2

26 7 4
                                    

"Vano." Ia menjawab sembari mengulurkan tangan juga.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Kring.... Kring....

Oh tidak. Berapa lama tadi aku melamun? Sudah waktunya masuk jam pertama. Aku bangkit dari dudukku di taman dan langsung berlari menuju kelasku sekarang XI Ipa 3.

"Del, lo kemana aja sih? Daritadi kita cariin tau!"

Baru saja sampai dan langsung di omelin, oh boleh tidak aku pulang saja sekarang?

Aku ingin pulang sekarang -terlebih setelah mengingat peristiwa dulu itu- jika saja aku tidak ingat ini hari pertama aku masuk sekolah di tingkat XI.

Aku langsung duduk di tempatku tanpa menghiraukan omelan Ana, temanku dari SMP tadi. Lalu langsung menenggelamkan kepalaku di lipatan tangan. Stress melihat salah satu orang yang tidak ingin aku lihat berada tepat di depanku tadi pagi.

Seperti tahun lalu, hari pertama masuk sekolah hanya diisi dengan pemilihan pengurus kelas dan selebihnya jam kosong.

"Del, kantin yok."

Ana mengajakku dan aku mengikutinya. Daripada di kelas sama para cowok yang lagi ngumpul di belakang entah ngapain, mending ke kantin cari udara seger. Kalo di apa-apain kan bahaya.

"Cari tempat gih, biar gue yang pesen. Lo mau apa gue pesenin sekalian?"

"Nggausah deh Na, gue males makan, gue nemenin aja. Gue tunggu disana ya." Aku menunjuk meja kosong di dekat pojok kantin.

Aku langsung pergi tanpa mendengar jawabannya. Sampai di meja tadi aku duduk dan seperti di kelas tadi, aku menenggelamkan wajahku di antara lipatan tangan. Tiba-tiba ada tangan yang menyentuh lenganku.

"Oii" Suara itu terlalu besar kalo untuk satu orang saja.

"Lo bedua ngagetin aja woy." Aku mendelik kesal pada mereka. Kinar dan Tari.

"Lagian lo juga ini tuh meja kantin bukan kelas. Kotor tau, lo sakit? Kalo sakit ngapain sekolah?"

Ck. Kinar mulutnya emang susah banget di rem. Orang-orang di sekitar kami pun sudah menatap bingung padanya. Baru saja aku ingin membalasnya tiba-tiba.

"Billa, lo Billa kan??" Oh tidak, hanya satu orang yang memanggilku Billa dan aku sangat tidak ingin bertemu dengannya.

Aku menoleh perlahan menghadapnya. Dan sudah kuduga dia orangnya. Aku melihat dia, wajahnya seperti sedang.. senang? Apakah ia senang bertemu kembali denganku?

"Ah, lo Vano kan?" Aku tersenyum padanya.

Namun berbeda dengan kedua temanku, dan jika Ana sudah selesai membeli makanan aku rasa ia juga akan sama dengan kedua temanku yang lain. Menatapnya dengan tatapan.. mengintimidasi.

Mereka semua sudah mengenal Vano, ia siswa pindahan saat kami semua sekelas di tingkat kelas 8. Ia masuk di kelas yang berbeda dengan kami namun masih satu angkatan dan juga mereka tahu apa saja yang sudah Vano lakukan padaku.

"Gue mau minta maaf sama lo Billa." Dia terlihat seperti orang yang... menyesal.

"Oh, bagus ya Van, dulu lo yang tinggalin Adel, terus sekarang lo seenaknya minta maaf? Lo pikir pas lo pergi semua keadaan baik-baik aja? Nggak sama sekali. Lo udah berhasil bikin Adel bangkit dan lo juga dengan mudahnya buat dia terpuruk lagi."

Tajam. Jika Tari sudah berbicara, semua akan menjadi hening. Seperti sekarang semua murid melirik penasaran ke meja kami, dan kulihat Ana juga berjalan menuju kami. Dengan cepat aku melerai mereka.

UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang