1

43 8 13
                                    

Dia... junkies.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Jika bisa, aku tak pernah ingin hari ini ada. Aku sudah bersusah payah melupakannya namun, sangat sulit. Bahkan untuk tidak memikirkannya saja sangat susah.

"Lia, gue udah bener-bener bersih."

Dia menatapku dengan pandangan yang sulit aku ungkapkan. Begitupun aku, menatapnya dengan tatapan rindu dan juga... terluka.

"Ah, akhirnya lo bisa capai keinginan lo ya Raf."

Aku ingin sekali terlihat kuat di depannya, tidak ingin mengungkapkan betapa rapuhnya aku saat ia pergi. Namun air mataku tidak bisa di ajak berkompromi.

"Lo kenapa nangis Li?" tanyanya dengan nada ... khawatir.

"Ah nggak gue cuman kelilipan." Aku tahu berbohong itu tercela, tapi aku tak bisa mengatakan yang sebenarnya.

"Lia, jangan bohong. Gue tau lo." ucapnya dengan nada sedikit mengintimidasi.

"Gue gak bohong. Udahlah gue mau ke kelas dulu."

Aku tak menunggunya membalasku, kurasa itu tidak perlu. Aku langsung saja berlari, dan ia tak mengejarku, mungkin ia paham aku ingin menyendiri.

Sebenarnya, aku tak pergi ke kelas, melainkan ke taman belakang yang jarang di kunjungi orang lalu termenung sendirian disana.

                         ♡♡♡
"Tolong..."

Aku mendengar suara, seperti seorang yang meminta tolong. Dengan cepat aku berlari menuju arah suara itu. Dan betapa terkejutnya melihat seorang ibu-ibu yang terduduk di aspal, dengan lutut dan siku yang berdarah. Aku bergidik ngeri. Entah kenapa jalanan siang ini sangat sepi. Mungkin hanya aku yang mendengar suara meminta tolong itu.

"Tante, tante kenapa?" Tanyaku dengan panik. Wajar saja , aku takut dengan darah.

Jangan salahkan aku yang malah bertanya dan bukannya membantunya, untuk seorang siswi SMP kelas 7 yang bahkan baru 1 bulan memakai baju biru putih, aku masih terlalu panik untuk langsung membantunya.

"Nak, tante kecurian. Bisa bantu tante?" Dia terlihat sangat sakit hingga tanpa berpikir panjang aku langsung menjawabnya.

"Bisa, tante. Apapun itu jika saya bisa, saya akan bantu." Aku benar-benar panik saat itu, hingga tak bisa berpikir jernih. Padahal aku tau bisa saja orang itu berbohong dan akhirnya menculikku.

Namun yang tak pernah aku ketahui dan aku duga, ternyata kejadian itu membawa suatu takdir yang terus berkelanjutan hingga saat ini.

"Tolong antarkan tante pulang kerumah, bisa?" Tanyanya sembari meringis.

"Bisa tante, tapi boleh saya tau dimana rumah tante? Masalahnya saya sedang tidak membawa uang banyak. Jika memungkinkan kita bisa naik taksi. Tapi jika tidak, maaf tante kita hanya bisa naik angkot."

Ibu itu hanya tersenyum lalu "Tak apa nak, kita bisa naik taksi. Setelah sampai dirumah saya yang akan membayarnya."

Sebagai anak polos saat itu aku hanya mengangguk dan langsung menyetop satu-satunya taksi yang tiba-tiba lewat di depan kami. Aku langsung membantu ibu itu bediri dan kami mulai masuk ke dalam taksi.

Di dalam taksi kami mulai berkenalan, aku membantunya mengurut sebisaku.

"Tante, kenapa bisa kecopetan tadi?" Aku memulai pembicaraan.

"Tadi tante mau ke pasar, beli keperluan sehari-hari, tiba-tiba ada 3 orang perampok berbadan besar, mereka menyuruh tante menyerahkan dompet tante, awalnya tante nggak mau kasih mereka, tapi mereka merampas dompet tante terus dorong tante sampe jatuh." Ia mulai bercerita panjang lebar.

UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang