Perfect Competition 1

61.6K 6.1K 254
                                    

"Var, ada anak baru loh. Katanya sih kece," celetuk Grandhys ketika aku menyalakan

laptop.

"Anak baru? Kapan rekrutmennya?"

"Enggak pakai rekrutmen, Var. Dia ponakannya Pak Wishaka, empat tahun gabung sama salah satu Big Four. Gosipnya, dia itu mau rekanan sama Pak Wishaka, makanya kedatangannya ke kantor ada kemungkinan dia bakal gantiin posisinya Mas Galang."

Aku mengernyit. Enak banget enggak pakai rekrutmen. Aku saja kembang kempis ikutan rekrutmen sana-sini masih saja susah kecantol. Yah, zaman sekarang namanya kekuatan koneksi lebih berarti daripada kemampuan pribadi, kan? Ups!

"Bentar, kamu kok sok kenal banget sama anak baru ini. Udah ketemu orangnya? Emangnya dia semenarik apa?"

Grandhys meletakkan ponselnya di atas tumpukan kertas di sudut kiri meja, menggeser kursinya mendekatiku dan dia berkata pelan, "Soalnya dia ganteng, Var. Sejauh ini di kantor kita enggak ada yang mukanya eye catching kayak dia."

"Standar ganteng antara aku dan kamu itu beda, Dhys. Ganteng versimu itu cenderung ke muka. Aku bisa bilang itu cowok ganteng kalau dia punya pendirian dan enggak gampang terpengaruh rayuan orang."

"Yah, Vara. Kamu terlalu mengada-ada. Setiap pertemuan pertama, mana bisa langsung tahu gimana sifatnya seseorang. Enggak usah munafik, kamu pasti fokus ke wajah atau fisiknya tiap ketemu orang pertama kali buat menyimpulkan kesan pertama. Sebagai cewek, harusnya kamu terpesona sama Nagara ini."

"Nagara?"

"Namanya Nagara Anggasta, Vara."

Kumpulan udara yang kuhirup serasa bergumul sesak menyusupi rongga paru-paru. Hanya ada satu orang di dunia ini yang aku kenal bernama Nagara Anggasta. Nama yang sudah aku kesampingkan dari memori. Meskipun terdapat kemungkinan di dunia ini ada orang yang memiliki nama sama, tapi setahuku untuk nama yang satu ini termasuk dalam kategori langka, karena perpaduan antara Nagara dan Anggasta bukanlah pasaran.

Adalah waktu yang menggerus ingatanku tentangnya. Waktu pula yang merekonstruksi syaraf otakku sehingga otomatis memulihkan memori tentang dia. Kuharap anak baru ini bukan orang yang sama seperti dugaanku.

"Kamu enggak bercanda kan, Dhys?" nada suaraku meninggi.

Kursi yang diduduki Grandhys berdecit saat dia refleks memundurkannya. "Enggaklah, Var. Kenapa, sih? Mendadak parno itu muka."

"Dia masih di ruangan Pak Wishaka? Aku mau lihat tampangnya."

"Asek, penasaran juga, kan?" Grandhys berseru girang.

"Aku enggak penasaran, cuma memastikan," elakku seraya mengibaskan tangan di depan muka Grandhys, tetapi suara berat seorang lelaki mencegahku beranjak dari bangku.

"Isvara?"

Kepalaku menoleh ke arah seseorang yang bersandar di rak tempat penyimpanan odner. Lelaki asing yang pasti bukan salah satu karyawan kantor ini.

Apakah dia Nagara yang dimaksud Grandhys? Kalaupun dia orang yang sama, tapi kok beda? Mukanya makin bersih, tak ada lagi jerawat seukuran biji-biji semangka bertahta di keningnya. Benar-benar mulus, semulus pantat bayi yang barusan brojol. Aku curiga Naga menginvestasikan separuh gajinya untuk melakukan operasi plastik. Kumis tipis yang tumbuh di atas bibirnya sangat simetris, pertanda dia memperhatikan betul-betul detail penampilan wajahnya.

"Long time no see," ujarnya melengkungkan kedua sudut bibirnya.

Telunjuk Grandhys bergantian bergerak ke arahku dan pria itu. Mulutnya sedikit membuka, kelihatan banget dia itu sangat terpukau menyadari kenyataan bahwa lelaki yang masih bersandar di rak itu mengenaliku. Padahal, aku tidak mengenalinya—maksudku dengan penampilan dia saat ini aku sama sekali tidak kepikiran bahwa aku pernah mengenal orang ini.

Perfect Competition [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang