Sudut Pandang Miya
Langit tampak ungu, dingin dan banyak suara jangkrik. Masih subuh menjelang pagi dimana aku terbaring di atas ranjang rumput hijau di belakang kuil.
Terdengar gemersik suara langkah kaki yang semakin dekat, "Miya, kuda-kuda sudah siap untuk berangkat." Sahut Shea menatap mukaku dari atas. "Kita tidak ingin terlambat, peri tomboi! Semoga minuman apel kesukaanku masih ada sisa untuk dijual disana." Suara Sebille terdengar agak jauh dari sini, dia berdiri di tepi kuil.Mereka adalah kembar identik, teman sepermainan dan tumbuh bersama. Sahabat-sahabatku yang tercinta. "Baiklah! Mari kita pergi, kawan-kawan!" Aku bangkit berdiri dan mengambil busur biruku. Kami diutus ke desa peri Radelside untuk membawa rempah-rempah, kuda-kuda, ternak dan bahan pangan serta barter, membutuhkan waktu 2 jam dari Moonlight Temple, kami melakukan ini setiap akhir bulan.
Di langit ungu terbitnya kuning matahari, kami tengah perjalanan menuju Radelside dengan puluhan kuda-kuda putih yang kami bawah untuk menampung bahan pangan disana.
"Miya! Miya! Apa kamu dengar soal wabah yang sedang menyebar di Elfin? Mereka berubah menjadi mayat hidup! Mayat hidup!" Shea berkata.
"Ya, aku tau. Maka itu, kita harus waspada." Sahutku datar.
"Apa obat-obatan kita tidak bisa menyembuhkan mereka?" Tanya Sebille.
"Entahlah. Kita tidak pernah melihat makhluk yang terkena wabah aneh ini sebelumnya. Kenapa? Kamu ingin melihatnya?" Aku melihat Sebille dengan senyum sinis."Ewww tidak! Tentu saja tidak!" Sebille tertawa terbahak-bahak dan memberikan tatapan aneh yang biasa dia lakukan. "Mungkin kau sedang melihat wabah itu, tomboi!" Teriaknya.
Aku menjawab, melihat kedepan, "Maka aku harus membunuhmu disini, peri cantik." Aku tersenyum.
Sebille dan Shea memang peri kembar yang memiliki wajah cantik, namun sikap lucu mereka yang membuat diriku tidak kesepian saat sendirian.
Mereka berdua sudah seperti keluargaku sendiri di kampung halaman tercinta.Matahari sudah tepat diatas kami saat Radelside didepan mata. Terdengar suara-suara gaduhan tidak jelas, "Miya? Kemana orang-orang pergi? Apa mereka sedang berkumpul?" Tanya Shea.
"Mari kita cari tau." Aku bergegas turun dari kuda dan mengikat tali-tali kuda di pagar terdekat. Kami berjalan menuju ke sumber suara gaduh dan kami melihat begitu banyak warga mondar-mandir mencari pertolongan."Oh, aku bisa menebak jus apel sangat laris bulan ini di Radelside tercinta." Sahut Sebille kagum.
"Tidak, ada yang tidak beres disini." Jawabku.Aku melihat Captain Woody, kepala desa disini memakai seragam perangnya bersama dengan seorang wanita dengan terusan hijau dan rambut merah yang berantakan, memohon pada Woody dan tangannya terus-menerus menunjuk ke arah pertambangan. Aku membuat insyarat pada kembar dan kami menghampiri mereka.
"Captain." Panggilku sopan.
"Miya! Syukurlah kamu datang!" Woody memegang kedua pundakku. "Ada kecelakaan longsor di pintu pertambangan. Apa kamu bisa membantu kami meledakkan runtuhan batu disana?" Woody melihatku cemas dan melepaskan tangannya dari pundakku.Aku tau satu sahabatku bekerja sebagai penambang disini, Odette. "Penambang-penambang tertimbun didalam?" Tanyaku.
"Mereka ada didalam, tewas atau hidup, kita tidak bisa tau secara pasti. Tapi oh ya! Odette juga ada didalam." Kata Woody.Wanita dengan dibelakang Woody bergegas menghampiriku, "Nona, saya mohon selamatkan suamiku. Dia ada didalam sana." Wanita itu menatapku dengan penuh harapan.
"Kamu.... Istrinya?" Tanyaku heran. Aku tau Odette seorang ras peri sudah menikah beberapa tahun lalu dengan wanita manusia, namun aku tidak sempat untuk datang ke pernikahannya, dan tidak pernah melihat istrinya.
Namun, istrinya terasa tak asing, wajahnya sungguh menawan untuk seorang ibu rumah tangga."Maaf, namaku Fanny."
"Odette adalah suamiku."Aku tidak memberi jawaban,
terjadi hening sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHRONICLE OF MOBILE LEGENDS
FantasyWitness the Chronicle of Mobile Legends each hero's story connect to one another.