CH-4

52 0 0
                                    

"Aku keceplosan, ya?" Tanya Swara berpura-pura polos.

"Iya." Balas Minsung.

"Kau baik-baik saja, kan? Hari ini Swara terlihat tidak semangat sekali." Ujar Hyerim yang sedikit menundukkan wajahnya.

"Ada banyak tugas yang harus aku kerjakan...?"

"Sudahlah. Mengeluh terus seperti orang tua saja." Sambung Minsung sembari duduk di samping Swara.

"Pelajaran sejarah lagi, ya? Hidupmu itu tidak lepas dari yang namanya sejarah!" Serunya seraya mengambil buku paket Swara. Dan hanya di balas helaan napas berat sebagai jawabannya.

"Menghela napas begitu. Kebahagiaanmu bisa kabur, loh!" Seru Hyerim. Sontan membuat Swara menegakkan kepala kembali dan hampir saja sebuah pencil mendarat di kening Swara.

"Anak ini mana mungkin punya kebahagiaan yang kabur!" Ucap sinis Minsung.

"APA!!!" Minsung memegang dagu Swara sehingga wajah mereka saling berdekatan.

"Nggak dandan. Nggak pacaran. Dimana letak kebahagiaannya sebagai seorang perempuan? Paling nggak bersikap feminimlah sedikit. Sini, biar kurapikan alismu sedikit."

Swara menghempas tangan Minsung dengan kasar, agar menjauh dari wajahnya. Dengan beranjak dari bangku, ia menjauh dari kedua temannya. Dengan cepat Hyerim menarik lengan Swara sehingga membuat dirinya kembali duduk. Paling malas mendengar ocehan Minsung yang membuat kedua kuping Swara panas.

"Sudah-sudah, tidak baik bertengkar hanya karna hal sepele seperti ini." Hyerim mencoba mendinginkan suasana yang sedikit memanas ini.

"Minsung, kau sebagai teman bukanya membantu malah membuat situasi menjadi memanas." Sambung Hyerim.

"Swara..."

Ragini pun datang dengan membawa tumpukan buku yang menghalangi pandangannya. Mereka pun menoleh bersamaan, lalu Hyerim bangun dan membantu Ragini dengan membawakan beberapa buku.

"Ragini." Ucap Swara.

Ragini menggeser kursi dan menjatuhkan dirinya di samping Hyerim.

"Kau darimana saja?" Tanya Swara.

"Maaf, aku sedikit terlambat. Tidak mudah menemukan beberapa buku sejarah di perpustakaan." Jawabnya. "Apa, kau sudah selesai?" Tanyanya.

Swara kembali menghela napas lemas seperti tidak ingin menjawabnya. Ia hanya memandang tumpukan masalah.

"Kalau di lihat dari gayamu...Sama sekali belum, ya?"

"Bagaimana mau selesai kalau kerjaannya cuma mengeluh dan mengeluh terus. Yak! Waktu terus berjalan, sebaiknya kau cepat mengerjakannya kalau tidak mau di hukum berdiri di luar kelas."

"Masih mending cuma berdiri, kalau di suruh berlari mengitari lapangan yang luasnya mengalahkan stadium sepak bola sebanyak 10 kali di bawah terik matahari yang sangat menyengat ini..."

Dengan cepat Hyerim menyenggol lengan Minsung agar tidak mengoceh lebih lama. Itu sama sekali tidak membantu.

"Tutup mulutmu. Kau sama sekali tidak membantu." Bisik Hyerim. Minsung pun terdiam saat melihat wajah Swara yang tidak bersahabat itu. Temannya yang satu ini lebih menyeramkan dari pada hantu kalau sedang badmood soal sejarah.

"Hm, Swara kudengar katanya di kelasmu ada murid pindahan dari new york, ya?" Hyerim mengalihkan pembicaraan. Swara dan Ragini saling pandang-pandangan.

"Gak tau!" Balas Swara ketus.

"Tau darimana?" Tanya Ragini.

"Siswi satu sekolah membicarakan dirinya. Yang kudengar, murid pindahan itu sangat tampan." Ucap Hyerim.

SWARAGINIWhere stories live. Discover now