudutkanku. Dari mana ayah mendapatkan lukisan mengerikan ini dan ia bawa pulang, membuat suasana rumah semakin mencengkam. Aku tidak ingin protes karena hal sepele, yang ada ayah akan memarahiku karena tidak suka dengan lukisannya. Sepertinya aku tidak perlu bertanya?

"kak! Kakak baru pulang? Aku bosen di rumah terus."

Aku terdiam melihat Diana merengek setiap kali aku lambat pulang sekolah. Dia terus saja mengajakku bermain, padahal aku sudah tidak suka bermain dengan anak kecil, aku sudah dewasa.anak SMA kelas dua.

"es krim aku mana mba?" pinta Diana yang setiap hari aku bawakan es krim.

"tadi kakak lupa, besok kakak beliin."

"kakak sekarang berubah,apa karena wanita di belakang kakak."

Seketika aku tertegun. Jantungku berdegup dengan cepat, seingatku aku tidak membawa siapapun ke rumah. Perlahan bola mataku berputar, jantungku semakin berdegup dengan kencang. Tidak ada siapapun. Di belakangku tidak ada siapaun, Diana berbohong. Apa dia ingin menakutiku.

"kamu gak usah ngehayal, gak ada siapapun di belakang kakak." Gertakku.

"tapi aku melihatnya kakak, dia terus menatap kakak, wajahnya seperti marah, dia penuh darah." Jelas Diana.

Tubuhku semakin merinding. Aku seperti membatu tidak bisa bergerak. Aku menatap lukisan itu horor, terasa seperti dia yang menatapku kini. Aku segera pergi ke kamar, berusaha menengkan fikiranku. Aku ingin bertanya dengan Riko, iya ini jalan satu-satunya agar aku tau penyebabnya.

Aku mencari posel di dalam tasku. Mencari nama Roseana, mungkin Ros bisa membantuku sedikit, walaupun aku tidak begitu percaya dengannya, setidaknya tadi dia ingin membantuku.

Anda

Ros bisa bantu aku sekarang, aku ingin bertemu Riko, kamu datang ke rumahku iya

Roseana

Oke

Segera aku bergegas berganti pakaian, aku benar-benar penasaran. Apa mungkin Riko yang melakukan ini, padahal aku tau betul bagaiman sifat Riko. Dia tidak mungkin melakukan ini, apalagi melakukan santet. Atau mungkin aku tidak tau sisi gelap Riko.

Tidak lama aku mendengar suara Ros yang sedang berbicara dengan Diana. Cepat sekali dia sampai rumahku, padahal jarak antara rumahku dan rumahnya sangat berjauahan. Segera aku keluar. Melihat Ros yang sedang duduk menonton televisi di samping Diana.

"cepet banget sampenya, naik apa?" tanyaku sedikit penasaran.

"sebelum kamu sms. Aku memang berniat mau ke rumah kamu."

Aku mengangguk. Setidaknya aku tidak perlu berfikir yang tidak logis, mana mungkin Ros diam-diam mengikutiku, seperti tidak ada kerjaan lain saja.

"mamah pulang. Loh ada Roseana juga." Sapa mamah yang baru saja selsai mengajar menjadi guru di sekolah Diana.

"iya tante." Jawab Ros tersenyum.

"mau pergi kemana?" Tanya mamah memandangiku.

"mau ketemu Riko." Balasku.

"sudah makan?" Tanya mamah kembali mengusap kepalaku.

"belum."

Mamah berjalan ke dapur. "jangan lupa nanti makan, ajak Roseana juga."

"iya. Setelah ke rumah Riko." Kataku.

Setelah itu aku pergi mengunjungi rumah Riko. Rumahnya tidak terlalu jauh dari rumahku. Hanya saja aku takut sendirian semenjak aku bermimpi aneh, atau mimpi itu hanya ilusi semata yang membuat aku menjadi parno dan aku begitu saja percaya dengan Ros. Aku lihat wajah Ros tidak mencurigakan, bagaiman dia bisa mengatakan jika itu santet. Bagaimana jika itu hanya bunga tidur?

Aku menghentikan langkahku. Seketika perasaanku mengatakan tidak perlu percaya dengan Ros, tapi di sisi lain aku juga takut, bagaimana jika itu benar santet. Sedangkan tadi Diana mengatakan ada yang mengikuti di belakangku, atau Diana hanya menakutiku saja. Jika difikir-fikir lagi Diana memang mempunyai kelebihan, yaitu melihat hal yang tidak terlihat. Kata mamah itu keturunan dari kakeknya.

"kenapa berhenti?" Tanya Ros heran.

"aku tidak yakin."

"tidak yakin Riko menyantet kamu?"

Aku mengangguk. "kamu tau. Sebelum kejadian ini, dia sempat hampir mengatakan perasaannya denganku, tapi aku cegah. tidak mungkin aku menyukai Riko, apalagi sampai pacaran."

"kemungkinan besar dia sakit hati dengan kamu. Kamu ingat dengan kata-kata ini. Cinta ditolak dukun bertindak."

Seketika fikiranku seperti ada aliran listrik yang menjalar disetiap saraf otakku, mengapa aku tidak terfikirkan dengan hal itu. Kemungkinan Riko sakit hati dan menyantetku agar aku bisa menjadi miliknya, tapi mengapa santetnya bukan seperti yang aku fikirkan. Jika itu santet sungguhan pasti dia bisa melakukannya, aku bisa langsung jatuh cinta dengannya. Atau mungkin sebaliknya. Dia ingin membunuhku.

"kita harus cepat ke rumah Riko." Kataku bergegas berjalan. Aku semakin penasaran akan semua hal yang mengganjal fikiranku.

Aku menatap rumah yang banyak dikelilingi pohon rindang. Terlihat tidak ada siapapun, semuanya sepi, baik jendela dan pintu tertutup rapat, biasanya pintu dan jendela selalu terbuka setiap kali aku bermain kerumah Riko. Apa mungkin mereka semua sedang pergi.

"permisi!!" kataku berdiri di depan pintu. Aku tidak berani mengetuk pintu itu.

Ros mengintip lewat jendela.

"gak boleh ngintip rumah orang kaya gitu, gak sopan." Ujarku memperingati Ros.

Ros terdiam menjauhi jendela itu. Menurutku hal seperti itu tidak boleh dilakukan setiap kali kita berkunjung kerumah orang. Itu mengganggu privasi seseorang.

Sayup-sayup aku mendengar suara dari dalam. Aku fikir itu suara mamah Riko, pintu terbuka, aku tersenyum dan mencium punggung tangan mamah Riko, begitupun dengan Ros yang mengikutiku.

"eh Della, ada apa?" Tanya mamah Riko.

"Rikonya ada tante?" tanyaku langsung menuju tujuan awal aku datang.

Mamah Riko mengernyitkan dahinya, seperti ia mendengar sesuatu yang baru di dengarnya. Mamah Riko sejenak terdiam, dia berjalan dan duduk di kursi halaman rumahnya.

"Riko? Semenjak kapan tante punya anak bernama Riko, bukannya kamu berteman dari kecil dengan Arja?"

Aku sedikit heran dengan mamahnya Riko yang melupakan anaknya dengan cepat. Aku lihat Ros Nampak kaget mendengarnya, ini aneh. Kepalaku pusing dibuatnya. Santet macam apa ini mengapa dia seperti tuhan yang bisa mengendalikan manusia, ini pelakunya bukan manusia. Ini pasti iblis yang berkedok sebagai manusia.

Setelah mengetahui semuanya. Aku segera pulang meninggalkan sejuta pertanyaan di dalam fikiran.

DelusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang