3

19 6 4
                                    

Dia terkejut dan langsung bangun
"Siapa lo?!"

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Kring... Kring....

Dan untuk kedua kalinya. Lamunanku buyar karena suara bel.  Namun ini bel yang aku inginkan daritadi. Pulang.

Aku berjalan menuju kelas sembari mengamati adek kelas yang baru  masuk. Tak terasa aku sampai di depan kelasku. Kelas sudah sepi, semua orang sudah pulang kecuali Ana.

"Lo darimana sih? Gue cariin juga daritadi. Kalo lo kenapa-napa gimana? Kan gue juga yang repot!"

Oke sepertinya sifat bawel Kinar sudah mulai menular pada Ana. Dan ini merupakan siaga satu mengingat Ana sekelas denganku, ia pasti akan sering mengomeliku jika aku melakukan kesalahan walau sedikit saja.

"Bawel lo, gue nggak nyuruh lo nungguin gue kan? Lo aja yang cari kerjaan." Aku balas mengomelinya sambil mengambil tasku di kursi. Emangnya dia kira, dia aja yang bisa marah? Aku juga kali.

"Ish, lo tuh. Dapet teman baek kek gue gini malah di omelin. Harusnya lo bersyukur gue khawatir sama lo." Kulihat dia mendesah panjang.

"Suka-suka gue. Udah ah gue mau pulang. Terlalu banyak kejadian gak teruduga hari ini." Aku mengabaikannya dan langsung pergi ke luar kelas.

Aku benar-benar ingin pulang saat itu. Namun keberuntungan tidak berpihak padaku.

"Aww. Aduh sakit." Aku mengaduh saat tak sengaja menabrak sesuatu. Awalnya aku kira itu tembok namun saat aku mendongak aku melihat dia. Yang tidak pernah aku inginkan muncul di depanku.

"Lia? Kepala lo sakit ? Sorry tadi gue buru-buru. Mama di rumah tadi nelpon nyuruh beliin obat. Lo gak papa?"

Awalnya aku tak bereaksi apa-apa. Namun saat ia menyebut 'mama' dan 'obat' , sungguh kata-kata itu mengangguku. Jika bisa aku akan langsung pergi tanpa mendengar celotehannya.

Otakku bilang aku seharusnya pergi dari sini, mengabaikannya. Namun kata hati ku ingin mengetahui apa yang terjadi dengan mamanya. Dengan tante Dian."

"Raf, nyokap lo.... kenapa?" Ingin sekali aku mengeluarkan nada seperti biasa, namun yang keluar justru nada khawatir yang begitu jelas.

"Gapapa kok. Tadi gue cuman disuruh beli vitamin soalnya dia ada tanda-tanda flu. Tapi.." Dia terlalu lama menggantung ucapannya hingga aku menyelanya.

"Kenapa?"

"Tapi kalo lo main kerumah gue jamin mama gak jadi sakit." Dia tersenyum padaku. Ah, apakah itu permintaan?

"Oh ya? Lo bukan dokter gausah sok tau." Nada suara itu terdengar sinis.

"Gue tau apa yang buat mama gue senang dan gak sakit. Yaitu kehadiran lo Li. Boleh gue minta tolong, tolong ikut gue. Nyokap bakalan seneng kalo gue bawa lo, terlebih Rachel dan si kembar."

Dia terlihat .... memohon. Dan dari dulu hingga sekarang, aku gak pernah bisa menolak jika dia menatapku seperti itu. Dadaku kembali bergejolak mengingat saat indah itu. Aku sangat ingin menolaknya dan mengabaikannya. Tapi sekuat apapun aku berusaha, aku tak bisa. Walau sudah disakiti.

"Oke. Tapi gue nggak bisa lama-lama."

Aku tak bisa menatapnya lebih lama lagi. Aku membuang mukaku darinya. Seperti mengerti ia berjalan lebih dulu di depanku. Aku mengikutinya dari belakang.

Dia membawa mobil. Dia membuka pintu di samping supir dan dia menyuruhku masuk. Aku masuk tanpa berkata lagi, lalu ia memutar dan duduk di kursi supir.

Dan keadaan menjadi hening. Sangat hening. Hingga tanpa sadar aku kembali pada lamunanku tentang orang di sebelahku saat ini. Raffa.

                         ♡♡♡

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang