Bab 04 Penyihir!

10.3K 958 26
                                    

Marsha tersenyum sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Marsha tersenyum sendiri. Sepertinya pesona Wina sudah membayangi setiap tidurnya. Pagi ini dia bangun dengan tersenyum cerah. Karena semalam wanita itu menghampiri mimpi manisnya.

"Hei, kenapa senyum-senyum sendiri? Bener kata Mama kamu. Kesambet setan cewek yang ada di kamar kamu ya?"

Celetukan papanya yang kini mengagetkan Marsha membuatnya menatap sang papa yang sudah berdiri di depan meja kerjanya.

"Ish papa mulai mistis deh. Kata siapa kamar Ical ada setannya?"

Kini sang pala mengusap dagunya lalu duduk di depannya.

"Lah itu katanya kamu mual bau strawberry. Bisa jadi loh Cal."

Kali ini Marsha menggelengkan kepalanya dan menatap sang papa dengan mengernyitkan keningnya. Dia jadi teringat aroma strawbery milik Melani.

Dia langsung mengusap lengannya. Tiba-tiba merinding begitu saja. Teringat Melani seperti membayangkan penyihir cantik yang culas.

"Papa udah mulai ketularan mama deh."

Marsha kini melihat sang papa tertawa. Tapi kemudian menatapnya serius.

"Eh cal kamu besok anterin Dokter Melani ke Bandung ya? Dia papa tunjuk jadi dokter tamu di acara charity yang papa adakan di Bandung. Dia kan paling cerdas dan paling potensial. Kinerjanya juga bagus. Sebagai dokter anak dia sudah membuktikan kemampuannya."

Marsha langsung membelalak terkejut. Kenapa ada penyihir itu lagi?

"Kenapa juga harus Ical?"

Papanya langsung mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja.

"Kamu kan anak papa. Anak dari pemilik rumah sakit dan yang mengadakan acara itu. Papa gak bisa datang karena harus ke Singapura besok
Jadi ya kamu dong."

Marsha memutar bola matanya. Tidak suka dengan tugas itu.

"Kenapa harus Dokter Melani. Ada Dokter Wina juga?"

Sang papa langsung tersenyum.
"Iya harusnya sih yang pergi memang Dokter Wina. Tapi Dokter Melani tidak mengijinkannya. Karena Dokter Wina ada tanggung jawab pasien di sini."

Marsha langsung mengangkat alisnya. Ini pasti ulah Dokter Melani.

"Ini kan keputusan papa. Kenapa juga harus nurut sama Dokter Melani?"

"Heh ngawur kamu. Papa kan bukan dokter Cal. Yang Dokter ya Dokter Melani itu. Lagian dia yang berhak menentukan siapa yang pergi. Kan dia ketuanya."

Marsha kembali menggeram dengan kesal. Tidak akan lagi.

"Ya sudah. Pokoknya besok kamu sama Dokter Melani ke Bandung ya. Jangan mempermalukan papa loh Cal."

Marsha hanya menganggukkan kepalanya dengan malas. Tidak bisa membalas perintah sang papa.

****
Melangkah menuju kantin kini dia tersenyum saat melihat Dokter Wina melintas, dia baru saja akan memanggil dokter Wina saat tangannya tiba-tiba di tarik oleh seseorang. Tentu saja dia langsung mengetahui siapa yang menariknya itu.

"Ada perlu sama saya?"

Marsha menatap kesal ke arah Dokter Melani yang membawanya masuk ke dalam ruangan dokter itu.

Dokter Melani tersenyum dengan  sinis. Mengusap kemeja Marsha dengan lembut.

"Kenapa marah-marah? Aku kan cuma menyelamu sebentar. Sudah tidak sabar memeluk tuan putri?"

Marsha langsung melangkah mundur. Dia tidak suka dengan aroma strawberry itu. Karena seakan memakinya tetap di tempat dan memperbolehkan Melani melakukan apapun kepadanya.

"Kenapa mengangguku?"

Melani tersenyum di depannya. Kali ini menelusurkan jemari lentiknya di dada bidangnya. Membuat Marsha menahan desahannya.

"Aku hanya ingin mengatakan kalau besok kamu harus ikut  denganku ke Bandung. Abang Ical."

Melani membisikkan nama itu di telinganya. Membuat Marsha menepiskan jemari Melani dari tubuhnya.
Dia segera mendorong Melani agar menjauh. Dan wanita itu menurutinya.

Kini bersandar pada meja di belakangnya. Melani menatapnya dan bersedekap.

"Aku lebih suka pergi dengan Dokter Wina."

Ucapan Marsha membuat Melani tersenyum sinis lagi. Sungguh wanita itu terlalu sinis saat ini.

"Sayang, aku yang akan berangkat. Bukan tuan putrimu itu. Jadi kamu tidak perlu menyiapkan uang lebih untukku. Aku tidak butuh dengan uangmu. Tuan Marshal yang terhormat."

Tentu saja Marsha langsung membalikkan tubuhnya dan berderap keluar dari ruangan Melani. Dia tidak mau terkena mantra penyihir itu lagi.

Marsha menggelengkan kepalanya saat mencium aroma tubuhnya yang beraroma strawbery itu. Kenapa aroma itu masih menempel kepadanya?

"Marsha..."

Sapaan lembut itu membuat Marsha menoleh ke sampingnya. Marsha sendiri tidak menyadari kalau dia sudah sampai di kantin rumah sakit.

"Hai.."

Marsha melihat Dokter Wina tengah menyesap teh hangatnya. Dia langsung menarik kursi di depan Wina.

"Ehm kenapa kamu hari ini wangi sekali?"

Wina menatapnya dengan bingung. Marsha tentu saja juga makin bingung. Dia mencium kemejanya. Dan benar saja parfum Melani memang melekat di tubuhnya. Dasar penyihir.

"Owh aku sepertinya tadi memakai parfum yang salah."

Marsha tersenyum malu kepada Wina. Dan wanita itu menyambutnya dengan senyum manis.

"Kamu mimpi apa semalam kok bisa salah parfum?"

Marsha menyeringai mendengar ucapan Wina. Dia menatap Wina dengan intens.

"Sebenarnya mimpiin kamu."

Ucapannya tentu saja membuat pipi Wina merona. Sungguh sangat cantik.

Bersambung

Yuk ah votement biar rameeess

MARSHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang